5. Makmum Kedua

6.7K 612 76
                                    

Suci tidak sedang bermimpi. Ucapan talak yang Pras ucapkan, benar adanya. Bahkan, pengacara sudah mendaftarkannya di pengadilan agama. Sejak pagi itu, sejak Pras mengucapkan keinginannya untuk bercerai, mereka tidur terpisah. Suci hanya menyiapkan makan dan minum suaminya. Selain itu, Pras melakukannya sendiri.

Untuk alasan mengapa di saat Pras sakit justru memilih bercerai, pria itu belum mau menjelaskan. Sampai akhirnya, malam ini, sepulangnya dari rumah sakit, dia mengajak pamannya, Suci, Satya, dan Bening untuk makan malam bersama.

“Terima kasih kalian semua sudah mau memenuhi undanganku untuk makan malam di rumah ini,” ucap Pras membuka pembicaraan.

Setelahnya tidak ada pembicaraan sampai mereka selesai makan malam.

“Langsung saja, seperti yang kalian semua tahu, aku sakit parah. Dan dokter juga sudah mengatakan kalau umurku tidak akan lama lagi."

Bening yang merasa sangat asing di rumah itu mendengarkan dengan saksama. Satya memang sudah menjelaskan tentang penyakit Pras. Namun, ia tidak mampu mengatakan soal permintaan Pras yang memintanya menikahi wanita yang sudah diceraikan oleh bosnya itu.

“Dan ... untuk masalah pernikahan, kalian juga sudah tahu jika aku dan Suci sudah resmi bercerai.” Ia memperhatikan wajah Bening, ekpresinya terlihat bingung.

“Bagaimana, Bening? Apa kamu mengijinkannya?” tanya Pras.

Bening terlihat sangat kebingungan. Pras yang menyadari hal itu langsung mulai menjelaskan.

“Oke ... mungkin Satya belum menjelaskannya padamu. Jadi, aku sudah sangat percaya padanya. Aku yakin, dia pria juga suami yang baik. Aku memiliki anak. Dan yang pasti, aku ingin kelak jika aku sudah tiada, mereka bisa mendapatkan ayah sambung yang baik. Itu yang membuatku mengundangmu ke sini.”

Bening masih belum mampu mencerna kalimat demi kalimat yang Pras ucapkan.

“Jadi ... aku ingin melamar suamimu, untuk Suci, mantan istriku.”

Bening terdiam. Matanya tak berkedip. Bibirnya terasa kelu. Untuk sekian detik, pandangannya kosong. Namun, kemudian ia mencoba untuk menguasai keadaan. Bibirnya tertarik simetris ke kanan dan ke kiri.

“Bagaimana?”

“Semua keputusan ada di tangan Mas Satya, Pak. Saya hanya seorang istri. Saya hanya wajib mengikuti apa pun keinginan beliau, selama itu dalam kebaikan. Anda tidak salah, beliau memang pria dan suami yang baik.” Tatapan Bening tertuju ke Satya yang juga sedang menatapnya. Orang awam pun pasti akan tahu jika mereka adalah pasangan yang saling mencintai.

Jawaban Bening membuat Pras, pamannya, juga Suci kehabisan kata-kata. Sungguh santun wanita itu. Pantas saja Tuhan menjodohkannya dengan Satya yang sama-sama baik.

“Apa kamu rela berbagi suami denganku?” tanya Suci.

“Takdir tidak ada yang tahu, Mbak. Jika takdirku memang harus memiliki saudara madu, aku akan menerimanya. Ikhlas memang pastinya sulit, tapi aku akan berusaha untuk itu. Mas Satya suami yang baik. Dia tidak pernah mengkhianatiku. Jika Mbak dan Mas Satya benar menikah, itu berarti Allah yang sudah menggariskannya.”

Pras tersenyum. “Bagaimana, Sat?”

“Bagaimana dengan Mbak Suci?”

“Bagaimana, Ci?”

“Berat. Tapi, mana mungkin aku tidak mengabulkan permintaan pria yang sudah empat belas tahun menjadi satu-satunya pria yang ada di hatiku. Bagaimana kalau ini adalah permintaan terakhirnya?”

Paman Pras, satu-satunya orang yang tidak ada hubungan langsung dengan pembahasan itu, merasa terharu. Di depannya ada dua pasang manusia yang semuanya memiliki hati yang tulus. Dia hanya bisa berdoa pada Tuhan, semoga jika pernikahan poligami itu terjadi, ketiganya bisa diberi keikhlasan dan kebesaran hati. Juga tidak lupa, semoga cucu-cucunya juga bisa menerima anggota keluarga barunya.

***

Dengan didampingi Bu Sari, Satya dan Bening datang ke rumah Pras. Sesampainya di sana, sudah banyak tamu yang datang. Memang hanya beberapa orang yang Pras undang. Selain tetangga, juga ada karyawan-karyawannya, hal itu Pras lakukan agar tidak terjadi fitnah di kemudian hari.

Satya menggunakan setelan batik lengan panjang dan celana kain. Sementara Bening menggunakan gamis dengan warna senada dengan apa yang Satya kenakan. Mereka bertiga masuk ke rumah Pras. Paman Pras menyambutnya dengan senyum sumringah. Diajaknya mereka semua masuk.

Pukul sepuluh pagi penghulu datang. Ijab kabul segera dilakukan. Beberapa hari sebelumnya, Bening memang sudah datang ke KUA untuk menyatakan ketersediaannya dipoligami. Bersama paman dan pengacara Pras, Suci, dan Satya, mereka mendaftarkan pernikahan.

Dari pihak Suci, ada Pras sebagai saksi. Dan dari pihak Satya, teman kantornya yang dijadikan saksi. Suara sah menggema ketika dengan satu tarikan napas, Satya berhasil mengucapkan kalimat ijab kabul.

Di sudut lain, ada Bening yang tengah dipeluk oleh Bu Sari. Sekalipun ia merelakan suaminya menikah lagi, rasa haru dan ingin menangis tetap tak bisa ia cegah. Akhirnya, statusnya kini berubah. Bukan lagi menjadi istri satu-satunya, namun menjadi istri tua, istri pertama.

***

Bagaimana perasaan temen-temen baca part ini?

***

Yang suka dengan cerita-ceritaku, bisa follow akun Wattpad-ku, ya. Ikuti dan baca cerita-ceritaku yang lain juga. Insya Allah, aku mulai aktif lagi.
Terus... yang pengen mengikuti cerita-ceritaku yang lain, bisa SUBSCRIBE akun YouTube-ku namanya RINI KA, udah ada beberapa cerita di sana. Bisa denger suaraku yang cempreng juga 😂😂😂

Tbc.
📝01.05.20
Repost, 12.01.24

Beningnya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang