07 - Karena Lo

15.7K 1.6K 64
                                    

Pikiran Varel akan rooftop sekolah kemarin membuat dia menjadi susah fokus setiap kali melakukan aktifitas. Kemana pun ia pergi, apapun yang dilakukannya, yang selalu terpikirkan adalah Revan. Kalau Varel memejamkan mata pun, wajah Revan  yang selalu muncul. Semuanya tentang Revan.

Varel masih meragukan semua itu. Ia tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Tapi sekalinya jatuh cinta, cinta itu tidak bisa ia kendalikan. Sesungguhnya, Varel tidak tau defenisi cinta itu apa. Tapi, ia bisa pastikan, sepertinya ia sedang perlahan merasakannya. Tapi, Varel masih ragu.

Sekarang Varel tengah duduk di kursi sambil mengerjakan soal fisika yang diberikan Pak Ardito. Ini adalah karantina hari ke sekian. Bisa diperkirakan, minggu depan adalah Hari-H dari olimpiade nasional. Pak Ardito sudah mulai semakin melatih kemampuan Varel, Bara dan Lia.

Jadwal karantina mereka sudah bertambah menjadi 3 kali dalam seminggu. Setiap hari Senin, Selasa dan Kamis. Lagi-lagi, Varel akan ketinggalan banyak pelajaran. Sejujurnya, ia sangat tidak suka jika harus ketinggalan pelajaran. Tapi, apa boleh buat, toh juga ia sedang berjuang untuk sekolahnya. Jadi, itu tidak jadi masalah.

Soal yang dikerjakan kali ini sebanyak 100. Mereka masih masuk dalam kategori medium. Varel masih santai mengerjakan soalnya. Dengan teliti dan penuh percaya diri.

"Sudah pak," ucap Varel. Ia meletakkan pulpennya. Pak Ardito yang masih menunggu di depan langsung berdiri dan mengambil lembar jawaban dari Varel.

"Yaudah, kamu boleh istirahat, nanti bapak periksa."

"Baik pak."

Varel berjalan menuju pintu kelas. Ketika membuka pintu dan keluar dari kelas, ia mendapati Revan yang kini berdiri sambil bersandar. Tepatnya disamping pintu. Seketika ia terkaku dan menatap Revan dari atas sampai bawah.

"Lo... Ngapain?" tanya Varel.

"Nunggu."

"Nunggu siapa?"

"Orang spesial."

Varel tak bisa menjawab. Bibirnya mendadak kaku tak bisa bergerak. Matanya tetap menatap Revan yang juga mentapnya. Pria itu ganteng sekali. Varel tak bisa menyangkalnya karena itu memang nyata.

"Karantinanya udah?" tanya Revan.

"Lagi istirahat."

Di tengah perbincangan Revan dan Varel, tiba-tiba Bara keluar dari kelas. Mata Revan dan Varel langsung beralih ke pria yang kini sudah berdiri diantara dua pria itu.

Bara melihat Revan kemudian beralih ke Varel yang kini menatapnya juga.

"Rel! Makan yuk!" ajak Bara.

Varel ingin menjawab. Tiba-tiba Revan membuatnya terbungkam.

"Dia bareng gue!," ajak Revan yang langsung menarik tangan Varel.

Mereka berlalu meninggalkan Bara yang sedikit kebingungan. Ia melihat kepergian Revan dan Varel yang semakin lama semakin menjauh.

-------------Di kantin

Kantin masih terlihat sunyi. Karena sekarang masih jam pelajaran, jadi belum ada siswa yang mengisi kantin ini. Walaupun ada beberapa orang yang membuat kantin ini tidak begitu sunyi.

Sampai di meja kantin, Revan mendudukkan Varel di kursi.

"Lo mau mesen apa?" tanya Revan.

"Ha? Eh... Ba... Bakso."

"Minumnya?"

"J... Ju... Jus jeruk."

"Okey tunggu di sini."

Love Addictive [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang