1

2.5K 360 27
                                    

Seokjin mengepak barangnya dengan cepat. Ia tidak yakin harus merasakan apa saat ini. Sedih, terkejut, bingung, semuanya berkecamuk menjadi satu di dalam dadanya.

Ia bahkan tidak memiliki waktu untuk bertanya pada Ayahnya tentang apa yang terjadi di Minneapolis, tentang Ibunya yang dibunuh oleh Ayahnya sendiri.

Apakah Seokjin harus memercayai Ayahnya?

"Pakai sabuk pengamanmu, Seokjin"

Seokjin tidak melawan, ia diam seribu bahasa. Sekujur badan Seokjin bahkan bergetar keras disebelah Ayahnya.

"Seokjin..?"

Ayahnya memalingkan wajahnya kearah Seokjin, tersadar bahwa buah hatinya sedang dilanda rasa takut yang teramat sangat.

"Maafkan Ayah, sayang. Ibu.... Ibumu... Ji-ah..."

Ayah terisak.

Seokjin mendongakkan kepalanya, mencoba memerhatikan wajah ayahnya yang kini penuh dengan kerutan. Seokjin dapat melihat bulir-bulir air mata bercampur keringat di wajahnya. Seokjin dapat merasakan perasaan bergejolak saat melihat ayahnya hancur saat ini.

"A-Ayah akan jelaskan...,"

Suara sirine tidak kunjung berhenti, Seokjin memandang keluar jendela mobil. Ayahnya benar. Minneapolis hancur. Semua tetangganya meninggalkan rumah, jalanan dipadati oleh mobil-mobil yang berusaha menyelamatkan diri dari malapetaka ini.

"Ini tentang jamur yang kau tanyakan tempo hari, Seokjin,"

Suara Ayahnya bergetar, Seokjin dapat merasakan rasa sakit di dalam suaranya. Dan Seokjin tahu, rasa sakit itu disebabkan oleh Ibunya, Ibunya yang kini telah tiada.

Karena Seokjin juga merasakan hal yang sama.

"Cordyceps. Jamur ini awalnya hanya dapat membunuh semut, Seokjin. Tetapi jamur ini bermutasi,"

Ayahnya memberi jeda, sembari memutar stir mobilnya untuk menghindari kendaraan-kenadaraan yang memblokir jalanan.

"Jika jamur ini menyerang semut, jamur ini akan merusak seluruh bagian otak semut dari dalam, dan mengambil alih otak semut tersebut. Lalu, semut akan mencari sinar matahari dan membiarkan jamur itu tumbuh menembus tengkoraknya"

Seokjin mengerjap, lalu kulitnya meremang. Itu mengerikan.

"Semut itu akan mati, tentu saja. Dan jamur itu akan berkekmbang biak, melalui spora"

Spora. Seokjin tidak tahu apa itu spora.

"Ah..," Ayahnya mengusap kepala Seokjin dengan lembut, "Kau tidak mengerti, bukan?"

CIIT.

Badan Seokjin terlempar kedepan karena ayahnya mengerem mobil dengan sangat mendadak.

"Oh, tidak. Sial, sial...,"

Tidak ada ruang di jalanan. Semua mobil berhenti bergerak, kemacetan terjadi dimana-mana.

"Hei! Keluar dari mobil! Mereka datang!"

Jantung Seokjin berdegup kencang begitu orang asing itu memperingati ayahnya. Seokjin dapat mendengar erangan dan ia melihat orang-orang berlarian. Tidak, bukan orang. Makhluk mengerikan itu.

"Ayah...?"

"Seokjin, ayo keluar dari mobil"

Ayah Seokjin dengan sigap mengambil tas ranselnya, lalu menggandeng tangan mungil Seokjin. Seokjin hampir tidak bisa berlari karena ricuhnya suasana saat itu. Semua orang berteriak, lari terbirit-birit, bahkan Seokjin dapat melihat beberapa orang yang terjembap lalu dicincang oleh makhluk mengerikan tersebut, mengucurkan darah dan dagingnya keluar. Seokjin berusmpah ia ingin memuntahkan isi perutnya saat itu juga.

"Seokjin, jangan dipandang. Ayo terus lari!"

Seokjin mengalihkan pandangannya dengan berat, lalu berlari dengan sangat kencang menyusul ayahnya yang kini tak jauh berada di depannya.

Seokjin yakin, ia akan mengingat malam ini sepanjang hidupnya sebagai malam yang paling kelam dan malam yang paling menjijikkan.

"Ayah! Awas!"

Satu makhluk menerjang ayahnya, "Sial!"

"Ayah!!"

"Mundur, Seokjin!"

Ayahnya mengerang keras, tetapi satu makhluk lagi datang, menerjang ayahnya dan menggigit hasta ayahnya dengan bebas, membuat ayahnya berteriak kesakitan.

Seokjin tidak bisa tidak berbuat apapun lalu memungut besi yang telah patah disampngnya, memukul dua makhluk mengerikan itu, lalu ayahnya dapat terbebas dari mereka.

"Sial...."

Mata Seokjin membulat. Ayahnya memiliki luka menganga yang sangat lebar, mengucurkan darah yang sangat banyak.

"Seokjin, lari!"

Tapi Ayahnya tampak tidak peduli, ia terus menggenggam tangan Seokjin dengan sangat erat, berlari melewati gang-gang kecil, memsuki bangunan-bangunan yang ditinggalkan begitu saja, mencari tempat yang aman.

"Sedikit lagi, sayang, sedikit lagi"

Seokjin menoleh kebelakang, dan ada tiga makhluk yang mengejar mereka.

"Ayah, dibelakang!"

"Oh, sial"

Tepat disaat makhluk itu nyaris mencengkram bahu Seokjin, makhluk itu ambruk disertai suara tembakan yang sangat memekakan telinga. Seokjin memejamkan matanya dan ia merasakan cairan yang memercik wajahnya.

DOR! DOR!

Dua tembakan lagi.

Seokjin membuka matanya, dan ketiga makhluk tadi terbaring, tidak lagi memiliki nyawa dihadapannya.

Napas Seokjin menderu, lalu ia menrasakan dekapan Ayahnya, "Kita aman, sayang. Kita aman"

"Jangan bergerak!"

Otot-otot Seokjin menegang, begitu juga dengan ayahnya. Ayahnya perlahan mengangkat tangannya.

"Berbaliklah"

Ayahnya dengan pelan membalikkan badannya. Seokjin berusaha bersembunyi dibalik badan kekar ayahnya, merasakan takut setengah mati karena pistol yang ditodongkan kearah ayahnya. Salah satu polisi datang menghampiri polisi yang sedang menodongkan senjatanya ke kepala ayahnya.

"Dia terluka" ujar pria itu, lalu pandangannya melayang kearah Seokjin, "Anak malang"

"Ayah...?"

"Diam dibelakangku, Seokjin. Dan jangan bergerak."

Salah satu polisi itu mendekat.

"Hei! Jangan sentuh anakku!"

"Tidak, aku hanya akan membalikkan badannya agar ia tidak melihatmu," Polisi itu memegang bahu bergetar Seokjin, "Dan mencegahnya mendengar tembakan"

"Apa maksudmu...?"

Polisi mengecek seluruh tubuh Seokjin, lalu kembali berdiri, memandang ayahnya yang masih mengangkat tangannya diatas kepala, "Maafkan aku, Tuan. Tapi ini perintah"

Polisi itu menutup telinga Seokjin, memastikan Seokjin tidak mendengar apapun.

"Setidaknya aku tidak akan membiarkanmu menjadi salah satu dari mereka, Tuan"

DOR!

..

Baru mulai aja udah tembak-tembakan:')

Next chapter aku bakal jelasin tentang virus ini, biar kalian ga lost waktu baca ceritaku. 

Tunggu terus updatenya ya! Thankiesssss<3

PetakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang