21

1.2K 210 36
                                    

"Kau-- apa?"

"Pemilik Savior"

Seokjin terperangah, kedua pipinya seakan ditampar oleh kenyataan yang sama sekali tidak masuk akal dalam kepalanya.

Seokjin diam seribu bahasa, tidak yakin akan respon yang hendak ia lontarkan pada Namjoon. Ia bahkan tidak tahu ingin bereaksi seperti apa.

"Seokjin?"

Menghela napasnya, Seokjin lagi-lagi berpikir.

Masih adakah rahasia dalam diri Namjoon yang belum ia ketahui?

"Jinseok--"

"Lanjutkan"

"A-Apa?"

"Kau perlu menjelaskan sesuatu lagi?"

.

.

.


12 Desember 2011

"Namjoon--"

"Jangan menyentuhku"

"Namjoon, dengarkan Ibu--"

"Tolong, hentikan."

Parkbom mendesah, menyenderkan punggungnya pada dinding gedung yang dingin sembari menatap anak semata wayangnya yang sedang dilanda badai bergemuruh dalam hatinya.

"Apa Ibu melakukan sesuatu yang salah?"

Namjoon tersenyum sinis, lalu terkekeh pelan, "Salah? Oh, tentu saja"

Namjoon mendongakkan kepalanya, lantas memandang Ibunya tepat pada kedua manik gelapnya.

"Kau tidak ada bedanya dengan Ayah"

Parkbom tertegun, "Jaga bicaramu, Namjoon"

"Jaga bicaraku, itu maumu?"

Namjoon mendesah keras, seakan beban dalam dadanya telah ditanggung dalam kurun waktu yang sangat lama.

"Katakan saja Ayah sudah berniat baik untuk tidak menyebarkan penyakit ini. Tetapi pada akhirnya Ayah gagal menjalani niat baiknya,"

Namjoon melumat bibirnya sejenak, "Tetapi, Ibu? Dengan kesadaran penuh, Ibu membunuh mereka semua! Mereka yang secara sukarela menjadi subjek penelitian!"

Kemarahan Namjoon tak dapat terbendung lagi, emosinya meledak ditengah lorong gedung yang diberi pencahayaan remang-remang.

"Dan, ini sudah berjalan selama dua belas tahun lamanya. Gila!"

Parkbom mengulum bibirnya, tak pernah ia menyaksikan buah hatinya meluapkan emosi seperti ini.

"Aku memang masih seorang anak kecil yang tidak mengerti apapun saat pertama kali aku menginjakkan kaki disini, Ibu. Tetapi sekarang aku sudah berumur tujuh belas tahun dengan otak yang kelewat cerdas untuk mencerna seluruh kegiatan busuk ini!"

Parkbom tahu betul, Namjoon akan bertingkah seperti ini cepat atau lambat, hati kecilnya terlalu suci, terlalu lugu ditengah-tengah petaka seperti ini.

"Namjoon, Ibu melakukan ini demi mengubah nasib dunia. Ibu melakukan ini juga demi menebus dosa Ayahmu!"

"Dengan membunuh lebih banyak lagi? Tidakkah itu membuat dosa Ayah semakin menumpuk?"

Namjoon berdecak keras, "Bukankah Ibu sudah melakukan puluhan-- oh, bahkan ratusan malpraktik? Tidakkah itu cukup untuk Ibu?"

"Namjoon--"

PetakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang