ATTESA : 29

753 111 54
                                    

✨✨✨✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨✨✨

Barang bukti serta saksi hidup perlahan terkumpul. Selepas semua selesai dari kerjaan masing-masing, Akram mengundang teman-temannya untuk bersantai dan makan malam di rumahnya. Tidak melupakan teman akrab Hartsa juga. Mereka yang tidak tahu menjadi tahu pokok masalah mengapa Akram melangkah sejauh ini. Target ada di depan mata, tengah mengincar siapa saja yang berteman dekat dengan Hartsa dan mereka menarik kesimpulan bahwa Helsy juga dalam bahaya. Delvi dicatat sebagai saksi, Fierra dan suaminya juga demikian.

Selesai acara makan malam, mereka tidak langsung pulang. Masih ada perbincangan serius antara pihak kepolisian yang pernah bekerja dengan Darma—Ayah Andrik, Orang tua Faldo, dan intel lulusan terbaik Jerman. Keadaan benar-benar berbalik. Saat dulu untuk mencari pengacara jujur membela hukum pun tak bisa Akram lakukan, tetapi sekarang telihat seperti membalik telapak tangan. Di situ Fierra memberi pengakuan akan apa yang dia lihat benar adanya. Penjahat itu muncul kembali kali ini bersama putranya.

Yang paling terkejut di sini adalah Helsy. Bagaimana bisa dunia sekejam itu mendedikasi sang mantan menjadi pihak tindak kriminal? Pantas saja marga Juwanda serasa tidak asing apalagi dirinya yang ikut dalam bahaya. Bukan apa-apa, selama ini Lean tidak menunjukkan sisi mengerikan itu. Hubungan satu tahun yang telah kandas patut Helsy syukuri.

"Berarti kalau penjahat itu muncul lagi, apa ada hal yang bikin dia belum puas?" Zaana dan Faldo akur untuk kali ini.

"Bisa jadi," jawab Faldo yang masih fokus membaca rentetan pengakuan pihak rumah sakit tertua di Jakarta yang pernah merawat Darma Yatatema.

"Tapi kok, Hartsa yang diincer? Emangnya salah dia apa coba?"

"Lo gak bakal ngerti gimana otak psikopat bekerja."

"Omo! Lean ganteng-ganteng psiko, ish!"

"Biadab bener ini penjahat sampai ngancem pihak rumah sakit bakal dibunuh berantai kalau berita aslinya bocor." Faldo mendengus kesal.

"Yang, liat deh di sini aku ganteng."

"Yang yang yang, kuyang!" Hartsa menoyor kepala Andrik yang katanya sih, balikan sama Delvi.

Hubungan Hartsa dengan Andrik sudah lama membaik. Sehari sehabis menerima bogem mentah itu mereka kembali bertiga meski awalnya Faldo si pihak netral bingung harus apa. Hartsa tidak butuh terapi khusus yang memakan banyak uang, cukup pembiasaan berteman lama dengan Faldo dan Andrik itu adalah awal yang bagus untuk membuang traumanya.

"Sa, Pega di mana?" sambar sang papa ketika Hartsa tengah asik adu lempar makanan ke mulut dengan Andrik.

"Katanya gak bisa dateng, dia ngurus berkas-berkas buat kuliah di luar negeri."

Jelas, Pega menghindari pertemuan itu lebih tepatnya. Ngomong-ngomong, Hartsa dan Pega masih sering bertukar kabar walau tidak sesering dulu. Bagaimana pun, bagi Hartsa orang yang berjasa membantunya keluar dari masa kelam adalah Pega. Rasanya tidak adil jika dia tak mampu membalas perasaan gadis itu tapi dia juga meninggalkannya.

ATTESA [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang