Vista Aulia Putri

132 31 8
                                    

Gadis cantik berambut sebahu dengan poni dipotong lurus duduk di panggung aula sekolah. Ia tidak lagi mengenakan seragam putih abu-abu melainkan telah berganti menjadi kaos dan celana pendek berwarna senada. Ia sedang mengikat rambutnya dengan acak saat rekan rekan ekskul tarinya memasuki aula.

"Vista, seperti biasa selalu on time" kata Anggun yang merupakan ketua ekskul dance.

"Gue dateng sebelum waktu latihan dan gue akan pulang tepat waktu," kalimat tersebut diakhiri dengan senyum jahil "oke?"

"Sudah bisa ditebak, dia pasti mau jalan sama pacar tersayangnya itu. Ya karena lo sudah pro ya boleh lah."

"Ibu ketua kami memang yang terbaik."

Mereka berlatih hingga pukul 5 sore. Vista memang merupakan salah satu dancer terbaik di sekolah, tidak hanya dance modern tetapi Vista juga ahli dance tradisional. Setelah alarm berbunyi, Vista mengambil jaket dan tasnya kemudian pergi meninggalkan aula sambil melambai kearah teman temannya yang masih beristirahat.

Vista dan Yudha bertemu di sebuah kafe yang sering mereka kunjungi. Berbeda dengan Vista yang terlihat sangat antusias, Yudha justru terlihat tidak nyaman. Berbagai ekspresi Yudha sudah Vista kenali tapi tidak dengan yang satu ini. Yudha terlihat sedih, khawatir, dan takut.

"Aku mau ngomong serius sama kamu" kata Yudha dengan kepala tertunduk kemudian diakhiri sebuah senyuman pahit.

"Kamu sakit ya? Kan udah aku bilang jangan sering begadang" jawab Vista sambil menyentuh kening Yudha.

"Vista, aku....." kalimat Yudha terputus saat es the manis pesanan mereka datang.

"Kamu tuh gak boleh minum es, nanti tambah sakit gimana?"

Vista menghentikan tangan Yudha yang bergerak meraih gelas berisi es teh. Raut wajah Yudha berubah serius dan tangannya bergetar. Vista yang menyadari perubahan pada wajah Yudha akhirnya menyibukkan diri dengan es tehnya.

"Aku mau mulai sekarang kita temenan aja."

"Apa?" Vista menghentikan kegiatannya menyeruput es teh dan wajahnya berubah serius. "Aku salah apa? Kamu masih gak suka aku ikut dance?" Mata Vista memerah, ia berusaha keras menahan tangisnya.

"Aku seharusnya gak punya pacar Vista. Aku sudah belajar cukup banyak sekarang. Aku mau kita kembali jadi teman." Yudha menatap Vista dengan tulus.

Saat ini Yudha sedang belajar di lingkungan pesantren milik keluarganya. Menurut Yudha hubungan mereka yang berawal dari pertemanan sebaiknya berakhir dengan baik agar mereka bisa kembali menjadi teman. Vista mengerti maksud Yudha tetapi ini sangat tiba-tiba. Vista tidak bisa menerimanya. Vista hanya menunduk dan terdiam.

"Aku harap kita bisa jadi teman baik" Yudha beranjak dari kursinya kemudian menyentuh puncak kepala Vista.

Yudha tahu hal berikutnya yang akan terjadi, sebelum Vista menangis Yudha memilih untuk pergi.

"Oh iya, aku suka kamu ikut dance. Kamu keren kalo lagi dance." Setelah mengucapkan itu Yudha benar benar pergi meninggalkan Vista.

Tangis Vista pecah. Yang tersisa kini hanya Vista dan dua gelas es teh yang berembun.


Setelah Yudha meninggalkan kafe, ia segera menelepon seseorang.

"Vito, aku mau minta tolong. Hari ini aku sudah selesaikan semuanya. Kamu bisa jemput Vista di kafe Melati? Terima kasih." Panggilan telepon pun berakhir.

Tidak lama setelah Yudha pergi, seorang lelaki berdiri di depan Vista yang saat ini sedang menangis. Laki- laki itu duduk di depan Vista kemudian menopang wajahnya dengan satu tangan.

"Lo diputusin?" Lelaki itu mengetuk meja beberapa kali karena tidak mendapat jawaban dari Vista.

"Iya, senang lo lihat kembaran lo menderita. Jangan senyum-senyum." Tangis Vista sudah mereda. Kini ia sibuk menghapus air matanya dengan tisu.

"Lo itu udah jelek, kalo nangis tambah jelek tau gak."

"Heeh, kita itu kembar, kalo gue jelek lo juga jelek dong." Vista yang kesal melemparkan tisu bekas kepada Vito.

"Mau es krim? Gue yang traktir." Vito masih tersenyum jahil.

"Bener traktir ya?"

"Tapi bohong hahahaha, kan uang lo lebih banyak, lo yang traktir dong."

"Bodo amat. Malas ah, pulang aja."

Dalam perjalanan pulang, Vito menghentikan kendaraannya di sebuah minimarket dekat rumah mereka dengan alasan untuk membeli camilan. Tetapi setelah Vito keluar dari minimarket Vista merasa tersentuh karena kembarannya ternyata membeli satu box besar es krim.

"Terima kasih kembaranku sayanng."

"Gak usah terlalu pede, ini gue beli buat diri gue sendiri."

Vista tahu kembarannya sangat mengerti perasaannya karena itu ia berusaha menghibur dengan membeli makanan favorit mereka tapi karena kesal ia memukul punggung Vito.

"Kembali kasih." Vito justru membalas pukulan Vista dengan senyum. Ia merasa lega karena berhasil membuat kembarannya merasa lebih baik.




Terima kasih sudah membaca :)

#30DayWritingChallenge #30DWCJilid23 #Day4

LELUCHON ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang