9. First Night

6.7K 616 109
                                    

Cerita ini sudah bisa ditonton di YouTube Rini Ka, ya... ada  cerita yang lain juga. Bantu SUBSCRIBE ya, semua... terima kasih 😘💕

Malam ini untuk pertama kalinya Satya tidur di kamar yang sama dengan Suci. Pria itu merasa gugup, begitu juga dengan wanita yang kini sedang berusaha mencari kesibukan untuk menetralkan detak jantungnya.

Satya duduk di ranjang, sedangkan Suci sedang membereskan lemari baju yang memang sudah rapi sebenarnya.

"Aku dengar dari Bening, katanya dia Mbak, ehm, maksudku kamu suruh tinggal di paviliun," ucap Satya membuka pembicaraan, ia hampir saja lupa memanggil Suci dengan panggilan Mbak.

"Iya ... aku ajak dia pindah ke sini, dianya menolak. Jadi aku tawari untuk tinggal di paviliun. Dengan begitu, kamu juga jadi dekat dengan kami semua setiap hari. Kata dia, dia mau minta izin dulu sama Aa. Bagaimana keputusan Aa?"

Mendengar panggilan Aa, serasa ada yang menggelitik. Seumur hidupnya, baru kali ini Satya mendengar panggilan demikian untuk dirinya.

"Aa ... ditanya, malah senyum-senyum sendiri?!" Suci merajuk.

"Maaf. Semua keputusan aku serahkan padanya. Selama itu membuatnya nyaman, aku setuju saja."

"Baiklah ... besok aku minta tolong Paman untuk mencari orang untuk membersihkan dan mengecek semua keadaan paviliun."

Kembali hening. Namun, saat ini Satya sedang memperhatikan Suci yang belum berhenti mencari kesibukan.

"Apa kamu terganggu aku ada di sini?" tanya Satya lembut.

Suci tergagap. "Hah? Ehm, enggak, kok, A. Aku hanya gugup saja," jawab Suci jujur.

"Lalu? Ehm ... apakah ada yang Pak Pras suka lakukan sebelum tidur? Siapa tahu, aku bisa melakukannya."

"Enggak ... tidak ada. Maksudku, kamu hanya cukup menjadi diri kamu sendiri. Aku rasa, kamu tahu bagaimana sifat dia."

Satya menerawang, mengingat saat-saat kebersamaannya bersama almarhum bosnya.

Tidak ingin membahas Pras lebih jauh lagi, Satya meminta Suci untuk segera naik ke ranjang.

"Kalau begitu, naiklah. Bukankah kita sudah sepakat untuk memulai semuanya dari awal?" Pria itu menepuk bagian ranjang di sisi kiri tubuhnya.

Dia bukan pria berengsek. Dia hanya ingin menjadi suami yang baik. Dan dia sangat paham, salah satunya dia harus bersikap adil pada kedua istrinya. Jadi, meskipun belum ada rasa cinta, Satya tetap mencoba belajar untuk memperlakukan Suci, sama seperti dia memperlakukan Bening.

Dengan pelan, Suci naik ke ranjang. Ia merebahkan tubuhnya di samping Satya.

"Apa bantal guling ini biarkan di tengah saja?" tanya Satya.

"Terserah Aa saja."

Satya memindahkan guling yang awalnya berada di kasur ke sofa. Ia pun menelentangkan tubuhnya. Memandang langit-langit kamar, ia mengajak Suci mengobrol.

"Apa yang kamu rasakan saat ini?" tanya Satya.

"Entahlah ... aku merasa seperti pengantin baru yang gugup saat pertama kali satu kamar dengan suaminya," jawab Suci jujur. "Bagaimana denganmu?"

"Gugup. Tapi hanya sedikit."

Keduanya kembali diam. Sampai akhirnya, Satya kembali membuka suara.

"Adakah yang kamu mau dariku?"

"Apa?"

"Ya, apa saja. Apa yang kamu inginkan, katakan saja. Aku tidak mau, hanya karena kurang komunikasi, hubungan kita jadi beku."

"Apa ... kepada Bening, kamu juga begini?"

Satya menatap mata Suci. "Ya. Aku ingin menjadi imam yang baik, untuk siapa saja makmumku."

Suci mengangguk-angguk mengerti. "Ehm, boleh aku bertanya sesuatu?"

"Apa itu?"

"Bagaimana hubunganmu dengan Bening setelah kita menikah?"

"Baik-baik saja. Hubungan kami masih sama seperti saat hanya dia yang menjadi istriku. Bedanya, hanya sekarang waktu bertemu kami menjadi berkurang."

Suci terdiam. Ia sangat merasa tidak enak. "Maafkan aku ...karena aku, kalian harus berjauhan."

Satya memiringkan tubuhnya. "Aku tidak ada niat menyakitimu, aku hanya menjawab pertanyaanmu. Jangan memikirkan apa pun, yang hanya akan menjadi beban pikiranmu. Keluarga kita akan baik-baik saja. Aku akan menjagamu, menjaga anak-anak, bukan karena Pak Pras semata, tapi karena janjiku pada Tuhan. Begitu juga denganku dan Bening, kami akan baik-baik saja."

Air mata haru menggenang di pelupuk mata Suci. "Bolehkah, aku memelukmu?"

Satya tersenyum. "Tentu saja." Dibukanya lengan yang tadi bersedakap.

Suci langsung mendekat ke tubuh suaminya, mencari kenyamanan yang baru ia dapatkan. Satya pun balas memeluk Suci saat lengan wanita itu melingkar di punggungnya.

"Apa yang harus aku lakukan malam ini?" tanya Satya saat mereka masih saling memeluk.

"Apa pun yang ingin kamu lakukan."

Satya mencium kening Suci. "Apa kamu mau, jika malam ini kita melakukannya?"

"Apa pun. Aku istrimu, aku akan melakukan apa saja yang suamiku inginkan."

Mendapat persetujuan dari Suci, Satya mulai mengecupi bibir wanita itu. Kecupan itu berubah menjadi ciuman dalam ketika Suci meresponsnya. Bagi Satya, ia bukan hanya memikirkan nafsunya semata. Ia ingin, Suci juga merasakan bahwa pernikahan itu tidak hanya memberi, tapi juga menerima. Ya, sekalipun belum ada cinta, hak Suci sebagai istri sama dengan hak Bening.

Bibir Satya mulai menjelajah wajah Suci, telinga, hingga ke leher. Pria itu merebahkan tubuh sang istri. Mata mereka saling tatap. Senyum terbit di bibir masing-masing.

Pria berusia 27 tahun itu turun dari ranjang. Mata Suci mencari tahu apa yang akan dilakukannya. Wanita itu tersentak saat bibir Satya mulai mengecup kaki mulusnya.

"A...."

"Rileks saja. Nikmati malam ini. Lepaskan semua yang selama ini tertahan."

Mendengar itu, Suci menurut. Ia menikmati setiap kenikmatan yang Satya beri. Tidak lagi malu saat desahan sesekali keluar dari bibirnya. Pria itu terus mencumbu, hingga akhirnya, untuk pertama kali setelah sekian lama, Suci bisa merasakan pelepasannya. Bahkan di saat hanya bibir Satya yang bermain di tubuhnya.

Napas Suci masih memburu. "A...," bisiknya.

Satya hanya tersenyum. Tidak ingin menunggu napas Suci normal, Satya meminta sang istri duduk. Kemudian melepas baju tidur wanita itu.

"A...."

"Nikmati malam ini. Tidak perlu malu, tidak perlu takut. Aku tidak akan menyakitimu."

"Apa ... apa ... Aa juga melakukannya pada Bening?"

"Jangan biasakan, saat kita hanya berdua, kita membicarakan yang lain. Itu kelak akan menyakitimu. Sekarang, aku memilikinya juga memilikimu. Jadi, aku harus bisa menjaga perasaan kalian berdua."

Satya melanjutkan melepas pakaian dalam Suci. Benda yang tadi sempat disentuhnya dari luar baju, kini terlihat.

Tidak ingin membuang waktu, Satya mulai lagi mencumbu sang istri. Hingga akhirnya, malam ini mereka dapat melewati malam pertama mereka. Suci telah menjadi milik Satya seutuhnya.

***

Jangan protes, kok Suci lagi? Akan ada gilirannya Bening.

***

Tbc.
📝12.05.20
Repost, 10.01.24

Beningnya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang