14. Inferiority Complex

798 177 90
                                    

Hee Sae menghentikan langkahnya sesaat sebelum ia memasuki pintu masuk supermarket. Memorinya berkelana mengingat kejadian terakhir saat ia menjejakkan kakinya di sini.

"Jangan-jangan mereka masih mengingat kejadian memalukan itu?" ringis Hee Sae was-was. Ia teringat bagaimana hebohnya ia berkoar-koar di depan umum saat memergoki Baekhyun berbelanja dengan Taera di sini. Meski ia dalam posisi yang tal patut disalahkan, tetap sajab ia ikut dipermalukan di depan umum. Ah, Hee Sae ingin menghilang saja bila mengingat kejadian itu!

"Lebih baik aku berbelanja di tempat lain ketimbang viral lagi," putusnya setengah hati. Tahu begini ia membawa kendaraan pribadi saja ketimbang berjalan kaki. Hee Sae jadi harus mengeluarkan koceknya lebih dalam lagi untuk naik transportasi umum. Bukannya ia tidak memiliki uang, biaya hidupnya masih ditanggung Baekhyun sepenuhnya. Namun tetap saja ia gengsi bila pengeluarannya terlihat berlebihan. Hee Sae tidak mau dianggap bergantung sepenuhnya pada Baekhyun. Terlebih situasi mereka kini jauh berbeda dengan yang dulu. Begini-begini Hee Sae memiliki harga diri tinggi.

Sial! Mengingat Baekhyun membuatnya kembali sesak. Tidak lucu rasanya menangis di siang bolong apalagi di depan tempat umum seperti sekarang. Bisa-bisa Hee Sae menjadi tontonan lagi.

Lantas ia mulai mundur teratur. Berbalik arah sembari berpikir supermarket lain di sekitar sini yang sekiranya bisa ia jangkau. Namun ide lain menginterupsi isi otaknya.

"Asa! Kenapa tidak sekalian aku ke Lotte Mart saja? Hitung-hitung aku bisa mengulur waktu lebih lama berada di luar ketimbang harus menghabiskan waktu di apartemen bersama Jun Oppa yang sedang sensitif," monolognya riang. Ia juga merasa butuh refreshing menyegarkan pikiran saat ini. Hee Sae mengamini idenya barusan lantas mulai berjalan menuju halte untuk naik ke bus ke arah Jung-gu.

Baru saja Hee Sae mendaratkan bokong di kursi yang disediakan halte, ponselnya berbunyi. Hee Sae merapalkan doa dalam hati berharap itu bukan Junmyeon yang memanggilnya untuk segera pulang. Napasnya sudah kembang kepis namun layar ponselnya menunjukkan nama lain yang justru membuat kedua bilah bibirnya menganga lebar. Nama yang lebih membuatnya jantungan hingga berpikir telepon dari Junmyeon terasa puluhan kali lebih baik.

"Yeobseyo, eomma," sapa Hee Sae hati-hati. Ia melanjutkan ucapannya berniat berbasa-basi. "Apa kabar eomma?"

"Kenapa kalian lama sekali tidak ke rumah? Datanglah ke rumah sekarang juga. Aku membuat kimchi terlalu banyak jadi kau bisa membawanya. Putraku juga pasti merindukan masakan ibunya."

Hee Sae meringis ngilu seraya mengiakan dengan terpaksa sebelum Nyonya Byun―ibu mertuanya memutus telepon secara sepihak. Beliau memang sukar berbasa-basi. Ia menutup telepon tanpa aba-aba sebelumnya.

Seketika lutut Hee Sae melemas diiringi dengan kedua bahunya yang merosot loyo. Bus yang ia nanti pun ia abaikan keberadaannya hingga kendaraan beroda empat tersebut kembali melanjutkan perjalanan meninggalkan Hee Sae yang masih tercenung.

"Bagaimana ini?! Aku harus bagaimana??" erangnya frustasi.

Hee Sae tiba-tiba berteriak sendiri hingga membuat kumpulan anak SMA di sekitarnya menatapnya ketakutan sebelum akhirnya berlari pergi

🍃🍃🍃

"Apa benar semua itu Baekhyun yang mengirimnya untuk Hee Sae?"

Junmyeon menatap penuh selidik pada Chanyeol yang kini bagai kucing garong kepanasan. Chanyeol sudah meluruskan kesalahpahaman ini meski ia sangsi Junmyeon akan 100% percaya padanya.

"Atau kau hanya menutupi kesalahanmu dengan menumbalkan Baekhyun?" selidik Junmyeon. Tak lupa memasang tatapan memincing curiga.

"Astaga Hyung, aku di sini hanya menjadi tumbal!" erang Chanyeol setengah merengek. Ingin sekali rasanya Chanyeol membenturkan kepalanya ke tembok sekarang juga. Situasi ini sungguh menjepitnya. Membuatnya serba salah. Ini gara-gara Baekhyun yang kurang mengoordinasikan situasi apartemen Hee Sae padanya sebelum menyuruhnya membawakan bunga.

𝐈𝐧𝐟𝐞𝐫𝐢𝐨𝐫𝐢𝐭𝐲 𝐂𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐱 [Sudah Terbit]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang