#03: Would Never

3.3K 504 39
                                    

“Selamat siang.” Baskara menyapa pelanggan yang baru saja masuk ke café nya.

Perempuan itu tersenyum, “Siang, Mas. Saya mau pesen hot chocolate nya satu dong.”

Baskara mengangguk, “Ada lagi, Mbak?” tanya Baskara.

“Nomor telepon Mas.”

“Ya?”

Perempuan itu malu, “Anu, Mas. Saya boleh minta nomor telepon nya nggak? Abisnya Mas ganteng banget. Saya jadi tertarik.” ujar perempuan itu frontal.

Yah, ini bukan yang pertama kali nya terjadi pada Baskara, sih. Tapi setiap ini terjadi ia selalu bingung. Memang nya ia seganteng itu kah?

Kalau iya, kenapa Luna tidak terpincut padanya?

Baskara menggaruk tengkuk nya, “Aduh maaf, Mbak. Tapi saya udah punya pacar hehe.” bohong nya. Padahal urusan pdkt saja gagal, gimana mau punya pacar.

Perempuan itu jadi malu. “Eh maaf, Mas. Saya nggak tau.” balas nya.

“Nggak apa-apa, Mbak,” ucap Baskara. “Ini pesenan Mbak nya. Have a nice day, Mbak.” Baskara tersenyum tipis.

“Mas nya juga.” Perempuan itu segera pergi keluar café, menahan wajah nya yang memerah karena malu.

Another girls?” Alvaro tertawa. Tentu, ia menyaksikan semua nya daritadi. Berusaha menahan tawa diujung sana saat Baskara menolak perempuan itu mentah-mentah.

“Pacar nya siapa, Mas? Katanya tadi punya?” ledek Alvaro.

Congor lo jadi bacot ya sekarang.” cibir Baskara lalu pergi meninggalkan Alvaro yang masih tertawa hingga hampir seluruh pengunjung café menatap nya aneh. Sebelum ia kembali menyesuaikan raut wajah nya.

Namun, ia kembali diserang oleh kejutan.

“Baskara! Baskaraaaaa!” panggil Alvaro. Membuat Baskara mendengus kesal dan memutar tubuhnya, “APAAN SIH?!”

“Ituㅡ” Alvaro menunjuk pada perempuan yang baru saja masuk ke dalam café. Sejenak, Baskara juga tak kalah terkejut nya dengan Alvaro.

“Mau makan siang bareng?” tawar teman satu tim Luna.

Luna menggeleng, “Nggak usah. Makasih. Nanti saya nyusul aja.” jawab Luna sopan.

Mereka pun pergi untuk makan siang. Sedangkan Luna masih berdiam diri di kursi nya, mengerjakan pekerjaan yang belum selesai.

“Luna?”

Luna menoleh, melihat ke arah atasan nya yang baru saja masuk ke dalam ruang tim desain. Pun ia berdiri dan membungkuk kecil dengan sopan.

“Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Luna pada Yudhaㅡbos nya.

“Umㅡkamu belum makan siang?” tanya Yudha. Luna menggeleng lagi dengan sopan.

“Anuㅡmau makan siang bareng saya nggak?”

Luna melotot, “Ya, Pak?”

“Makan siang bareng saya.”

“O-oh, mau sih, Pak. Tapi saya belum selesain kerjaan saya.” balas Luna.

Labirin. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang