26 - Jatuhnya Sang Katak

220 17 93
                                    

GAYANDRA mengembuskan napas beratnya, setelah membaca surat yang diberikan Wolf untuk Bobi, dari balik meja kerjanya. Ia tertunduk pilu seraya memijit kening dengan kedua tangannya. Gejolak amarahnya pun meletup hingga membuat sesak di dada. Mau sampai kapan SMU Pelangi dirunding masalah besar seperti ini terus? Bisa-bisa masalah ini akan tercium juga oleh awak media, dan sudah pasti membuat reputasi sekolah ini menurun. Dan ... hal itu tak boleh sampai terjadi.

Kini, Pak Gay menatap Arvin, Awes dan Bobi yang hanya bergeming, berdiri di hadapannya. Ya, setelah mendapat laporan ada keributan di kantin tadi, ia langsung memanggil ketiganya itu untuk datang ke ruangan ini.

Pak Gay mendesah pelan. “Kalian, boleh keluar!” titahnya akhirnya, setelah cukup lama menatap ketiga muridnya itu.

Arvin terpegun. “Ta-tapi, Pak. Bagaimana dengan kasus Wolf kali ini? Apa saya dan Awes harus mengadakan sidak untuk para siswa?”

“Nggak perlu! Karena, saya akan menutup cepat kasus ini.”

“APA!?” sahut ketiganya bersamaan.

Mereka tercengung, hingga kedua netranya membulat. Sungguh, mereka tak percaya dengan apa yang telah diucapkan oleh Kepala Sekolahnya barusan. Menutup kasus Wolf? Lalu, bagaimana dengan Wolf yang masih berkeliaran di sekolah ini? Oh astaga, sungguh saat ini mereka tak bisa menafsirkan segala bentuk tingkah Pak Gay yang menurutnya selalu melakukan tindakan sesuka hati. Apakah pria itu tak sadar, jika tindakannya itu akan membuat Wolf semakin besar kepala?

Lagi, Pak Gay mendesah pelan, setelah ketiga muridnya meninggalkannya seorang diri di ruangan. Dalam kesendiriannya, ia menatap kosong ke arah depannya. Lalu, ia memejamkan kedua manik matanya dan menunduk pilu dengan menangkupkan kedua tangannya di atas meja.

“Siapa sebenarnya kamu, Wolf?” lirihnya semakin membuatnya putus asa.

••••

Wolf melempar sembarang tasnya, pun menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Pada dimensi yang hening, ia memutar ulang cuplikan-cuplikan kalimat pak Gay yang kini telah menguar di benaknya.

“Saya akan menutup cepat kasus ini.”

Wolf terkekeh, tak pernah mengira jika pria tua itu begitu mudah putus asa. Tentu saja, keputus asaan pak Gay telah membuat kemenangan telak baginya. Tak ingin terus larut dalam bayang-bayang itu, ia terduduk, dan menyalakan TV sebagai media hiburannya.

Wolf tersenyum, seraya mengangkat remote yang sudah ada di genggamannya ke arah TV miliknya. “Kita lihat. Ada berita penting apa malam ini?” gumamnya sambil memencet tombol berwarna merah pada remote-nya.

“Selamat malam pemirsa, berjumpa lagi dengan saya Rosiana Silalahi yang akan mengabarkan berita-berita teraktual dan terpercaya.

Pemirsa, pengusaha kondang Reza Fahlevi yang terkenal akan kekayaannya nomor tiga di Indonesia, ditetapkan menjadi seorang tersangka. Reza keluar dari gedung KPK dengan mengenakan borgol dan rompi khusus tahanan, setelah menjalani pemeriksaan selama lima jam terkait dugaan kasus korupsi.

Semua asset perusahaan, rumah mewah, serta mobil mewah milik tersangka telah berhasil disita oleh KPK. Tersangka akan menjalani pidana kurungan penjara yang lamanya akan ditentukan oleh keputusan pengadilan.

Sekian Breaking News malam ini. Terimakasih dan sampai jumpa.”

Wolf termangu, terdiam cukup lama, hingga pada akhirnya mematikan TV-nya kembali.

“Itu akibatnya jika dia melompat terlalu tinggi. Roda kehidupan akan selalu berputar, dan tak akan pernah berhenti. Kemarin, dia ada di atas, siapa yang akan mengira jika saat ini, dia berada di putarannya yang paling bawah. Oh, sungguh … katak yang malang,” gumamnya.

WOLF (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang