8. Memulai

4.8K 585 64
                                    

Yang nggak sabar nunggu cerita ini, bisa tonton di YouTube-ku. Nama akunnya Rini Ka. Tolong bantu SUBSCRIBE, ya... 😁
Terima Kasih... 🤗🤗🤗

Hari ini hari Minggu, Anis dan Ikbal sedang diajak paman Pras jalan-jalan. Tanpa sengaja, Satya yang baru pulang dari kontrakan Bening melihat Suci ke dapur dengan menggunakan jaket lengkap dengan kaus kaki. Pria itu mendekat.

"Mbak ... Mbak kenapa? Mbak sakit?" tanya Satya.

Suci menggeleng. "Hanya sedikit tidak enak badan. Di mana anak-anak?"

"Diajak Paman jalan-jalan."

"Aku ke kamar dulu."

"Mbak benar tidak apa-apa?"

Suci menggeleng lagi. "Hanya masuk angin. Kamu tidak perlu berlebihan."

"Baiklah."

Suci meninggalkan Satya di dapur. Namun, saat Satya melewati kamar Suci, ia mendengar suara orang muntah. Tanpa menghiraukan kesopanan, Satya langsung masuk ke kamar Suci dan segera masuk ke kamar mandi kamar, di mana istrinya berada.

"Mbak tidak apa-apa?"

Suci terperanjat mendengar suara Satya. Namun, ia lebih fokus pada kondisi badannya yang memang sedang sangat tidak enak. Satya membantu Suci membersihkan bekas muntahan di mulut wanita itu. Hati Suci berdesir. Seumur hidupnya, baru kali ini ia mendapat perlakuan demikian. Bahkan, selama menikah dengan Pras-pun, pria itu tidak seperhatian itu.

Setelah mulut bersih, Satya memapah Suci menuju tempat tidur. Lalu dibaringkannya.

"Ada minyak kayu putih?" tanya Satya.

"Ada. Di laci." Suci menunjuk laci nakas di samping tempat tidur.

Satya mengambilnya. Lalu mengoleskannya di perut Suci.
Tatapan wanita itu fokus kepada semua gerak-gerik suaminya. Ada rasa haru dalam hati.

"Kenapa kamu melakukannya?" tanya Suci.

"Karena aku suami Mbak. Sudah menjadi kewajibanku."

"Tapi, kita tidak saling mencintai. Kita menikah karena Mas Pras yang menginginkannya."

"Mau cinta atau tidak, kenyataannya kita sudah dipersatukan Tuhan."

"Aku tidak pernah menghormatimu sebagai suamiku."

"Bukan berarti aku harus melakukan hal yang sama."

Suci meneteskan air mata. Ia mulai merasa, Pras memang tidak salah memilih. Buktinya, Anis dan Ikbal pun dengan mudah menerima pria yang saat ini sedang menatapnya.

"Kenapa menangis?" tanya Satya. Ia usap air mata yang mengalir di pipi Suci.

"Aku terharu. Kamu memang begitu baik. Mungkin karena itu Mas Pras menginginkan kamu yang menikahiku dan menjadi ayah sambung bagi anak-anak."

"Aku juga memiliki kekurangan."

"Itu pasti. Tapi aku yakin, kekurangan yang kamu miliki tidak sebanding dengan kabaikan-kebaikan yang kamu punya."

Satya tertawa. "Jangan memujiku berlebihan. Nanti aku terbang."

"Maukah memulai semuanya dari awal?"

"Apanya?"

"Hubungan kita. Dan aku minta, kamu jangan memanggilku Mbak lagi. Meskipun aku lebih tua darimu, aku istrimu."

Satya mengangguk-angguk mengerti.

"Dan untuk menghormatimu, bolehkah aku memanggilmu Aa?"

"Aa?"

"Ya, aku memanggil Mas Pras dengan panggilan Mas. Begitu juga dengan Bening padamu, aku ingin yang beda saja."

"Terserah kamu. Senyamannya kamu."

Suci bangun dari rebahnya. Ia mengambil sebuah kotak perhiasan dari laci nakas. Lalu memberikannya pada Satya.

"Apa kamu mau memakaikannya?" tanya Suci.

Satya mengangguk. Ia menerima kotak perhiasana berisi cincin emas yang digunakannya sebagai mas kawin pernikahan. Diraihnya tangan Suci, lalu benda berbentuk lingkaran kecil itu dimasukkan ke jari manis wanita berusia 34 tahun itu.

Satya mencium kening Suci. Wanita itu kembali meneteskan air mata haru.

"Ini air mata haru, jadi jangan larang aku menangis," ucap Suci sebelum Satya protes.

"Iya ... nggak apa-apa menangis. Asalkan, tangis itu tangis bahagia."

Suci tersenyum. Begitu juga dengan Satya. Sebelum akhirnya untuk pertama kali Suci memeluk pria yang sudah sah menjadi suaminya.

***

Pulang dari jalan-jalan, pemandangan berbeda disaksikan oleh sepasang mata Anis dan Ikbal. Sang mama sudah tidak lagi murung. Bahkan, mama mereka sudah berinteraksi hangat dengan pria yang mereka panggil ayah.

"Ma, adakah yang sudah kami lewatkan?" tanya Anis. Tidak tahan menahan rasa ingin tahunya.

"Apa, Sayang?"

"Mama dan Ayah?"

Suci dan Satya saling lirik. "Mama sadar, sudah saatnya Mama mengikhlaskan Papa. Rasanya tidak ada salahnya Mama seperti kalian. Membuka hati untuk Ayah Satya."

Anis tersenyum bahagia. "Ayah orang baik, Ma. Kami senang dipertemukan dengan Ayah Satya."

"Iya, Ma. Ikbal juga senang. Papa Pras sangat baik, tapi Ayah Satya juga tidak kalah baik," timpal Ikbal.

Satya yang sedari tadi hanya menjadi pendengar, meminta agar istri dan anak-anak sambungnya mendekat. Kemudian dipeluknya tiga orang yang kini juga sudah menjadi tanggung jawabnya.

"Ayah janji, Ayah akan selalu berusaha menjadi Ayah yang baik. Ayah tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan yang sudah Papa kalian berikan. Kalian boleh protes jika merasa Ayah melakukan kesalahan."

"Iya, Ayah...."

***

Mau nyiperin siapa, nih?
Satya-Bening,
atau
Satya-Suci?

Ketiganya pemeran utama.

Tbc.
📝08.05.20

Beningnya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang