Proses

65 23 0
                                    


Hari Jumat dipilih sebagai hari latihan bersama untuk mempersiapkan penampilan pada Pentas Seni. Pada awal latihan ditemukan banyak kendala dan hambatan, mulai dari peserta yang belum siap, anggota kelompok yang tidak lengkap, pemeran drama yang tidak membawa naskah bahkan ada yang sengaja pulang dengan alasan waktu penampilan yang masih sangat lama. Ketua dari masing-masing kelompok mulai mengidap sakit kepala dadakan.

Setelah diberi waktu dua minggu untuk latihan dan evaluasi mandiri, hari ini latihan akan langsung diawasi dan dinilai oleh guru bahasa Indonesia dan Bunda. Evaluasi ini dipimpin oleh penanggung jawab penampilan yaitu Leony. Semua orang dari setiap kelompok berharap mereka dapat menampilkan penampilan terbaik dan memukau. Kelompok tari tampil sebagai pembuka dan tidak sesuai harapan, mereka tampil dengan sangat kacau karena belum ada yang menghafal koreografi secara keseluruhan. Banyak mata menatap pada Leony seperti meminta perlindungan.

Penampilan selanjutnya adalah kelompok musik. Mereka menunjukkan sebuah penampilan yang bahkan tidak dapat disebut sebagai penampilan. Dimulai dari beberapa instrumen yang terdengar tidak sesuai dengan ketukan kemudian ditambah dengan beberapa orang yang tidak mengingat bagian tertentu sehingga membuat penampilan mereka menjadi sangat mengecewakan. Padahal ada beberapa anak yang sangat bisa diandalkan dalam bidang musik di kelompok itu.

Yang terakhir adalah penampilan kelompok drama. Semua orang tentu berharap banyak pada kelompok ini karena kelompok ini ditangani langsung oleh sutradara. Setelah kelompok drama tampil, bukannya tepuk tangan yang diterima melainkan tatapan kecewa yang terlihat jelas dari anggota kelompok lain.

Wajah bunda mulai memerah dan dengan mata yang menatap lurus ke arah Leony yang berdiri di depan kelas setelah menutup penampilan drama, akhirnya Bunda buka suara.

"Kenapa ini bisa terjadi? Banyak anak berbakat di kelas ini, tapi apa yang sudah kalian tampilkan?"

Semua anak terdiam dan menundukkan kepala, termasuk Leony yang sudah menundukkan kepala dan memposisikan tubuhnya dengan posisi istirahat di tempat.

"Kalian mau coba tantangan baru? Dan kalian lihat hasilnya. Untuk evaluasi bulan depan, jika penampilan kalian tidak lebih baik dari hari ini maka kelas kalian akan saya blacklist dari Pentas Seni. Apa gunanya punya banyak pemimpin di kelas ini jika mengatur diri sendiri saja kalian tidak mampu. Kelas hari ini cukup." Bunda berjalan cepat meninggalkan kelas bahkan sebelum waktu pelajaran usai.


Suasana kelas masih hening. Hal ini merupakan pukulan besar bagi semua kelompok. Leony meminta maaf di depan kelas kemudian membahas semua masalah yang ada pada setiap kelompok. Dimulai dari kelompok tari, Anggun menyatakan jika mereka membutuhkan pelatih yang kompeten karena Anggun tidak mampu melatih dua kelompok tari sekaligus. Tanpa diskusi panjang, seluruh anak setuju untuk memberikan pelatih pada kelompok tari.

Kemudian berlanjut pada kelompok musik, Vivi yang merupakan ketua kelompok musik meminta tolong untuk diawasi oleh sutradara pada setiap latihan karena Vivi merasa kesulitan untuk mengontrol anggota lelaki di kelompok musik. Dengan senyum sinis, sutradara melihat satu persatu anggota team musik.

"Kalian akan semakin sering ketemu gue."

"Yaah, gak bisa cabut inimah." Catur terlihat kecewa.

"Kak, ikut latihan band juga dong supaya ada yang kasih masukan."

"Kita juga belum punya gitaris, Renzo dan Atha sudah ikut drama. Untuk basis, Novi masih dalam tahap belajar, mungkin Fras bisa bantu." Vivi kembali membahas masalah lainnya.

"Kira-kira anggota musik ada yang bisa mengisi posisi gitaris?"

"Kalo perempuan boleh, Kak?" Fatim mengacungkan tangan malu-malu.

"Tentu boleh, selama mau belajar siapapun boleh." Leon tersenyum penuh harapan.

"Renzo dan Atha tolong bantu latihan kelompok musik ya."

"Siap, Kak." Atha memamerkan senyum dengan deretan gigi yang terpampang.

"Boleh, nanti gue sama Atha pasti bantu."

"Gue gak dimintain tolong nih?" Fras bertanya dengan nada protes.

"Iya Fras juga bertugas membantu posisi bassis ya."

"Siap, Kak." Fras mengangkat tangannya membentuk posisi hormat.

Selanjutnya adalah kelompok drama. Sutradara mempersilahkan anggota untuk mengungkapkan masalah masing-masing. Ternyata masalah utamanya adalah hampir seluruh pemain kesulitan untuk mendapatkan waktu menghafal naskah. Kebanyakan dari anggota drama adalah anak-anak yang aktif di organisasi dan kegiatan olahraga bahkan beberapa dari mereka merupakan atlet. Akhirnya metode untuk latihan drama dimodifikasi agar semua pemain mendapatkan waktu untuk menghafal bagiannya masing-masing.


Lonceng istirahat berbunyi, sebagian sudah ada yang sibuk membuka bekal dan sebagian lain sudah menuju ke kantin. Atha dan Ardi berjalan menghampiri kursi Leon dan Vista yang berada di depan kursi Ren dan Fras.

"Boleh makan bareng gak?" Atha bertanya, seperti biasa dengan senyum yang memperlihatkan seluruh gigi bagian depannya.

"Boleh, sini." Vista menyambut Atha dengan antusias.

"Kami boleh gabung?" Fras maju menghapiri Leon dan Vista yang sedang mengatur meja untuk bersiap makan.

"Boleh, lebih rame lebih asik."

"Kalian geser dulu dong, biar mejanya disatuin." Fras menarik Leon dan Vista keluar dari tempatnya.

Dengan sigap Ren, Atha dan Ardi menggeser meja Leon dan Vista menjadi satu dengan meja Ren dan Fras. Mereka sekarang memiliki meja besar yang terdiri dari empat meja yang disatukan. Kursi disusun mengelilingi meja tersebut.

"Sebelum kita menikmati makanan yang sudah tersaji di hadapan kita, mari kita berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing." Ardi memimpin doa dengan hikmad.

"Gue gak pernah menyangka bisa makan sama kalian." Vista berkata secara tidak sadar.

"Kita kan sudah pernah makan bersama waktu buat iklan kopi." Jawab Ardi diikuti dengan gelengan kepala.

"Ya gue gak nyangka aja bisa dekat dengan kalian, orang-orang populer."

"Lo juga populer Vista." Leon menjawab sambil menyenggol lengan Vista yang sedang memegang sendok yang menuju mulutnya.

"Ups, sorry."

Semua orang tertawa melihat ekspresi wajah kesal Vista yang baru saja dijahili oleh Leon. Tanpa mereka sadari ada sebuah rasa yang tumbuh di antara mereka.


Carratha Gunandar yang semangat mau makan bareng

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Carratha Gunandar yang semangat mau makan bareng.


Terima kasih sudah membaca ;)

#30DayWritingChallenge #30DWCJilid23 #Day15

LELUCHON ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang