Enam

17.9K 1K 2
                                    

Selamat berbuka puasa kakak-kakak 💙💙


Ponsel milik Kavin berdering di tengah keramaian Setiabudi Atrium, saat dirinya dan Anna sedang mengejar meeting berikutnya di gedung sebelah. Kavin memeriksa ponsel di saku jasnya, nama Karel muncul di lanyar benda pipih itu.
"Hallo, Mas."
"tumbel telpon, Rel. Biasanya langsung datang ke kantor" Kavin menjawab dengan nada datar, langkah kakinya mengikuti Anna melintasi koridor.
"Lagi sibuk?" tanya Karel dengan penuh tawa.
Kavin melirik jam tangannya "sepuluh menit lagi aku ada meeting. Kenapa?" Dia balik bertanya.
Terdengar hanya gumaman tidak jelas, membuat Kavin memutuskan sambungannya.

Meeting berjalan terasa alot, waktu sudah menunjukan jam makan siang. Terdengar suara gemuruh kecil, fokus Kavin teralihkan dengan suara itu. Dia menatap wanita di sampingnya yang sedang sibuk mencatat hasil rapat, ada sedikit rona merah di pipinya. Kavin yakin suara itu berasal dari perut Anna.
"Apakah tadi pagi dia tidak sarapan?" Tanyanya pada diri sendiri.

Untunglah rapat telah selesai tepat pada jam makan siang. Anna segera menyelesaikan catatannya untuk bahan laporan kepada Kavin. Dia merapihkan barangnya dengan cepat, kepalanya terus menunduk menyembunyikan rasa malunya yang disebabkan oleh perutnya sendiri.
Terdengar suara deheman membuat kepala Anna mendongak sedikit mencari suara itu "Cepatlah, lalu kita mencari tempat makan".
Mendengar kata kita membuat Anna menghentikan gerakan tangannya di atas udara. "Baik, Pak." Hanya itu yang dapat Anna ucapkan karena dia merasa bingung.

Mereka memasuki Sushi Groove, salah satu restoran terdekat kantor. Suasana tidak terlalu ramai, Kavin melangkahkan kakinya menuju meja kosong yang terletak dekat jendela.
Seorang pelayan datang memberikan buku menu. Anna tidak banyak memilih, hanya membuka satu halaman buku menu memesan Sliced Beef Yaki Udon dan satu gelas Tokyo Storm.

Mendengar pesanan Anna, membuat kening Kavin berkerut bingung. "Bukankah tadi perut dia protes lapar" batinnya. Kavin menggelengkan kepalanya, menyadari apa yang telah dia pikirkan.
Kavin memutuskan memesan beberapa jenis makanan, dia merasa sangat lapar karena meeting hari ini sangat menguras otak dan tenaganya.

Butuh beberapa waktu untuk mendapatkan makanan yang tersedia di hadapan mereka. Anna menyantap makanannya sangat pelan, dia tidak berselera makan. Walaupun menu di hadapannya sangat menggiurkan, tetapi di lidah Anna terasa hambar. "Bolehkah saya menanyakan seseuatu?" Tanyanya sangat pelan

Kavin hanya bergumam dengan mulut penuh, dia sangat menikmat makan siangnya.
"Kenapa kalian bercerai?" Mendengar pertanyaan sekretarisnya membuat gerakan mengunyah di mulutnya  berhenti.

Menyadari tidak ada jawaban dari pertanyaan-nya, Anna memberanikan diri menatap laki-laki di hadapannya. Dia melihat ada perubahan di wajah Kavin, rahangnya mengeras seperti menahan emosi. "Maaf, sudah lancang. Saya hanya ingin tahu." Cicitnya penuh dengan sesal.

Kavin menghembuskan nafas kasar. Perutnya sudah tidak terasa lapar lagi, nafsu makan sudah hilang karena mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut wanita di hadapannya. Dia bangkit berdiri melangkahkan kaki panjangnya pergi meninggalkan Anna sendiri.

*****

Jam menunjukkan angka tujuh lewat sepuluh menit, ketika Anna memutuskan pulang. Waktu pulang sebenarnya telah usai sedari tiga jam lalu. Namun, dia memilih bertahan di kantor dengan berbagai berkas-berkas laporan hasil meeting hari ini.

Anna duduk termenung di halte, menunggu bus datang. Seperti hari-hari sebelumnya, dia memang sekretaris wakil direktur di sebuah perusahaan besar dengan gaji juga lumayan, tapi Anna tidak memiliki kendaraan pribadi. Kemana-mana, selalu dengan kendaraan umum. Bahkan disaat Anna bekerja di kantor lamanya di Singapura sebagai manajer keuangan, diapun tidak memiliki kendaraan. Bukan karena rendah diri, karena uang yang dia dapati selalu dibagi dua untuk di kirim ke panti.

Jam sudah berpindah angka menjadi 19:40 saat bus yang ditunggu akhirnya datang. Bahkan, waktu tiga puluh menit terasa begitu cepat berlalu.

Hanya empat puluh lima menit Anna mendekam di dalam bus yang menjadi alat tranportasinya malam ini. Kini dia telah menginjakan kakinya di halte yang berjarak tidak jauh dari apartemennya. Dari sini, Anna masih harus berjalan kira-kira seratus meter untuk mencapai apartemennya.

Setibanya di apartemen, Anna membaringkan tubuh lelahnya di sofa ruang tamu. Matanya menatap nanar plafon yang bercat warna putih. Hari ini, hari yang sangat berat dia lalui setelah mengetahui kabar kepergian sahabatnya.
Tidak terasa satu tetes cairan bening lolos dari sudut mata cokelatnya, membuat Anna mendesah lelah. Apa yang harus dia lakukan sekarang.

*****

"Arwan" Bella menggugah suaminya. Dia mengguncang bahu suaminya sampai pria itu bangun.
"Ada apa, Bel?" Arwan tidak bergerak, tapi menanggapinya dengan suara parau yang tidak terdengar jelas.
"Aku ingin menjodohkan Kavin dengan Anna."
"Menjodohkan Kavin?" Suaminya tetap tidak bergerak. Kedua mata pria itu saja yang membuka setengah.
Bella mengangguk. "Kemarin aku ke kantor menemui Anna, ternyata dia belum menikah" jelasnya sambil mengubah posisi tidur menyamping.
"Kavin sudah dewasa, Bel. Biarkan dia yang menentukan pilihannya. Tapi, jika Kavin mau yah tidak apa-apa" jawab Arwan, lalu melanjutkan tidur.

Terdiam, Bella mengingat perdebatannya dengan Kavin kemarin.

"Mama tidak bisa seenaknya menjodohkan aku dengan dia" protes kavin kepada Bella. "Kavin sudah memutuskan untuk tidak menikah lagi" jelas Kavin membuat air mata Bella keluar lebih deras.
"Mama, ingin yang terbaik buat kamu. Kamu masih muda, Nak. Sudah tiga tahun kamu dalam kesendirian ini, membuatmu banyak berubah. Kamu layak untuk bahagia". Pinta Bella dengan tatapan memohon.
"Tidak sulit untuk mencintai Anna, dia wanita yang cantik, walaupun pendiam dia mudah di dekati."

Hembusan nafas kasar keluar dari mulut Kavin dengan raut wajah yang mengeras menahan emosi "Baiklah, kali ini akan aku coba. Tapi, jika aku gagal Mamah jangan ikut campur dalam kehidupan aku lagi" final-nya lalu pergi untuk melanjutkan pekerjaan yang tertuda.

=============================

Pure LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang