Bunda Renzo belum pernah melihat anaknya seceria ini sebelumnya. Akhir-akhir ini Renzo sering tersenyum dan terlihat lebih ramah pada orang lain. Berbeda dengan Renzo yang dulu selalu murung saat pulang sekolah.
"Sepertinya ada hal baik yang terjadi. Bunda lihat kamu senyum-senyum gitu. Habis menang tanding bola?" Bunda mendekati Renzo yang sedang melepaskan sepatunya di teras rumah.
"Lagi senang, Bun. Kelompok aku dipilih sebagai kelompok dengan iklan terbaik satu angkatan. Jadi nilai praktik bahasa kelompok kami semester ini pasti sempurna. Kan jarang-jarang aku dapat nilai sempurna."
"Wah, bagus dong. Bunda bangga sama kamu."
Renzo meletakkan sepatunya di rak yang berada pada sudut teras, kemudian duduk di samping ibunya.
"Besok Renzo undang teman-teman ke rumah. Boleh kan Bun?" Renzo sudah tahu pasti ibunya akan dengan senang hati menyambut teman-temannya tapi ia tetap memastikan.
"Teman-teman?" Bunda tidak bisa menyembunyikan raut terkejut di wajahnya. Renzo belum pernah sekalipun membawa teman-temannya ke rumah kecuali Edo yang merupakan tetangga mereka.
"Iya teman-teman kelompok aku yang menang itu, tapi ada yang lain juga sih. Gak apa-apa kan, Bun?"
"Ini benar teman-teman kamu? Maksud bunda, benar-benar teman?"
"Bunda, kok masih gak percaya sih. Mereka teman aku. Kalo Bunda gak percaya tanya aja sama mereka besok." Renzo sedikit kesal karena bundanya terlihat tidak mempercayainya.
"Bukan gitu, ini pertama kalinya kamu bawa teman-teman kamu ke rumah. Wajar dong bunda kaget."
"Bunda jangan cerita yang aneh-aneh loh ya."
"Iya."
"Janji." Renzo mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking bunda. Hal ini merupakan kebiasaan kecil yang Renzo dan bundanya miliki. Sejak kecil Renzo memang lebih dekat dengan bunda dibandingkan dengan ayah.
"Janji." Bunda tersenyum menatap anak sulungnya.
Cuaca hari ini tidak begitu cerah, hujan baru saja mengguyur. Seperti biasa, kolam cokelat di beberapa titik sekolah ini sudah terbentuk. Beruntung karena pembangunan jalan setapak yang dilapisi paving block sudah selesai minggu lalu jadi Renzo dan teman-temannya tidak perlu mengorbankan sepatunya bermandikan cokelat.
"Itu ngapain si Sri ikut segala?" Leon berbisik pada Vista yang berjalan di sampingnya.
"Atha yang ajak tadi. Katanya biar bisa akrab sama lo." Vista tersenyum geli melihat Leon yang tidak nyaman.
Setelah sampai di tempat parkir, Renzo menyapa Jinda dan Dika yang sudah berada di atas motor.
"Kalian mau kemana? Kok ramean?"
"Kami mau makan-makan ke rumah gue. Kalian mau ikut? Kan searah, sekalian aja mampir." Renzo mengajak Jinda dan Dika yang merupakan anggota OSIS.
"Pak ketos juga ikut?" Dika bertanya karena melihat Ardi yang ada di rombongan tersebut.
"Iya, yuk gabung aja. Kalian kan teman Leon juga."
"Oke deh. Kita ikut." Jinda mengangguk antusias.
Akhirnya motor mereka berjalan beriringan menuju rumah Renzo. Rumah Renzo terlihat sederhana dengan halaman yang cukup luas. Renzo yang tiba lebih dulu telah siap di halaman rumahnya untuk mengatur parkir. Ternyata bunda Renzo telah menyiapkan tikar besar yang terbentang di teras rumah yang cukup luas dan dapat menampung kurang lebih 10 orang.
Bunda Renzo berdiri di depan pintu rumah terlihat cukup terkejut melihat banyaknya teman yang dibawa Renzo. Setelah melepaskan sepatu dan mencuci tangan satu persatu teman Renzo menghampiri bunda dan memberi salam.
KAMU SEDANG MEMBACA
LELUCHON ✓
Teen FictionLeony Adiandra Rose terjebak diantara orang orang yang memiliki kisah masa lalu yang rumit. Apakah waktu akan membantu hubungan Leony dengan orang orang itu atau justru waktu membuat segalanya menjadi lebih rumit?