Namjoon meregangkan otot-ototnya, menguap dengan lebar, lalu mengerjapkan matanya karena cahaya matahari yang menyeruak masuk secara berlebihan.
Meraba-raba ranjangnya, Namjoon sadar bahwa Seokjin tidak berada disebelahnya. Sontak Namjoon membuka matanya lebar-lebar, mencari keberadaan Seokjin.
"Huh?"
Namjoon beranjak dari ranjangnya, mengelilingi seisi rumah. Sama saja, ia tidak dapat menemukan Seokjin dimanapun.
Namjoon memutar balikkan otaknya. Kemana Seokjin?
Ia kembali ke kamarnya untuk mengecek apakah senjatanya masih tersimpan di dalam tasnya.
Pistol revolver-nya masih tersimpan rapi. Namjoon mengernyit, menyadari bahwa belatinya hilang entah kemana.
"Kenapa dia tidak bilang padaku jika akan berburu?"
Namjoon meracau, merasa kesal dengan tingkah Seokjin. Seokjin seharusnya membangunkannya. Namjoon yakin keadaan diluar sana tidak cukup aman bagi Seokjin untuk berkeliaran seorang diri.
Namjoon menggelengkan kepalanya, berusaha berpikir positif bahwa Seokjin akan baik-baik saja. Lagipula, Seokjin jauh lebih berpengalaman darinya.
Seokjin tidak apa-apa.
Tetapi Namjoon tidak akan munafik, rasa khawatir membuncah seakan-akan siap meledak di dalam dadanya.
Ia menimbang-nimbang, haruskah ia menunggu di rumah, atau menyusul Seokjin?
Seharusnya Seokjin tidak akan berburu terlalu jauh. Toh, Namjoon tahu tempat ini cukup bagi binatang-binatang kecil seperti tupai dan kelinci berkeliaran bebas.
Seokjin seharusnya akan kembali dalam waktu dekat.
.
.
.
Seokjin mengerang kesakitan, tengkuknya terasa sangat sakit, seperti telah dihantam oleh bongkahan batu. Sekujur tubuhnya nyeri, otot-ototnya seakan menolak untuk bergerak.
"Mmmh.."
"Sudah bangun?"
Seokjin perlahan membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah atap seng dengan penerangan remang-remang. Kondisi ruangan tersebut juga sangat menggerahkan, Seokjin dapat merasakan bulir-bulir keringat yang menembus kemejanya.
Seokjin melumat bibir keringnya, mencoba memproses keadaan tersebut.
Ruangannya terlihat seperti gudang, di sebelah kanan dan kirinya terdapat beberapa barang-barang usang dan berdebu, dinding ruangannya bercat abu-abu, yang justru membuat aura ruangan tersebut menjadi lebih menakutkan.
Dan, Seokjin sedang terbaring di ranjang.
"Apa..."
Seokjin hendak menggerakkan tangannya saat ia tersadar bahwa kedua pergelangannya diborgol, dan dikaitkan pada besi ranjang yang sedang ia tiduri.
"Apa-apaan ini?!"
"Rileks, Seokjin"
Sandeul. Keparat itu.
Sandeul berjalan ke sisi ranjang, meneliti tiap inci tubuh Seokjin, lalu mendesah keras, "Kurasa aku akan dibayar cukup banyak hari ini"
Seokjin menautkan alisnya, menatap Sandeul dengan jijik, "Kau. Siapa kau?"
"Aku?" Sandeul mengulum bibirnya, "Aku sudah memberitahumu, kan? Aku Sandeul"
"Keparat"
Gigi Seokjin bergemeletuk, menyumpahi dirinya sendiri karena bertingkah terlalu lengah. Seharusnya Seokjin tidak mengikuti kata hati sialannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/222874077-288-k392638.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Petaka
Боевик[NAMJIN, BL] COMPLETE. Kim Seokjin hidup ditengah-tengah manusia yang telah kehilangan fungsi otaknya, dan itu bukanlah sebuah pilihan, melainkan suatu keharusan. "Jadi, apa rencanamu?" Ujar Seokjin seraya memandang Kim Namjoon lekat-lekat. Note: ce...