36 - Pretending

7.3K 854 37
                                    

Suasana sekolah masih sama seperti biasa. Banyak dari mereka yang masih memaksakan diri untuk datang ke gedung yang bertuliskan SMA Bangsa itu. Walaupun sebenarnya hati dan jiwa mereka tidak merestui. Selain itu juga otak mereka masih berusaha untuk mencerna setiap pelajaran yang mereka dapat. Yang penting sekolah.

Berebeda dengan Varel, anak itu sangat suka yang namanya belajar. Bahkan, sehari saja remaja itu tidak masuk sekolah, atau tidak masuk kelas, maka ia akan cemas 7 turunan. Seperti karantina olimpiade waktu itu. Dia memaksa Yulia untuk mencatat dan menjelaskan semuanya ke Varel. Tapi sampai sekarang, anak itu masih belum menjelaskan ke Varel tentang pelajaran yang tertinggal.

Sejujurnya, itu tidak jadi masalah bagi Varel. Karena dia juga belajar di rumah. Jadi Varel itu susah. Harus sudah profesional yang bisa melakukan hal rutinitas Varel. Pagi sampai siang, sekolah. Sore, istirahat. Malam, belajar. Begitu seterusnya.

Tapi.

Keajaiban terjadi. Rutinitas Varel berubah. Yang awalnya belajar, kini adalah mengurus Revan. Mereka bahkan belajar bersama. Keinginannya untuk membuat Revan ingat tentang dirinya sangatlah besar. Bahkan, sampai melakukan beberapa cara.

Seperti saat ini, Varel sedang duduk di kursinya Reza. Anak itu nurut aja dari pada si tuan es marah. Karena, waktu lupa ingatan pun, Revan selalu memprioritaskan Varel. Gitu sih menurut pengakuan Reza.

"Kamu udah baikan?" tanya Varel. Ia melihat pria yang di sampingnya itu duduk diam sambil menulis sesuatu di bukunya.

"Lumayan."

"Ehm... Kamu udah ingat aku belum?"

Tangan Revan berhenti. Ia sedang mencatat tugas yang baru saja diberitahu Reza kalau ada tugas untuk hari ini. Hal itu sempat membuat nyawa Reza hampir saja hilang.

"Belum."

Varel menghela nafas. Ia seperti sudah mulai bingung cara mengembalikan ingatan kekasihnya itu. Ini sudah termasuk lama, padahal ia sudah menunjukkan semua hal tentang mereka. Ingatan anak itu belum pulih juga.

Dengan perasaan putus asa, Varel cemberut sambil melihat Revan yang masih terus mencatat. Terlihat rahang Revan yang tegas dengan lekukan hidung mancung yang sempurna serta bulu mata yang panjang dan memukau. Ia sangat tak tahan melihat visual pria yang sekarang secara nyata sudah menjadi kekasihnya itu.

"Apa?" tanya Revan.

"Kamu kok belum ingat sih?" Varel masih dengan ekspresi manyunnya yang sangat menggemaskan menurut Revan.

Dari hati yang paling dalam, Revan sudah tidak tahan melihat wajah lucu dari remaja yang di sampingnya ini. Kalau saja ini bukan sekolah, mungkin dia sudah melumat bibir manyun itu dengan lembut. Kalau boleh sampai ganas dan menimbulkan nafsu. Revan sudah tak tahan.

"Jangan manyun," ucap Revan. Ia mengalihkan matanya berusaha untuk tidak melihat wajah menggemaskan itu.

"Kenapa?"

"Aku gak kuat."

"Hah?"

"Udah, jangan manyun!"

"Oh, iya-iya."

Revan lanjut menuliskan tugasnya yang sudah hampir selesai. Ia mencatat dengan hati yang sangat berantakan. Untungnya suasana kelas masih sepi. Mereka masih pada di kantin dan ini jam istirahat.

"Nanti kalau ingatanmu udah balik, kabarin aku ya."

"Hm."

"Ingatanku udah balik sayang," dalam benak Revan. Ia masih gak berani melihat manusia yang di sampingnya itu. Karena, ia takut kebablasan. Wajah itu terlalu lucu. Takut kepura-puraannya jadi terbongkar.

Love Addictive [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang