✧ benci dan amarah bukan untuk memenda salah

65 21 40
                                    

   sepasang kaki mengayun di sepanjang lorong. surai gelapnya berkilau bak permata. berpasang-masang mata yang lewat dipastikan melirik tuk menangkap elok wajahnya dan disimpan dalam memori. lalu kalau bertemu lagi akan bertanya, 'boleh kenalan?'

hm, ya. seperti itulah.

tungkai itu berhenti sejenak, menatap insan yang menghalau jalannya. "kamu berangkat sendiri?"

si cantik menggeleng. "sama kakak, kok."

"kenapa gak bareng aku?" tanyanya heran.

lagi-lagi hanya gelengan yang diberikan, "takut."

"takut apa?"

"takut rasa kehilanganku nanti terlalu besar."

jeno tercekat. mencerna baik-baik maksud kehilangan yang diujarkan gadisnya. semesta, candramu ini sebetulnya tahu apa artinya. namun menolak untuk paham ataupun sekadar tahu.

"jea maaf,"

"hng?"

"aku harus jadi orang pertama yang membuat kamu merasakan kehilangan. maaf."

"maaf kembali. karena sepertinya aku orang pertama yang harus membencimu sedalam ini. bahkan jaemin-"

air muka jeno secepat mungkin berubah masam. "ngapain kamu sama jaemin?!"

jea mendesis ketika kalimatnya dipotong. "pacaran!" gadis itu berjalan melewati jeno dengan sengaja memasang ekpresi yang pongah.

jeno tahu jea hanya bercanda, tapi setelah itu tedengar teriakan yang membuat kupingnya panas seperti ada makhluk tak kasat mata yang melewatinya seraya membisikkan lantang hal yang mengesalkan.

"jaemin, tungguin! ke kelas bareng, ya?" seruan itu menusuk telinganya seakan jarum yang memaksa untuk masuk.

jeno bermonolog seraya mengibas-ngibaskan tangannya di dekat wajah. "hari ini matahari kayaknya panas sekali."

boodoh. jeno, hari itu jelas baskara bersemubnyi dinaungan awan.

   ricuhnya suasana di kantin menjadi salah satu alasan mengapa jea lebih memilih untuk menghabiskan jam istirahat di kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   ricuhnya suasana di kantin menjadi salah satu alasan mengapa jea lebih memilih untuk menghabiskan jam istirahat di kelas.

tadi jaemin pergi duluan ke kantin, katanya perutnya tidak bisa diajak kompromi. tinggalah jea menyendiri di sini.

jea kemala ayudisa itu cukup terkenal, hampir senatero sekolah tahu namanya, tak jarang banyak orang yang menyapa. tapi, jea tidak terlalu banyak punya teman. karena sampai jea sadar, mereka berteman dengan jea hanya sekadar untuk ikut-ikut aja. biar terkenal.

em, apa itu namanya, ya. panjat sosial?

jea lama-lama jadi malas berteman, ada jaemin dia juga sudah merasa cukup. ah, ngomong-ngomong tentang kesalahpahaman kemarin, jaemin nggak marah. malah taruna itu meyakinkan jea kalau dia tidak sendirian. taruna berhati malaikat itu bilang juga.

"kamu gak pernah sendiri. ada semesta, ada jaemin dan juga- jeno."

itu yang jadi masalah. separuh dari pengisi kesepian jea sudah memberi kepastian, kalau dia akan pergi. itu sama saja dengan jeno yang membuat jea terpaksa menerima kenyataan bahwa candra yang dia sayangi harus menjadi orang pertama yang dia benci.

seperti sekarang contohnya, baru mau dilupakan, malah datang hingga tak jadi melupa kenangan.

bisa dikatakan kelas ini masih agak ramai saat jam istirahat. jea hanya duduk sendiri ditemani senandung sepi. sampai sebuah suara yang menginterupsi ketenangan.

"cantikku kenapa sendiri?" sebuah tangan besar mengelur puncak kepalanya. jantungnya seketika berdebar, sebuah sentuhan yang nantinya akan dia rindukan.

"jaemin ke toilet." jawabnya cuek.
lebih tepatnya, berpura-pura cuek.

jeno yang menengarnya mendengus sembari mendudukkan dirinya di bangku samping jea. mata sipitnya memandang gadis yang duduk di sebelahnya. gadis itu tidak bicara yang aneh-aneh, namun raut mukanya dapat menunjukkan kegelisahan membuat jeno tersenyum kecil namun mampu melukis candra dari matanya. "aku gak mau bicara yang aneh-aneh, gak usah khawatir."

jea memberanikan menoleh dan sedetik kemudian netranya dengan pemuda itu bertemu. "aku gak percaya. ngomong aja, gak pa-pa."

jeno menghela napasnya pelan, lalu memalingkan muka. tidak sanggup melihat wajah jea, entah kenapa. labiumnya ingin bicara namun sukmanya menolak untuk merana.

"jea. jangan suka sama aku ya, ka-"

"apa?!" jea sudah heboh duluan.

namun jeno dengan tenang melanjutkan. "jangan kebanyakan suka sama aku ya, kalau rasa sukamu habis, nanti aku bagaimana?"

atensi jea meneduh. "rasaku nggak akan pernah habis. jeno. sampai kamu bilang mau pergi waktu lalu, andaikata bisa, aku mau semuanya hilang. andaikata mampu, aku mau rasaku musnah sekarang juga." jea mengatakannya. hatinya kini bersuara tegas.

 hatinya kini bersuara tegas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

halo, hehe.
kalian bosen sama cerita ini kah?
kalau aku kayaknya iya hehehehehhehehhe

kerlip delusi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang