14

1.4K 219 37
                                    

"Namjoon, pergi dari sana!"

"Ayah!"

"Namjoon! Kembalilah ke pelukan Ibu!"

"Tidak! Ayah!"

DOR!

.

.

.

Namjoon terduduk. Napasnya menderu, sekujur tubuhnya dibasahi oleh peluh.

"Nggg, Namjoon?"

Namjoon masih mengatur napasnya, bertanya-tanya mengapa mimpi itu datang lagi. Padahal, sudah lama Namjoon tidak memimpikan hal mengerikan tersebut.

"Namjoon? Kau tidak apa-apa?"

Namjoon mengangguk, seraya memegangi kepalanya, "Ya, ya. Aku tidak apa-apa"

"Kau bermimpi buruk?"

Namjoon mendesah, lalu membaringkan tubuhnya lagi, "Sepertinya begitu"

Seokjin merapatkan tubuhnya, lalu memeluk Namjoon ditengah gelapnya malam tersebut.

"Tidak apa-apa. Aku disini"

Mereka berdua bergegas untuk mengistirahatkan diri setelah sampai di Radio Tower persis sebelum gelap menyelimuti. 

Dan kini, mereka terlelap berdampingan. Walaupun Seokjin sempat menggoda Namjoon agar ia mau bersenggama dengan Seokjin lagi, tetapi Namjoon menolak. Bagaimana bisa ia bersenggama dengan Seokjin sedangkan pria yang dicintainya ini sedang terluka?

Seokjin sudah gila.

Alhasil, mereka menghabiskan malam dengan berdekapan, dan bertelanjang dada.

Tidak ada yang terjadi.

Seokjin mengusap ujung kepala Namjoon, berharap pria itu merasa tenang akan kehadiran dirinya di dekatnya.

"Tidurlah lagi. Kita butuh istirahat"

Namjoon mengangguk, "Maaf membangunkanmu"

Seokjin menggeleng, "Tidak apa-apa. Setiap orang memiliki mimpi buruknya masing-masing, Namjoon"

Namjoon tersenyum lebar. Bagaimana bisa Seokjin mampu membuatnya jatuh cinta hanya dengan kata-kata yang dilontarkan dari bibirnya yang ranum?

Namjoon mengecup singkat bibir merah Seokjin, lalu ia membalas dekapan Seokjin.

Namjoon tidak ingin Seokjin pergi, dan ia tidak akan membiarkan seseorangpun merenggut Seokjin dari pelukannya.

"Manis"

Seokjin terkikik, "Apanya? Bibirku? Atau aku?"

"Keduanya"

Seokjin tergelak, lalu menarik kepala Namjoon, menenggelamkannya pada dada Seokjin.

"Sepertinya kau mulai membuatku khawatir, Namjoon" Seokjin mendesah, "Itu berbahaya"

"Berbahaya?"

"Tidakkah kau tahu? Cinta adalah kelemahan tiap orang?"

Namjoon mendongakkan kepalanya, "Apa maksudmu?"

Seokjin berdecih, "Kau ini. Kukira kau adalah si jenius yang dapat menghapalkan perkalian satu sampai sembilan dalam waktu satu hari. Tetapi kau tidak menangkap apa maksudku?"

Namjoon menggeleng.

"Astaga," Seokjin memicit hidung Namjoon, "Cinta sangat berbahaya, Namjoon. Apalagi saat kita hidup di dunia yang seperti ini"

PetakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang