13. You Still in My Heart

4.9K 685 96
                                    

Malam sudah larut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam sudah larut. Namun, Satya belum juga bisa memejamkan mata. Tiba-tiba saja memikirkan Bening. Hatinya sangat tidak enak. Ia bangun dari rebahnya, kemudian keluar kamar. Suci yang merasakan pergerakan di kasurnya, membuka mata, lantas ikut keluar dari kamar.

"Kenapa, A?"

"Kamu belum tidur?"

"Sudah sebenarnya, tapi tadi merasa kalau Aa bangun. Ada apa? Kenapa belum tidur?"

"Aku hanya tidak bisa tidur."

"Apa ada pekerjaan yang belum selesai?"

Satya menggeleng. "Aku kepikiran Bening."

"Lho, Bening kenapa?"

Satya menggeleng lagi. "Nggak tahu ... mungkin hanya perasaanku saja."

"Kalau Aa ingin memastikan, datang saja ke paviliun."

"Apa kamu tidak apa-apa?"

"Nggak apa-apa. Daripada kamu nggak bisa tidur."

Satya mengusap pipi Suci, kemudian mencium keningnya. "Makasih banyak, ya."

Suci mengangguk. Setelah itu, ia hanya bisa memandangi punggung Satya yang berjalan menuju pintu. Kemudian keluar dari rumah.

***

Sampai di paviliun, Satya langsung membuka pintu. Ia memang memegang salah satu kunci. Masuk paviliun, kamar yang menjadi tujuannya.

"Ning...," panggilnya. Ia mendekat ke ranjang.

Melihat Bening menggigil, Satya langsung menghampiri. "Sayang ... kamu kenapa?"

"Mas ... Mas di sini?" tanya Bening pelan.

"Aku merasa nggak enak, nggak tahunya bener kamu sakit. Kenapa kamu nggak bilang sama aku?"

"Aku baik-baik aja, kok, Mas. Aku cuma dingin."

"Harusnya kamu telepon aku kalau kamu merasa nggak enak badan. Untung saja aku ke sini, kalau enggak?"

"Maaf, Mas...."

Satya mengecek suhu tubuh Bening dengan tangannya. Panas.

"Udah minum obat?"

Bening menggeleng. Ia memang sangat benci minum obat.

"Ada obat penurun demam, nggak?"

Bening menggeleng lagi. "Nggak ada."

"Aku cari ke kotak obat rumah, ya, siapa tahu ada."

"Mas...."

"Ya?"

"Maukah Mas di sini? Maukah Mas melakukan hal seperti biasanya ketika aku demam?"

Mata sayu Bening menatap mata suaminya. Satya membungkuk, kemudian mengecup kening yang terasa panas itu.

"Maaf, aku terlalu panik. Sampai lupa, kalau saat demam, istriku nggak butuh obat."

Beningnya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang