🍁Mulai terasa berbeda.🍁

882 54 22
                                    

Aku tak ingin membuatmu rindu padaku. Karena rindu itu artinya sedih. Dan aku tak ingin menjadi alasanmu bersedih.
  
                     🍁🍁🍁🍁

Jangan lupa vote dan komen ya teman-teman. Vote menunjukkan kalau cerita ini layak, dan kalian juga menghargai kerja keras author yang udah capek-capek nulis cerita ini.

Komen yang banyak juga, biar saya rajin Buat update dan semangat buat nulis, ngelanjutin cerita ini ke chapter-chapter selanjutnya.

Jangan lupa komen kalau ada typo. Saran dan kritik kalian semua sangat membantu dan saya dengar. Jadi kalau jangan lupa beri saran yang banyak agar saya bisa menyesuaikan diri dengan kalian.

                       ⭐⭐⭐⭐

                      🍁🍁🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

                      🍁🍁🍁🍁

Aletha memandangi ponselnya yang tergeletak di kasur, menimbang sekian detik lalu meraihnya pada akhirnya. Dibukanya aplikasi chat. Nama Zeevandra yang berada di urutan ketiga setelah Vanka dan cia membuatnya lagi-lagi terdiam.

Entah kerasukan apa, tapi dari tadi Aletha merasa ada hasrat yang Sulit terkontrol dalam dirinya untuk menghubungi Zeevan. Entah kenapa, dia ingin menanyakan keadaan cowok itu. Ingin tahu apa yang sedang dilakukannya sekarang. Entah sejak kapan, Aletha jadi ingin tahu tentang cowok itu. Padahal biasanya dia selalu menunggu orang cerita dengan sendirinya.

Aletha menggeleng kuat-kuat. Berusaha mengenyahkan pikiran aneh itu. Dia menutup kembali ponselnya dan menelupkan benda itu, supaya layarnya tidak terus-terusan menggoda dan minta dibuka. Sebagai gantinya, tangannya meraih buku-buku yang akan dipelajari besok. Tadinya, dia ingin mengalihkan perhatian dengan mengerjakan tugas atau belajar untuk besok. Tapi ternyata semua itu sudah dilakukannya sebelum itu.

Lagi-lagi Aletha menghela nafas dalam-dalam karena merasa gagal. Pada akhirnya, tangannya kembali meraih ponsel. Matanya masih terpaku pada layar chat yang tahu-tahu sudah dibukanya. Tangannya juga masih menggantung, menimbang sekali lagi apa benar-benar akan mengirim pesan teks itu atau tidak.

Gimana keadaan lo?

Hapus, ketik lagi. Hapus, ketik lagi. Hanya tiga kata sederhana seperti itu tapi sanggup membuat Aletha terus-terusan galau sampai mengetik dan menghapusnya kembali berulang kali. Aletha tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya, hingga dia memantapkan hatinya dan menekan tombol kirim.

Mata Aletha memejamkan erat-erat begitu pesan itu terkirim. Tanpa sadar detak jantungnya sudah melonjak drastis. Enggak kenapa-kenapa. itu nggak aneh, wajar kok. Dia merapalkan kata-kata itu berulang kali, tapi sialnya jantungnya tetap saja belum bisa terkontrol.

Setelah sekian menit, pesan itu juga masih belum dibalas. Bahkan dibaca pun belum. Yang awalnya gelisah karena merasa aneh mengirim chat secara tiba-tiba, sekarang keresahan Aletha semakin terjadi karena Zeevan belum juga merespon pesannya. Mungkin dia lagi ke toilet, nonton, makan, tidur, ngobrol sama keluarganya, main game atau apa lagi. Belum liat HP. Kembali dia merapalkan beberapa kata, kali ini kemungkinan-kemungkinan yang terlintas di pikirannya, untuk menenangkan diri.

Bunyi ponselnya membuat Aletha terkesiap. Dia harus mengembuskan napas berkali-kali hanya untuk melirik benda itu. Matanya membelalak saat melihat nama Zeevandra di layar. Bukan membalas chat, cowok itu malah menelponnya. Tanpa sadar, Aletha menahan nafas. Dia berpikir sejenak dan membiarkan telpon itu putus tanpa terangkat pada akhirnya. Namun, saat Zeevan menelpon lagi, Aletha akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat.

"H-halo?" Ujarnya sambil mengigit ujung bibir bawah, berharap itu bisa mengontrol detak jantungnya yang sangat tidak tahu diri saat ini.

"Kenapa tiba-tiba nanya gitu? Kangen, ya?" Nada usil terlalu tertata di pertanyaan Zeevan Barusan.

Aletha menelan ludah dengan susah payah, tidak menyangka kalau pertanyaan itu bisa membuatnya tidak berkutik. Padahal awalnya dia meyakinkan dirinya, kalau dia menanyakan hal itu karena rasa bersalah dan penasaran dengan keadaan cowok itu. Namun, begitu mendengar suara Zeevan. Rasa itu menyelip begitu saja.

"Kalau susah dijawab sekarang, ya udah nggak usah. Dengerin Suara gue aja, biar puas ngilangin kangennya. Eh tapi, gue juga perlu deh, ngilangin kangen. Jadi, jawab sesekali ya. Jangan pelit pelit keluarin suaranya." Jawab Zeevan percaya diri. Aletha menggelengkan kepalanya merasa bahwa Zeevan sudah semakin besar kepala. Padahal niatnya kan hanya sekedar menanyakan keadaan cowok itu tapi ternyata malah di sangka kalau dirinya kangen dengan cowok itu.

Zeevan terus mencerocos, sementara Aletha mendengarkan dengan senyum kecil yang tak henti mengembang. Di dengarnya Zeevan bercerita tentang hari-harinya dirumah. Tentang mamanya yang pernah menggambar pemandangan laut yang sangat indah. Semua cerita Zeevan itu membuat Aletha merasa nyaman. Dia sendiri tidak tahu alasannya, tapi begitu kenyataannya.

"Lo belum tidur?" Tanya Zeevan, kali ini melenceng dari cerita-cerita sebelumnya.

"Biasanya gue insomnia emang." Aletha menjawab Jujur.

"Kalau gitu, mulai sekarang, tiap mau tidur, pikirin gue. Ulangin ini dalam hati, gue bakal ketemu Zeevan  dalam mimpi. Pasti lo jadi pengin cepet-cepet tidur habis itu."

Aretha terbahak karena omongan Zeevan barusan. Baru kali ini dia tertawa sampai seperti itu, padahal hanya karena ucapan sederhana berupa kepercayaan diri yang kelewat batas

"Udah, ah. Gue mau tidur," ujar Aletha setelah tawanya berhenti.

"Pasti nggak sabar pengin mimpiin gue, kan?" Zeevan bertanya usil.

Anka tidak menanggapi lebih lanjut, hanya mengucapkan salam dan akhirnya memutus sambungan telepon.

Namun, kalimat itu terucap begitu saja dalam hatinya.

Gue bakal ketemu Zeevan dalam mimpi.

                     🍁🍁🍁🍁

Ada yang pernah kayak Aletha? Ketik, hapus, Ketik, hapus terus pas udah terkirim dan belum ada balasan mikir teruss, ngira² kenapa itu orang gak bales.

TBC

MY  COLD PRINCESS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang