Seokjin telah mengganti bajunya, Namjoon membawakannya satu pasang kemeja berwarna cokelat tua dengan celana jeans berwarna hitam.
Sedangkan sepatu merk Adidas-nya bertengger di kedua kakinya.
Bagus, setidaknya Namjoon tidak melupakan pistol milik Seokjin satu-satunya. Pria ini sudah mengerti apa yang berharga untuk Seokjin.
Tunggu, itu terdengar mengganjal.
Seharian ini mereka hanya duduk termenung, tanpa berjalan kemanapun. Lagipula, Namjoon bersikeras kepada Seokjin untuk tetap beristirahat sebelum mereka beranjak pergi, entah kemana.
"Seokjin?"
"Hm?"
"Apa yang kau inginkan?"
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, aku sedang membawamu pergi, Seokjin. Tujuan utamaku adalah menjauhkanmu dari Savior,"
Namjoon mendesah, "Jika itu artinya aku harus menyembunyikanmu dan hidup bersamamu dalam bayang-bayang selamanya, aku akan melakukannya"
Seokjin tergelak, "Jangan terlalu dramatis. Kau tidak akan hidup selamanya bersamaku"
Namjoon menaikkan satu alisnya, "Oh, ya?"
Seokjin terkekeh, "Kau tahu, Namjoon?"
Namjoon memandang Seokjin ditengah gelapnya malam itu. Namjoon bersyukur ia memilih tempat yang tepat untuk berlindung.
Sebenarnya, bukan berlindung. Mereka berada diantara tumbuhan ilalang dengan pohon yang menjulang menutupi keberadaan mobil Ford milik Namjoon. Tetapi setidaknya berada diluar lebih baik daripada berada di dalam gedung.
Namjoon sangat merindukan udara segar dan ketenangan yang hanya terdapat di alam bebas.
"Ya?"
Seokjin keluar dari mobil, menyusul Namjoon untuk duduk dibawah pohon. Seokjin pikir itu akan cukup melegakan, menikmati angin malam.
Bersama Namjoon.
Seokjin menyilangkan kedua kakinya, lalu menggesek-gesekkan kedua tangannya.
"Taehyung,"
Namjoon dapat mendengar kegetiran dalam suara Seokjin.
"Aku pertama kali bertemu dengannya di kantor polisi"
"Hm? Kantor polisi?"
Seokjin mengangguk, "Taehyung bernasib sama sepertiku. Aku kehilangan kedua orang tuaku pada malam itu, dimana Minneapolis mengalami kerusuhan."
Seokjin mencabuti rumput-rumput kering dari tanah, "Kau pasti tahu. Seluruh Amerika hancur pada malam itu"
Hati Namjoon seakan mencuat. Ia tidak bisa mendengar cerita Seokjin. Tidak disaat ia bercerita tentang kedua orang tuanya yang tiada karena petaka ini.
Namjoon berkali-kali berdebat dengan dirinya sendiri, bahwa semua ini bukan salahnya.
Ini bukan salahnya.
"Ayahku ditembak mati saat polisi menemukannya. Ayahku memang digigit saat aku hendak menyelamatkan diri dengannya. Dia ditembak mati... dibelakangku. Polisi memutar balikkan badanku agar aku tidak bisa melihatnya,"
Tatapan Seokjin kosong, "Tetapi aku masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana suara tembakan itu"
Namjoon tertegun. Trauma macam apa yang Seokjin miliki? Ketakutan macam apa yang Seokjin miliki?
"Kau... tidak trauma? Tampaknya kau baik-baik saja dengan pistol el-diablomu."
Seokjin terkekeh, "Awalnya, ya. Mentalku sedikit terguncang tiap kali aku mendengar suara tembakan. Tetapi lambat laun, dibantu oleh polisi, semua itu menghilang,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Petaka
Action[NAMJIN, BL] COMPLETE. Kim Seokjin hidup ditengah-tengah manusia yang telah kehilangan fungsi otaknya, dan itu bukanlah sebuah pilihan, melainkan suatu keharusan. "Jadi, apa rencanamu?" Ujar Seokjin seraya memandang Kim Namjoon lekat-lekat. Note: ce...