"jea! bisa cepat dikit, gak? aku tinggal loh! lelet sekali, sih?" gerutu jaemin dari ruang tamu.
jea masih mengikat rambutnya, dengan rasa rindu yang sudah siap menyerbak dalam dada. matanya membendung air mata terlalu banyak, sampai tidak kuat ditampungnya hingga turun menyusuri pipi. menangis.
curiga jea yang tak kunjung datang, jaemin membuka pintu kamarnya. menemukan jea dengan wajah menyedihkannya, khas perempuan yang sedang sakit hati.
"waktu itu katanya yakin mau merelakan jeno, sekarang kok nangis?" tanya jaemin seraya mendudukkan dirinya di sebelah jea.
isakan jea kembali mengeras, sampai-dampai dinding kamar tidak mau menerimanya karena terdengar menyakitkan. yang namanya kehilangan sudah pasti mengundang tangis, kan?
"sudah, jangan nangis. kamu gak pantas buat nangis," jaemin menenangkan. suaranya lembut namun dalam berhasil menenangkan hati jea yang tidak keruan.
hari ini jeno akan berangkat ke rumah barunya, yang pasti jea bukan lagi rumahnya. untuk menetap atau singgah sekarang jea bukan siapa-siapa.
dengan berat hati jea mengiakan ajakan jaemin untuk mengantar jeno ke bandara. bukan ajakan, jaemin lebih ke memaksa jea untuk ikut mengantar jeno.
dan disini dia sekarang, menjejakkan kaki di bandar udara untuk sekadar menatap kepergian candranya. sekadar melihat delusi yang melintas dalam angan, tidak akan kembali. seakan sudah meminta jea untuk tidak berharap pada kenyataan.
ramainya orang berlalu-lalang membawa koper, mereka berjalan dengan cepat. sama seperti waktu yang memberi jea arti yang lalu sudahlah berlalu. tidak ada yang perlu ditangisi. toh, untuk apa?
"jea, aku gak tau mau ngomong apa." jeno meragu untuk membuka percakapan.
di tengahnya keramaian mereka berdua memutus pandang. berharap bisa lupa walau tidak ada yang bisa diharapkan. "aku juga. kemarin kan sudah ngobrol juga," jawab jea lalu tersenyum.
"jangan senyum, nanti aku tambah suka."
"kamu memang suka aku."
"jangan suka aku, jea."
"terserah."
jeno masih diam, menggumam entah apa yang dipikirkan taruna itu. membuat gadis di hadapannya menatap kesal dan bingung, dia tidak mau lagi terlalu lama menatap wajah jeno, tapi dia juga tidak mau terlalu cepat kehilangannya.
"pergi sana. nanti kamu ketinggalan pesawat, jangan menyusup di roda pesawat loh, ya!" tegur jea membuyarkan lamunan jeno.
jeno tersenyum melukis candra di durja. merangkai kata yang membuat jea mengerti, jangan rindu.
"jea jangan sedih lagi, aku akan kirim kamu banyak pesan biar gak nangis."
jeno menarik pegangan kopernya, lalu mengacak surai legam jea. membawanya ke dalam dekapan dengan satu tangan, tapi rasanya tetap penuh dengan sayang. "sampai jumpa, cantik."
benar akan bersua lagi?
kenapa kehilangan delusi ini semakin terasa nyata rasanya. sebuah kata yang tidak panjang namun meninggalkan bekas luar biasa. jeno candra asena, diharapkan tidak kembali. paham?
fin.
hehehehe, makasih buat semuanya yang udah mau baca. sayang kalian pake banget ♡♡♡♡ maaf segini aja, maaf kalo banyak banget kekurangannya dan mengecewakan, ya. aku masih belajar hiks T_T
pokoknya makasihhhhh banyaakkk yang udah meluangkan waktu buat baca kerlip delusi sayang kaliann😭💖
semoga moodku mendukung untuk bonus part sksk
22 mei 2020, 나나
KAMU SEDANG MEMBACA
kerlip delusi.
Fanfiction✨ sekerlip delusi yang semakin samar membuatnya semakin nyata dan hidup. // ft. lee jeno // COMPLETED © skiesilents, 2020