"bisa minta tolong jaga jea?"
pernyataan berupa permintaan yang disampaikan jeno membuat jaemin bingung setengah mati. mereka ini ada apa sebenarnya?
"maksudnya gimana? kenapa kemala? lo mau ke mana?"
"gue—"
"hayo! ngapain kalian?"
keduanya terlonjak kaget, terutama jeno yang hampir terpisah dari jantungnya karena tiba-tiba merasakan ada kedua tangan menyentuh pundaknya. "jea, jangan suka bikin kaget."
"ngomongin apa cie berdua aja?" jea tidak menghiraukan perkataan jeno yang sepertinya kesal dengannya. dia malah berdiri di antara mereka membuat kedua adam itu sepenuhnya terpaku tidak bicara.
keduanya seperti paksi yang terjebak ke mana arah pembicaraannya saat bayu menghembus berlawanan arah. penaka karang yang mau mencari pendar di samudera, bak sebuah lintang dan gemintang yang terjebak di antara nebula.
"enggak!" di waktu yang bersamaan pula keduanya memalingkan wajah.
jea yang bingung malah tertawa, "kalian lucu banget."
seusai kerikuhan tadi, jaemin dan jea kembali memasuki kelas. sedangkan jeno sebelum kembali ke kelasnya, melirik jaemin seakan mengatakan 'gue belum selesai.'
jea merapihkan bukunya, bersiap-siap untuk pulang. "jaemin, aku pulang bareng jeno."
"aku ikut." respon jaemin tiba-tiba.
"hah?!"
"ya— aku— aku ada urusan sama jeno."
jea menatap jaemin lirih. "kamu sama jeno gak ada hubungan apa-apa, kan?"
sebuah geplakan mendarat di kening jea. "ngawur kamu kalau ngomong!"
"ya sudah makannya kasih tau ada urusan apa!" jea menyudutkan.
jaemin menghela napasnya, sepertinya dia harus bertanya kepada jea langsung. "kamu sama jeno lagi berantem apa gimana?"
skak mat. tatapan jaemin menunjukkan keseriusan. sebenarnya jea juga bingung, dia dan jeno ini kenapa?
jea tersenyum miris, "aku juga gak ngerti." katanya.
si taruna mengangguk mencoba mengerti, "mau cerita sama aku?" jaemin duduk di bangkunya.
ini sudah jam pulang, jea dan jaemin saja sudah selesai membereskan buku-buku mereka. tapi terpaksa duduk lagi untuk memenda sebuah cerita yang sukar dipahami.
"jadi— mau cerita?" jea mengangguk megiyakan.
"menurut kamu, ldr semenyakitkan itu gak sih?"
belum selesai jea bercerita tapi jaemin sudah mengerti inti dari permasalahan mereka sekarang. bukan, jaemin bukannya mau ikut campur hubungan orang kok.
"aku sih, belum pernah yang sejenis ldr gitu. pernahnya friendzone," ujarnya menyindir.
jea mendongak, ingin tertawa namun teringat surat jaemin yang sempat dia temukan kemarin. "aku serius! kira-kirain aja,"
"ldr, ya? mungkin sakit, tapi kalau keduanya yakin pasti tetap kuat walau berkendala."
"kalau salah satu memutuskan untuk pergi duluan, masih boleh dipertahankan?"
jaemin menimang-nimang pertanyaan jea, "itu susah. kalau gak kuat mending diakhiri,"
mata jea membesar. "semudah itu kamu memilih jalan?"
jaemin lagi-lagi menghembuskan napasnya. "jea, gini. di sebuah hubungan itu, yang terlibat ada dua orang. kalau salah satu sudah memilih mengakhri ya jalan buntu namanya."
gini rasanya habis nasehatin orang malah di nasehatin balik, ya?
aku mau ngebut, ngengggg
KAMU SEDANG MEMBACA
kerlip delusi.
Fanfiction✨ sekerlip delusi yang semakin samar membuatnya semakin nyata dan hidup. // ft. lee jeno // COMPLETED © skiesilents, 2020