Tiga : Orang Aneh?

1.3K 89 10
                                    

"Tidak ada salahnya bukan? jika saya menangkap kejahilan seseorang, untuk sebuah kebenaran."

.
.
.
Itu bukanlah suara dari Khanza tapi suara dari orang yang memergokinya. Menghembuskan nafas beberapa kali menjadi kebiasaan Khanza sejak beberapa menit yang lalu.

"Pak, saya gak salah," ucapnya kali ini dengan nada memelas, meminta tolong kepada satpam yang menangkapnya tadi untuk melepaskannya. Ternyata yang tadi menangkapnya itu satpam penjaga cctv, oh double sial pasti.

"Orang salah mah gak bakal ngaku neng, kalau ngaku pasti penjara sudah penuh dari dulu." Khanza rasanya kicep seketika mulutnya kaku, penjara? apakah dia akan dimasukkan penjara. No. Hari ini hari ultahnya dan dia sudah terkena sial karena abangnya yang sengaja me-mix bajunya menjadi pelangi lalu dia dijadikan bahan bully.

"Terus saya gimana pak?" tanyanya kemudian.

"Kamu harus nelpon pihak keluarga, saya akan memperingati tentang anak mereka yang usil ngerjain temannya ini," ucap satpam itu.

"Ckk... kenapa gak bilang dari tadi sih, Pak?"

"Lah neng nya kan gak tanya, wkwkwk..." Bapak satpam itu tertawa dengan santainya, seperti tidak terjadi apa-apa padahal disampingnya ada Khanza yang sedang menahan marahnya.

Kuatkan Khanza ya Allah...

Semoga cobaan ini akan berakhir, dia kepengen cepet pulang kerumah. Dunia kapuk telah menunggunya disana. Khanza mengeluarkan telepon genggamnya. Klik.

'Bang datang kekampus Khanza sekarang, titik gak pakai koma. Ditunggu. Lima belas menit harus sampai, oke. Terima kasih.'

Telepon diputus secara sepihak oleh Khanza tanpa menunggu sahutan dari seberang sana lagi.
.
.
.
'Sial.' Kalimat itu kembali bersahutan dihatinya. Baru kali ini Khanza mendapatkan cobaan seberat ini. Bukan cobaan tapi karma lebih tepatnya.

Ah ya seharusnya setelah dari kafe dia tidak kembali keparkiran lagi. Jadi gini kan? Ribet. Khanza udah minta maaf sama itu geng. Eh bapak satpam yang terhormat masih dengan prinsipnya yaitu menahan Khanza.

Tiga puluh menit berlalu, Zaky- Abangnya yang dia telpon tadi tidak kunjung datang menjemputnya. Padahal dia bisa pulang sendiri, montornya saja masih terparkir rapi diparkiran kampus, sayangnya bannya sudah dikempeskan oleh satpam yang ada didepannya.

Tinnn...

Khanza bernafas dengan lega, akhirnya yang ditunggu sedari tadi datang juga.

"Mas pacarnya neng itu?" Satpam yang sedari tadi didepanku langsung berdiri dan memberi pertanyaan kepada Zaky.

"Bukan pak, saya kakaknya," Zaky meminta Khanza penjelasan dengan mengarahkan sorot matanya.

Satpam yang tau akan arti dari sorotan Zaky langsung berbicara, "Biar saya yang jelaskan, jadi begini...." penjelasan panjang lebar telah diungkapkan oleh satpam, rekaman cctv pun ditunjukkan kepada Zaky.

Setelah menonton dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh satpam tersebut Zaky membuka suaranya. "Kalau begitu maafkan adik saya yang sedikit usil ini, saya berjanji akan menasehatinya nanti dirumah."

"Ya itu yang saya inginkan," pandangan mata satpam itu mengarah ke Khanza, "kalau begitu neng, kamu bebas. Maafkan bapak, bapak disini hanya menjalankan peraturan yang berlaku saja."

Khanza hanya tersenyum. "Iya Pak, kalau begitu kami pamit dulu.", "assalamualaikum"
.
.
.
Sesampainya dirumah bukan Zaky yang memarahi Khanza tapi sebaliknya.

"Bang terus montor Khanza gimana nasibnya?"

"Kalau bunda marah gimana?"

"Terus nanti yang ambil montor siapa?.."

Sedari tadi diperjalanan Khanza selalu merecoki Zaky dengan berbagai pertanyaan. Ini lah itu lah, kekesalannya satu hari, dia luapkan kepada orang disampingnya. Tapi Zaky mendengarnya seperti masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Setiap ditanya Zaky hanya menjawab ham, hem aja, biarlah sekali-kali dia menjelma menjadi nisa sabyan.

"Bang dengerin gak sih," ucap Khanza sambil berjalan kearah pintu, siap untuk membukanya.

Ceklek...

Pintu terbuka dengan lebar, dari depan pintu terlihat sosok laki-laki sedang menyantap makanannya diruang tamu. Tak sempat satu menit berjalan pintu tertutup kembali.

Jder...

"Abanggg...."

"Iya dek, abang denger kok," Zaky baru menjawab pertanyaannya setelah beres memarkirkan mobilnya.

"Bukan itu, kita salah rumah ya?" Khanza masih clingak-clinguk melihat apakah benar ini rumahnya atau bukan. Dia melihat nomor yang tertera betul itu nomor rumahnya. Jadi siapa laki-laki didalam?

Mata Khanza kini beralih dari pintu menjadi fokus kepada abangnya. Alisnya berkerut kearah depan seperti raut wajah marah.

Zaky mencolek pipinya, "jangan gitu, nanti jelek gak ada yang mau," ejeknya.

Kini tangan Zaky beralih untuk membuka pintu, pintu terbuka dengan lebarnya. Laki-laki yang tadi duduk masih berada disana, masih dengan posisi yang sama, menyantap makanannya.

Zaky berjalan diikuti Khanza dibelakangnya, "itu maling bang," bisik Khanza pelan tepat ditelinganya.

"Bukan"

Zaky kembali berjalan lagi meninggalkan Khanza disana yang tengah melihat laki-laki itu. Perlahan orang yang tengah dilihatnya mengangkat kepala.

"Kaamuuu," seperti keseleo Khanza merevisi ucapannya. "Lo? Eh bukannya yang waktu itu ya?"

"Jaga ucapan Khanza, sopan sedikit sama yang lebih tua. Setidaknya pakai kata aku kamu."

"Iya bang."

Secangkir susu coklat panas, serasa menggoda iman untuk meminumnya.

"Bagi dong bang"

"Kenalan dulu baru dikasih."

Apa? Khanza gak salah dengar nih? Oke, kenalan aja kan? Gampang. Tinggal ngebutin nama ajak salaman, selesai. Coklat panas menunggu.

"Hai, nama aku Natasya Amalia Khanza. Senang berkenalan denganmu." Setelah mengucapkan kalimat dengan agak kikuk Khanza mengulurkan tangannya.

Laki-laki itu bersenyum sambil menangkupkan tangannya. Tawa Zaky yang sedari tadi ditahan keluar begitu saja.

"Bwahahaha...."

Khanza menarik tangannya yang terulur tadi, lalu mengaruk tangannya sendiri padahal sama sekali tidak gatal.

Ada yang baca?

Yang suka silahkan vote, kalau ada kritik dan saran silhakan komen, terimakasih.

[Instagram : anisaa.fitrii_]

Namamu Dalam Sujudku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang