2.2

1.5K 239 10
                                    

Setelah lewat 2 minggu, aku lebih kuat menghadapi realita bahwa aku dan Harry memang tidak digariskan untuk bersama. Kalau diibaratkan kapal dan pelabuhan, aku tidak tinggal tetap disana, aku hanya diberikan kesempatan untuk bersinggah. 

Aku bahkan sudah bisa berkomunikasi normal dengannya. Walaupun semuanya sudah berubah, tidak akan ada yang bisa kembali seperti sedia kala. Saat bekerja kelompok di aneka tugas sekolah, aku dan dia sudah tidak sedekat dulu, dan bahkan tidak banyak berkomunikasi. Itu yang menyebabkan aku sudah berhenti (lebih tepatnya dalam proses mencoba untuk berhenti) mencintainya. 

Hari ini, saatnya aku dan ketiga temanku termasuk Harry mempresentasikan tugas yang sudah kami persiapkan belakangan ini. 

Sesi presentasi ditampilkan dengan baik, dan kini saatnya menjawab pertanyaan. Keempat dari kami harus menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan anggota kelas.

"Isla, pinjem handphone lo dong," ucapnya. Aku pun menyodorkannya handphoneku. Ia pun berselancar di internet untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang diperuntukan kepadanya. 

"Harr, handphone gue dong," ucapku memintanya balik. 

"Ga mau. Gue mau jawab pertanyaan yang ini," tolaknya.

"Ya lo jawab yang itu, gue juga mau searching, kali boss."

"Oh iya, ya," ucapnya sambil mengembalikan handphoneku.

"Dasar boss," ledekku. 

"Oh iya dong, gue mah udah besar jadi bos besar," ucapnya dengan bangga. 

"Bos besar gadungan?" ledekku. 

"Bukan, bos perusahaan besar," ucapnya lagi. Belum sempat aku menanggapinya dengan ledekan, ia sudah mendahuluiku dengan berkata, "tapi lo jadi istri gue ya." 

"Lo gila? Gue dibunuh Sierra nanti," ucapku.

"Ga mungkin. Yang penting lo jadi istri gue ya," ucapnya. 

**

Gimana gue mau move on kalo lo selalu membuat gue jatuh kembali, Harr? 

Beautiful Mistake ✕ stylesWhere stories live. Discover now