chapter 21 | complicated

2.8K 192 11
                                    

Aku merasa sangat bahagia dengan rumah tangga ku, tapi aku pun juga tahu lepas bahagia pasti ada badai, aku menyadari bahwa pria yang menikahi ku adalah yang fomous tidak hanya di batalyon bahkan sejak Asraf menjalani pendidikan perwira militer, puncaknya aku cemburu karena sampai saat ini Asraf belum mengatakan prasaanya pada ku, di tambah dengan sosok prempuan yang bernama Rani.

Aku tau sedikit dari cerita Mamah (ibu mertua aku) bahwa sejak remaja Asraf tidak pernah menjalin kasih dengan seorang prempuan manapun yah karena sifat dinginya itu, akan tetapi mengapa ada gosip tentang hubungan Asraf dengan Lettu Rani yang kandas gara gara kehadiran ku, jika satu Batalyon mengetahui tentang mereka itu mengartikan bahwa Lettu Rani adalah orang yang pernah sangat dekat dengan Asraf atu mungkin lebih dari itu terkadang saat aku menyadari bahwa kami dipersatukan tanpa adanya perasaan saling mencintai hal itu membuatku meringis miris.

Pagi ini, aku hanya mengaduk aduk sarapan ku sementara didepan ku Asraf hampir menyelesaikan sarapanya, tiba tuba Asraf melihat kearahku dengan heran refleks aku balas melihat kearahnya, pandangan Asraf beralih melihat piring sarapan ku yang masih banyak. "Kenapa?" Tanya Asraf dan aku malah gelagapan. "hahh, Apa."

Asraf semakin memincingkan matanya. "kenapa sarapanya belum dimakan?" Tanya Asraf dengan jelas.

"enghh, enggak gak papa kok tiba tiba gak selera aja." Jawab ku sesantai mungkin dengan tersenyum menghilangkan mimik perasaan riasau berharap Asraf percaya.

"Adek mikirin apa?" Ah semudah itu kah membaca raut wajah ku.

Gak ada salahnya demi menghilangkan perasaan gelisah ini, aku beranikan untuk bertanya pada Asraf mengenai apa hubungan dia dengan lettu Rani.

"Bang, Lettu Rani itu siapa?" tanya ku dengan ragu ragu memberanikan diti menatap kearah Asraf. Mungkin karena terkejut mendengar pertanyaan ku itu tidak menyangka akhirnya istrinya ini menanyakan seseorang dari masa lalunya refleks Asraf meletakan sendoknya balas menatap kearah ku. "Lettu Rani dia adik tingkat aku dulu waktu pendidikan." Setelah Asraf berujar begitu terjadi keheningan di ruang makan itu. Ya karena aku juga bingung mau merespon apa.

"itu aja? Atau masih ada yang mau kamu tanyain, kalo enggak ada Abang mau berangkat ke Barak." Lanjut Asraf dengan nada tidak santainya, sebenarnya masih ada pertanyaan di kepala ku, tapi melihat raut wajahnya ku urungkan. "enggak, gak ada kok itu aja." Balas ku tersenyum kearahnya, lalu dia pergi gitu aja mininggalkan ku dengan sarapan miliknya yang tinggal sedikit setelah mengucapkan salam.

Disini aku tersenyum getir rasanya pengen nangis akhir akhir ini aku merasa gampang tersentil saat ada sesuatu yang menyentuh perasaan ku, gak aku gak boleh nangis, seorang Ana mengeluarkan air matanya sungguh bisa bisa menjadi bahan bualan Nino

Siang ini aku libur setelah tadi malam jadwal ku jaga malam di Rs, tidak banyak aktivitas yang ku kerjakan siang ini hanya sedikit bersih bersih menyapu lantai dengan alakadarnya, tiba tiba saat aku sibuk menyapu terdengar deru mobil taksi yang berhenti tepat didepan halaman rumah, aku memincingkan mata untuk berpikir dan mengira ngira siapa gerangan yang datang tidak mungkin kedua mertua ku karena baru seminggu yang lalu mereka berkungjung.

Tidak akan ditemukan jawabanya siapa yang datang kecuali aku keluar dan melihatnya dan setelah pintu mobil di buka keluar wanita paruh baya yang sangat ku rindu dan di sebelahnya muncul Mba Anin istri Bang Azral yang kini perutnya kian membesar, lantas saja aku berlari kecil menghampiri keduanya, ini kali pertama mereka mengunjungi rumah Dinas Bang Asraf.

"Duh, anak Bunda." kalimat pertama bunda Saat Ana memeluk tubuh prempuan paru baya itu. "gimana kabar Bunda sama Ayah?" tanya Ana. "Alhamdulillah baik, Ayah enggak bisa ikut dateng ada urusan penting katanya, kamu sendiri sama Asraf gimana?" Ana tersenyum haru. "Baik Bun." Ana mengurai pelukannya dan beralih pada prempuan berperut buncit yang beediri disamping Bunda. "Mbak apa kabar?" tanya Ana sambil mengelus perut Mba Anin. "Baik kok dek." jawab Mba Anin sembari tanganya menunjuk kearah perut rata milik Ana dan bertanya. "gimana, udah belum?" Ana hanya tersenyum. "belummm Mba." jawab Ana. "iya sabar aja."

Untuk Mu KAPTEN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang