"Aku akan menyetir"
Namjoon menggelengkan kepalanya keras-keras, "Tidak. Kau baru saja sadar dari obat bius, bagaimana kalau kau mendadak berkunang-kunang dan tidak fokus?"
Seokjin memutar bola matanya, "Dan bercinta denganmu semalaman? Ha-ha, aku sungguh lemah!"
Namjoon menggigit bibir bawahnya, tersipu malu, "Tapi tetap saja...,"
"Dengar. Aku mengetahui daerah ini jauh lebih baik darimu, Namjoon. Seharusnya aku yang menyetir"
Namjoon mendesah keras, lalu menyodorkan kunci mobilnya, "Baiklah"
.
.
.
Namjoon menikmati deru angin dari jendela mobilnya, kini Namjoon duduk di kursi penumpang, tepat di sebelah kanan Seokjin.
Namjoon bertanya-tanya, seperti apa dunia ini dahulu kala?
Yang Namjoon ingat hanyalah gedung-gedung pencakar langit dan pemandangan mobil-mobil yang hilir mudik dari balkon apartemennya.
Tidak banyak, memori masa kecil Namjoon tidak mengakar sedalam itu di otaknya.
Kecuali beberapa hal, yang membuat Namjoon hampir kehilangan kewarasannya.
"Kau terlihat sangat menikmatinya"
Namjoon menoleh kearah Seokjin, laki-laki itu tersenyum kecil sembari meletakkan tangan kanannya pada setir mobil, dan siku kirinya bertumpu pada jendela mobil.
Bahkan dengan posisi begitu saja, Seokjin terlihat seksi.
"Aku jarang keluar, Seokjin"
"Jangan bilang padaku bahwa kau anak rumahan," Seokjin terkekeh, terlihat jelas ia sedang mengejek Namjoon.
Namjoon mengedikkan bahunya, "Anggap saja begitu. Kenyataannya, aku memang hampir tidak pernah meninggalkan Savior. Bahkan misiku tidak akan terlalu jauh dari Kansas"
Seokjin bergeming. Namjoon tahu betul bahwa lelaki itu berkali-kali bertanya pada benaknya tentang Namjoon, tentang masa lalu Namjoon.
Tetapi Seokjin tetap bungkam.
Namjoon merasa berterimakasih pada Seokjin karena lelaki itu tetap menghargai privasinya. Padahal, Namjoon akan sangat mengerti jika Seokjin melontarkan beribu pertanyaan untuknya. Karena tidak ada yang bisa dipercaya saat ini, di dunia ini, selain diri mereka sendiri.
Tetapi, Seokjin memilih untuk tetap berdiam diri dan memercayai Namjoon. Itu sangat langka. Hal yang baik, tapi berbahaya.
"Ngomong-ngomong," Seokjin mengalihkan topik pembicaraannya, "Kau bekerja sebagai ketua tim? Selama ini?"
Namjoon mengangguk, "Hanya itu yang bisa aku lakukan"
"Tidakkah kau ingin menjelaskan kepadaku mengapa kau bisa membaca grafik?"
Seokjin mengernyitkan dahinya, "Ah, aku tidak tahu namanya. Gambaran, grafik, apapun itu, tentang otakku? Kau sunguh diluar dugaan"
Namjoon tersenyum, "Aku hanya sempat dibekali beberapa ilmu kedokteran. Tetapi aku tidak tertarik"
"Wah," Seokjin sesekali mencuri pandang kearah Namjoon, "Kau bisa dikategorikan sebagai orang jenius"
"Itu berlebihan"
"Itu kenyataan," Seokjin mendengus, "Aku bahkan perlu memakan waktu dua minggu saat guru disekolahku dulu memintaku untuk menghapalkan perkalian satu sampai sembilan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Petaka
Acción[NAMJIN, BL] COMPLETE. Kim Seokjin hidup ditengah-tengah manusia yang telah kehilangan fungsi otaknya, dan itu bukanlah sebuah pilihan, melainkan suatu keharusan. "Jadi, apa rencanamu?" Ujar Seokjin seraya memandang Kim Namjoon lekat-lekat. Note: ce...