Sebelas : Psikologi

131 9 3
                                    

Selamat membaca...

🎭🎭🎭

Siapapun yang merindukan sukses, maka harus bertanya pada dirinya seberapa jauh dan sungguh-sungguh untuk berjuang, karena tiada kesuksesan tanpa perjuangan.

🎭🎭🎭

Khanza kembali memulai rutinitasnya seperti semula.

Dan dia juga kembali telat untuk ke kampus hari ini. Tadi malam dia sangking asyiknya membaca novel sampai tidak ingat waktu. Mampusnya ini jadwal yang mengajar Mrs. Hana.

Lagi, lagi, lagi. Kenapa dia harus telat terus kalau pas yang memberikan materi itu Mrs. Hana, gerutunya dalam hati.

Dosen killer itu, apa ini bentuk karma karena setiap Mrs. Hana memberikan materi dia selalu tidur, lalu bangun setelah ibu dosen itu pergi. Tidak lupa juga meminjam catatan materi dari Tania, lebih tepatnya menyontek.

Khanza berjalan tergesa-gesa dari arah koridor fakultas kedokteran kefakultas psikologi. Dari arah depan terlihat segerombolan mahasiswa dan mahasiswi yang tengah membicarakan sesuatu. Khanza bermaksud untuk melewatinya saja karena dia sudah dalam waktu kritis, lima menit lagi kelas akan dimulai.

Tetapi salah satu dari mahasiswa itu memberhentikan Khanza, "Eh Kak Khanza berhenti..."

Khanza langsung menghentikan langkahnya, beberapa mahasiswa dan mahasiswi tadi mendekat kearah Khanza.

"Ada apa?" tanya Khanza.

Dia tidak mau berbasa-basi dulu, moodnya sudah hancur, sebentar lagi kelas dimulai. Tadinya Khanza enggan untuk berhenti tapi dia malas juga kalau dengar orang cepika-cepiki membicarakannya kalau dia adalah orang sombong.

Mahasiswa itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya, sebungkus coklat yang berada di tasnya diberikan kepada Khanza.

"Apa nih?" Khanza kembali bertanya sebelum menerima sebungkus coklat itu.

Mahasiswa itu tetap diam masih dengan memegang sebungkus coklat itu. Teman disebelah kanan dan kirinya hanya senyum-senyum sambil menyenggol teman yang memberikan coklat itu.

"Ya udah kalau enggak ada yang dibicarakan gue mau cabut, telat kelas ini."

Saat Khanza akan melangkahkan kakinya lagi mahasiswa itu mulai bersuara, "eh kak, bentar."

Mahasiswa itu menghembuskan nafasnya, "Kak Khanza..."

"Hadirr," Khanza memotong kata-kata yang akan keluar dari mulut mahasiswa itu, beberapa orang disana yang tadi serius malah senyum-senyum sendiri melihat temannya gugup mengungkapkan kata-katanya.

"Kakakmaunggakjadipacaraku?" Mahasiswa itu mengucapkan kata-katanya dengan spontan.

"Hah?"

"Aku nembak kakak." jelasnya.

"Hah??" Khanza masih mencoba memahami kata-kata yang diucapkan mahasiswa itu secara spontan tadi.

"Kalau nembak mana pistolnya"

Itu bukan suara Khanza, melainkan ada orang lain dibelakang Khanza yang menanyakannya hal itu.

Namamu Dalam Sujudku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang