ATTESA : 20

744 130 46
                                    

✨✨✨✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨✨✨

Setelah kejadian malam itu, Helsy segera dilarikan ke rumah sakit dan harus menjalani rawat inap beberapa hari. Hartsa membawanya di temani oleh Faldo yang ternyata juga basah kuyup demi mencari sosok Helsy. Meski tidak tahu spesifiknya, mereka menjelaskan pada dokter bahwa gadis itu ingin bunuh diri karena ada masalah dengan keluarganya.

Ini hari ketiga setelah siuman. Keadaan fisik Helsy cukup membaik namun tidak dengan batinnya. Ia masih tidak mau banyak bicara bahkan bertemu orang tuanya. Rita sampai memohon tapi gadis itu malah menangis sejadi-jadinya.

Jadilah sekarang Fierra datang bersama Hartsa. Wanita cantik itu menyisirkan rambut Helsy yang terlihat kusut. Ia tersenyum ramah saat gadis itu menatapnya. "Cantik, sudah makan siang belum?"

Helsy menggeleng.

Hartsa diam, berdiri di samping sang kakak.

"Nanti makan, ya, ditemenin sama Hartsa."

"Aku pengen mati."

Mendengar ucapan Helsy sontak membuat kakak beradik itu membelalak.

Fierra membelai lembut rambut Helsy, kemudian menggenggam tangannya. "Why you wanna die? Banyak orang di sini yang berjuang untuk hidup, kenapa lo gak mau mensyukuri itu?"

"After your struggle so far, you wanna give up?"

Helsy diam.

"Gue tau lo di titik paling rendah sekarang. Tapi bunuh diri bukan jalan terbaik untuk pulang. Lo tau, mungkin kalau gue di posisi lo sekarang juga bakal ngelakuin hal yang sama. Cuman, gue mikir lagi. Kalau seandainya gue mati, apa semuanya benar-benar berakhir? Kita gak tau kehidupan seperti apa yang bakal kita jalanin setelah mati."

Setelah itu, air mata Helsy menetes. Ia menyesal, sungguh menyesal. Mengingat semua mimpi, harapan, bahkan cita-citanya yang ia perjuangkan mati-matian.

"Gue paham, gak semua orang bisa menangani beban yang mereka tanggung sendirian termasuk lo." Fierra menghapus air mata Helsy dengan tisu. "Kadang, gue juga merasa gagal jadi dokter saat orang yang gue tolong gak bisa bertahan hidup. Gue selalu bertanya, apa yang sudah gue beri buat mereka? Hanya sekadar bernapas sehat esok hari itu belum cukup."

Helsy tertunduk dalam. Ini hanya secuil ombak sebelum ia menghadapi tsunami dalam hidup. Dia salah dan Tuhan masih menolongnya. Terkadang dia bingung sampai sejauh mana dan sekuat apa ia bertahan dengan cobaannya. Helsy selalu menunggu kapan hari itu datang. Hari di mana ia bisa main piano lagi bersama nenek, bermain bersama Sovia, membuat resep baru untuk usaha kuliner mamah, juga membuat papah tidak terlalu bercumbu dengan burung piaraannya.

Fierra menarik jemari adiknya, menyuruh Hartsa duduk menggantikannya. "Mungkin kalau sama lo dia mau cerita," bisiknya.

Hartsa mengangguk.

ATTESA [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang