Menahan rasa kantuknya dan pusing di kepala belum hilang. Kavin terbangun karena mendengar seperti suara orang muntah di dalam kamar mandi. Kavin membuang pandang ke samping ranjang, dia tidak menemukan Anna di sisinya. Dengan gerakan cepat Kavin menyibakan selimut segera meleset ke pintu kamar mandi.
"Ann." Kavin mengetuk pintu seraya memanggil istrinya.
"Anna, kamu baik-baik saja di dalam?" Tanyanya mulai panik.
"Ann..." Tidak ada jawaban, hanya terdengar suara flush closet dari dalam membuat wajah Kavin terlihat semakin was-was.
Kavin mencoba memutar handle pintu. Ternyata tidak terkunci. Pintu itu terbuka lebar. Baru dua langkah Kavin masuk. Di bagian tengah ruangan kecil itu, diatas closet yang tertutup. Tubuh istrinya tengah duduk terkulai lemas dengan wajah putih pucat penuh dengan peluh keringat dingin. Melihat semua itu membuat hati Kavin ngilu.
Dengan penuh kekhawatiran Kavin menghapiri Anna. Dia berjongkok di hadapan istrinya. Kavin meringis, tangannya meraih tisu yang tergantung di bagian samping closet. Penuh kelembutan Kavin menyeka setiap sudut bibir Anna yang basah oleh air.
"Setiap pagi seperti ini?" Tanya Kavin pelan. Tangannya kembali sibuk mengelap bulir-bulir keringat di wajah tirus istrinya.
Anna mengangguk lemah.
Sesaat Kavin terdiam, lalu menghembuskan napas. "Sudah selesai?" Tanya Kavin, suaranya terdengar parau.
Anna kembali mengangguk. Dia menarik setiap sudut bibir memperlihatkan sedikit senyuman manisnya.
Kavin meraih kedua tangan Anna, mengenggamnya di atas pangkuan istrinya. Kavin bangkit berdiri, mengangkat tubuh ringkih itu ke dalam gendongannya untuk membawa Anna kembali ke atas tempat tidur. Dengan penuh kehati-hatian Kavin membaringkan tubuh Anna, dan menyusun bantal sedikit lebih tinggi untuk kepala Anna agar istrinya itu nyaman tidak mual kembali.
"Ingin minum atau makan sesuatu?" Kavin menarik selimut sampai sebatas pinggang Anna. Lalu duduk di sisinya. Mata hitam Kavin tidak lepas memperhatikan wajah pucat istrinya itu.
Sejenak mereka terdiam, hanya saling bertatapan. Anna belum menjawabnya.
"Aku tidak tahu dan tidak mengerti menghadapi wanita hamil. Jadi aku tidak tau minuman atau makanan apa yang bisa menghilangkan rasa mual untukmu." Aku Kavin dengan raut datar.
Anna membuang pandang ke arah lain. Dia tidak berani mengatakan apa yang dia inginkan.
"Ann..." Kavin meraih tangan kiri Anna, menggenggamnya lembut. "Ayo katakan." Desaknya.
"Biasanya Bunda membuatkan air jahe hangat." Kata Anna pelan, dengan pandangan kembali ke arah Kavin.
Kavin tersenyum, "Baiklah, aku keluar sebentar." Sebelum dia meninggalkan kamar, Kavin menyempatkan tangannya mengelus surai halus Anna.
Memberikan usapan lembut agar Istrinya merasa tenang.*****
Selepas kepergian Kavin dari kamar. Anna membuang napasnya yang sejak tadi dia tahan. Dia menatap ke arah jendela besar yang masih tertutup gordeng. Tatapan matanya kosong, dia melamun pikirannya memutar kejadian tadi. Anna tidak dapat menemukan sedikitpun raut kebahagiaan dari wajah suaminya itu. Wajah Kavin terlihat sangat datar. Apakah dia tidak bahagia mengetahui kabar kehamilan ini. Apa Kavin tidak mengharapkan keberadaan anak ini. Apa Kavin tidak menyayangi anaknya. Itulah yang selalu ada di dalam pikiran Anna.
Tidak lama Kavin masuk kembali kedalam kamar dengan tangan membawa nampan berisi segelas air jahe dan setoples kecil biskuit. Kavin meletakan nampan itu ke atas nakas di bagian sisi Anna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure Love
Algemene fictieMenikah dengan seorang wanita yang sudah lama menghilang, lalu bertemua kembali bukan perkara gampang. ***** Lima tahun aku pergi menghilang dihari pernikahan sahabatku, tidak pernah terpikir akan bertemu dengan dia. Iyah dia Kavin Ardana Abiputra...