jeno tadi mengirimi jea pesan, mau bertemu katanya.
kaki mereka mengsusir pasir yang ada di hadapan. darahnya berdesir kecang, rasa yang masih sama bergelora dalam dada namun ada yang hilang entah ke mana. tidak ada yang tahu kecuali jumantara yang sedang menyaksikan rikuhnya dua belia yang tengah berjalan seraya berdiam.
"pertemuan terakhir antara dua orang itu memang secanggung ini apa gimana sih? hehe," jea melawan kesunyian yang kian menyeruak. aneh sekali pertanyaannya dan dia menyadari itu.
"kita aja yang udah gak cocok kayaknya." ucap jeno asal, saking bingungnya mencari jawaban mana yang mau dikeluarkan.
"makin ke sini kamu semakin—
apa?
—jahat."
helaan napas terdengar. udara sampai bosan melihatnya mondar mandir bersama angin kosong.
"jea. aku udah pikir dua hari dua malam buat bilang kayak gini,"
heran.
"bilang apa?
semuanya semakin terasa biasa.
"kita harus terbiasa."
sebelum rindu menerka kemana dia berlabuh.
"terbiasa apa?"
"terbiasa jauh. mulai sekarang, kita pasti bisa. ayo mulai dari sekarang, kita harus bisa jauh."
pasti bisa menghentikan rindu yang menggelora dalam dada. itu maksudmu?
"kenapa?"
entah rasa atau amarah yang mengemudi.
"biar kamu nggak merasakan sakit,"
aku sudah cukup sakit.
jeno berhenti, telapak tangan itu kian mendingin. tidak lagi bisa merasakan hangatnya rasa yang terbawa oleh angin. hanya tersisa gejolak patah hati di dalam sukma yang kian berangin.
"kita tau kita sudah tidak bisa bersama,"
namun setidaknya kita pernah ada.
menatap manik matanya lekat-lekat. jea mendekat, mendekap sang adam kuat. melepaskan seluruh peliknya yang tidak lagi mampu disembuhkan peluk.
sedih itu terlalu rumit.
"itu kalimat lain untuk mengatakan bahwa kamu benar-benar delusiku yang kini akan hilang?"
dengan tegas candra menjawab, "iya. delusimu akan hilang. dan kamu harus cari yang nyata, jea. lupakan semua pelukan yang kamu rasa, semua senang yang kamu terima, semua tangis yang mampu kamu reda—
—karena semuanya sudah rusak, jea. kamu dan aku sudah harus jalan berpisah."
isakan dalam dekap jeno semakin kuat kedengarannya.
jeno berbisik kecil, "kita tetap kenal. tapi sebagai jeno dan jea. bukan candra dan ayudisanya.
lupakan candra juga, ya? karena sepertinya sinar rembulanku tidak bisa lagi menerangi kamu lebih lama."
dear wattpad dark mode, kamu lebih lucu daripada cerita ini..
KAMU SEDANG MEMBACA
kerlip delusi.
Hayran Kurgu✨ sekerlip delusi yang semakin samar membuatnya semakin nyata dan hidup. // ft. lee jeno // COMPLETED © skiesilents, 2020