20 - I Like All Your Treat

10.1K 964 45
                                    

Hari ini cukup indah untuk dijalani. Cahaya mentari pagi dan kicauan burung membuat pagi ini menjadi lebih berwarna. Varel dengan senyum indahnya keluar dari rumah. Di tubuhnya sudah terpakai seragam sekolahnya dengan rapi. Matanya terfokus ke depan pagar. Seorang pria berdiri di samping motornya dengan seragam yang sama dengannya. Dengan penasaran yang penuh ia menjumpai pria itu.

"Udah sembuh?" tanya Varel saat sudah sampai di depan pria itu. Dia adalah Revan.

Bukannya menjawab, Revan malah menarik tangan Varel lalu meletakkannya ke jidat. Menyuruh Varel menyimpulkannya sendiri.

Dengan perlakuan itu, Varel awalnya sedikit terkejut lalu mulai bisa menyimpulkannya. Ia meraba kening Revan lalu tangannya yang satu memegang keningnya. Dengan keyakinan yang penuh yakin bahwa pacarnya itu sudah sembuh. Karena, suhu badan mereka hampir sama. Ditambah lagi, wajah Revan sudah tak terlihat pucat. Bisa dibilang, Revan sebenarnya masih dalam pemulihan, cuma gak kelihatan aja.

"Aku izin sama papa dulu," ucap Varel. Ia sudah tau maksud Revan datang ke rumahnya ialah ingin berangkat bareng dengannya.

Revan hanya mengangguk sambil tersenyum. Pria tampan dan lucu yang tadinya di hadapannya itu langsing berbalik dan masuk ke dalam rumahnya.

Setelah kepergian pria itu, matanya seketika kembalu fokus pada mobil yang terparkir di sana. Senyumnya indah d wajahnya tadi seketika berubah kembali seperti biasanya. Perasaannya berusaha untuk meyakinkan bahwa itu hanya kebetulan. Tapi, tidak. Semua itu tak bisa dijelaskan. Revan semakin tak yakin dengan semua ini. Pikirannya sudah mulai tak karuan.

Varel keluar dengan semangat 45. Ia mendekat ke Revan sambil tetap melemparkan senyumnya. Revan yang tadinya berpikir terlalu banyak langsung mengalihkan pandangannya ke Varel dan ikut mengembangkan senyumnya. Berlagak seolah ia terlihat baik-baik saja. Walaupin, pikirannya kini sedang tak  baik-baik saja.

"Berangkat?" tanya Revan.

"Iya."

Revan mengambil helm nya lalu memakaikannya ke kepala Varel. Setelah helm itu terpakai, ia memegang kedua bahu kekasihnya itu. Dipandanginya tanpa henti sampai Varel merasa bingung dan mulai bertanya.

"Kenapa?"

Dengan senyumnya, Revan menjawabnya. "Ganteng," Ia memegang dagu Varel lalu mencubinya gemas.

Berlagak seperti patung, Varel hanya terdiam dengan perasaan yang campur aduk. Senang, gugup dan bingung. Semuanya bercampur aduk membuat Varel bingung harus apa dan ia hanya bisa tersenyum.

Varel naik ke atas moto Revan. Pria itu langsung memutar kunci motornya lalu mulai menaikkan giginya. Setelah itu menarik gasnya.

***

Revan duduk dengan santai di kursinya. Masih dengan kebiasaan lama. Telinganya masih tersumpal dengan earphone putih miliknya. Matanya tertutup menikmati lantunan indah suara Raisa yang menyanyikan lagu Mantan Terindahnya.

Sebagai sahabat lama, Reza tak lagi heran dengan sikap itu. Ia menatap Revan. Ingin rasanya menerkam manusia ini. Cukup sabar dia bisa berteman dengan manusia es batu seperti Revan. Tapi anehnya, pria itu berubah total jika bersama dengan Varel. Sikap dinginnya hilang. Varel juga gitu. Tapi bedanya, Varel lebih banyak ke membisu atau mematung. Pokoknya, kedua manusia itu berbeda kalau sudah bersama.

Mata Revan terbuka sempurna setelah merasakan earphone nya ditarik dari telinganya. Ia langsung menatap Reza yang dengan posisi menghadapnya dan penuh dengan tanya.

"Lo ikut kan holy school?" tanya Reza.

Revan mengambil earphonenya lalu meletakkannya di atas meja. Kemudian matanya kembali menatap Reza. "Kalau Varel ikut," jawabnya.

Love Addictive [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang