kelas dan koridor sekolah. bisa dibilang dua dari sekian banyak tempat yang tersisa untuk membuat jaemin bahagia. kenapa? karena ada kemala.
"seriusan, deh, soalnya tadi susah banget!"
jea sedari tadi kerjanya hanya mendumel tanpa henti. disela dengan tawa kecil oleh jaemin yang bersyukur masih bisa tertawa lepas dengan jea.
bahkan saat jea marah, telinga jaemin malah menangkapnya sebagai nyanyian.
ah, saat terlalu sayang namun tidak bisa mengungkapkan. hanya bisa memandang lalu melempar senyuman. tanpa rasa tanpa cinta lalu di sia-siakan.
kalau mau, belia tampan yang sedang gamang ini sudah menyiapkan frasa demi frasa untuk mengutarakan semuanya. tapi kemalanya sudah ada yang punya. malang.
entitas bak dewi yang tak dia percayai sedang berjalan beriringan dengannya ini berhasil membuat jaemin salah tingkah di setiap sekonnya.
"kemala, aku boleh jujur, gak?"
jea menoleh, tepat ketika bayu menerpa ayu surai gelitanya hingga beberapa helai rambutnya lari kemana-mana.
kalau kata jaemin, gak pa-pa lari sejauh yang kamu mau. tapi jangan kembali, kadang harapanmu bisa hilang, kadang rumahmu sudah menemukan penghuni lainnya, sayang.
"kenapa enggak? boleh, tanya aja"
kamu masih suka sama jeno?
si tampan menggeleng lemah, "kamu cantik sekali, pantas semesta sayang sama kamu."kaget? tentu saja iya. labium jea terbuka untuk mengindahkan perkataan jaemin dengan tawa.
"jea."
suara berat itu mampu menghentikan dua pasang tungkai yany sedang rikuh.
"pulang?" tanya jeno.
baiklah, disini sekarang jea berakhir. bernaung di bawah payung, berdua bersama jeno yang dari tadi tidak mengeluarkan suara.
padahal biasanya sangat berisik.
rintik hujan yang terdengar bersahut-sahutan dengan jutaan rintik hujan lainnya. gemericik air yang berhasil menggapai tanah bak sengaja ingin dekat-dekat mereka. biasa, ingin mengacau.
desau di luar sana membuat jarak diantara mereka terasa semakin canggung. jea jadi takut, berharap-harap lembayung kapan pulang.
atau tidak cakrawala malam dan armadanya cepatlah datang dan mari kuajak berperang dengan perasaan.
tidak sampai jeno yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"apa?" tanya jea masih sedikit merasa terkejut.
hembusan napas terdengar. jea was-was, tidak biasanya jeno— "sudah sampai, cantik."
rinai hujan pun memaksa keduanya untuk tidak saling pergi. saling tarik-menarik bak adhesi.
lampu yang sudah menua menyuar samar di depan teras rumah dengan burung camar.
paksi bersahutan dibalik mega abu-abu yang bergumul. baskara masih belum terlihat, menyembunyikan diri. malu katanya, mungkin matanya sembab sehabis menangis melihat putri dan pangeran yang tengah tertawa di bawah payung yang kehujanan ini.
"masuk sana."
jea menggeleng kecil, "kamu marah, ya?" tanyanya.
jeno mencureng. "perihal?"
"aku sama jaemin."
tertawa, hanya itu jawaban yang pangeran berikan pada putri. selalu tidak ada kepastian.
"jeno aku se—"
"gak apa-apa, masuk."
seorang jeno candra asena yang cemburu pada seekor nyamuk bisa-bisanya sekadar mengatakan 'gak apa-apa.' setelah ayudisanya berbincang dengan pranadipta.
semesta tahu, semua yang ada di bumantara ini fana. bisa hancur kapan saja
aku di tim jaemin aja, tim patah hati 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
kerlip delusi.
Fanfiction✨ sekerlip delusi yang semakin samar membuatnya semakin nyata dan hidup. // ft. lee jeno // COMPLETED © skiesilents, 2020