Delapan belas

14.8K 1K 14
                                    

"Mau kemana?" Suara Kavin membuat kegiatan tangan Anna berhenti di udara.

Sabtu pagi, tidak biasanya langit berwarna biru. Belakangan ini setiap hari selalu di guyur hujan. Anna bersyukur melihat langit cerah, karena hari ini dia akan pergi ke supermarket untuk belanja kebutuhan rumah. Bahan-bahan di dapur sudah kosong, dan diapun berencana ingin membuat kue untuk mengisi hari libur.

Anna menoleh ke arah Kavin yang baru saja memasuki kamar, "ke supermarket. Bahan-bahan di dapur sudah banyak yang habis." Jelas Anna. Tangan kurusnya melanjutkan mengoleskan bedak tipis di wajahnya.

"Mau aku antar?"

"Tidak usah. Kamu istirahat saja di rumah." Tolak Anna halus. Dia tahu semalam Kavin tidak bisa tidur dengan nyenyak. Anna merasakan kasur di sebelahnya sering bergerak.

"Tidak apa-apa. Aku bosan di rumah."

"Baiklah." Anna tersenyum geli.
Tumben sekali seorang Kavin Ardana Abiputra ingin ikut pergi ke supermarket. Biasanya hari libur dia gunakan untuk bersantai di rumah atau mengerjakan pekerjaan yang belum terselesaikan.

*****

Kavin mengambil troli dan berjalan mendorongnya kesetiap lorong-lorong supermarket. Sedangkan Anna berjalan di depan, tanganya terus bergerak mengambil setiap bahan-bahan apa saja yang di butuhkan.

Dari belakang, mata Kavin tidak lepas memperhatikan setiap gerak-gerik Anna. Dia bersyukur istrinya itu belanja tidak pilih-pilih seperti perempuan lainnya. Satu fakta yang tidak Kavin lupakan, hari ini Anna terlihat sangat cantik. Padahal penampilannya biasa saja, Anna hanya mengenakan celana jeans dan kameja garis berwarna navy dengan rambut di kuncir seperti ekor kuda. Tapi di mata Kavin terlihat sangat berbeda.

Anna berjalan ke arah Kavin dengan kedua tangannya membawa dua kantong tepung terigu dan margarin, "Apa kamu sudah capek?" Tanya Anna, sambil menaruhnya ke dalam troli.

"Tidak, apa lagi yang harus kita beli?" Kavin melirik troli yang sudah terisi hampir penuh.

"Daging dan sayur."
Baru saja Anna membalikan badan, tiba-tiba Kavin menariknya ke dalam pelukan.

"Ya Tuhan. Maaf, maaf. Aduh, kamu ini De, kenapa nggak bisa diam. Biar Bunda saja yang dorong." Omel ibu itu kepada anaknya.

"Mbak nggak apa-apa? Maafin anak saya yah. Dia sangat aktif tidak mau diam."

Anna tersenyum manis, dengan posisi masih berada dalam rengkuhan Kavin.
"Tidak apa-apa," Anna berjongkok di hadapan anak kecil perempuan itu, mengelus rambut halus bocah itu dengan sayang "kamu hati-hati yah, dorong trolinya." Ucapnya lembut.

Anak kecil itu mengangguk takut, dengan mata berkaca, "Maaf tante." Suara kecilnya sangat menggemaskan.

Melihat semua itu, kedua sudut bibir Kavin tertarik menerbitkan senyuman bangga kepada istrinya.

Mereka berjalan saling bersisian, menelusuri lorong ke bagian yang mereka cari. Anna membuka lemari pendingin daging, mengambil satu potong ayam utuh. "Opor ayam?" Tawarnya dan mengangkat bungkusan itu dengan senyuman menggoda.

Kavin mengangguk penuh semangat. Masakan Mamanya enak, tapi lebih enak opor buatan tangan Anna. Itulah yang selalu Kavin rasakan setiap Anna memasak opor ayam untuknya. Lidahnya sudah terkontaminasi dengan masakan Anna.

Selama mereka menikah, Anna lah yang selalu memasak. Apapun yang istrinya buat selalu Kavin habiskan tanpa tersisa. Pulang kerja Kavin tidak pernah lagi mampir makan di luar, dia selalu menyempatkan diri agar pulang tepat waktu. Walaupun lembur, Kavin tidak pernah lagi pulang malam, setelat-telatnya dia selalu sampai rumah pukul tujuh malam.

Pure LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang