Bab 2

16.1K 963 13
                                    

Eryana mematut dirinya di depan cermin. Ia terlihat cantik dengan gaun selutut berwarna maroon, dan jepit bulu di rambut, memberi kesan girly namun tidak berlebihan untuknya. Setelah memoles bibir dengan lip tint, ia mengambil tas, dompet, dan ponsel. Lalu bergegas memakai flat shoes yang berwarna senada dengan gaunnya.

"Ditunggu Tama di bawah."

Gadis itu menatap Hilman yang baru saja melewatinya, tanpa menatapnya sedikit pun.

"Mas yakin nggak ikut?" Eryana terduduk di atas ranjang, bergabung dengan Hilman yang sudah sibuk mengetikkan sesuatu di laptop. Lelaki itu sedikit meliriknya, hanya melirik tidak sampai melihat apalagi menatap.

"Hm."

Eryana mendengkus sebal saat sikap bodo amat Hilman kambuh. Ia mendekat ke arah suaminya, mencari tahu apa yang sedang diketik lelaki itu. Dahinya mengernyit heran menatap rentetan tabel dengan angka di dalamnya. Jelas saja ia tidak paham masalah ini. Dari dulu Eryana sudah ditakdirkan menjadi anak sastra. Bukan anak MIPA apalagi anak ekonomi.

"Ngapain?" Hilman menatapnya datar. Lelaki itu menjauhkan laptopnya dari jangkauan Eryana.

"Ya udah. Kalau gitu aku berangkat dulu." Pasrah Eryana melihat Hilman yang masih bergeming menatap laptopnya. Ia menyodorkan tangan kanannya di hadapan Hilman yang sialnya malah ditepis oleh lelaki itu.

Tapi Eryana tidak menyerah. Ia mengambil paksa tangan Hilman yang masih bergerak di keyboard. Lalu menciumnya lembut, berhasil memberi pengaruh besar untuk suasana hati Hilman. Namun, seolah tidak terganggu dengan sikap Eryana, lelaki itu bersikap biasa saja. Bahkan kini Hilman sudah kembali berkutat dengan laptopnya.

"Mas."

"Apalagi?" Sungut Hilman yang masih berusaha menahan egonya. Tidak seperti biasa ia menatap penuh Eryana seperti sekarang ini. Netra abunya yang tajam benar-benar membuat Eryana terhipnotis.

"Ini. Belum." Gadis berambut sebahu itu menunjuk dahinya sendiri, mengisyaratkan agar Hilman mencium keningnya, seperti budaya yang dilakukan oleh pasangan suami istri lain.

Eryana tersenyum ketika melihat Hilman yang sudah beranjak dari ranjang. Lelaki itu berdiri tepat di hadapannya, membuat gadis itu sedikit gugup karena aroma melon khas Hilman yang dapat ia cium dari posisinya.

Helaan napas berat dari suaminya dapat ia dengar. Ditatapnya dada bidang Hilman yang tepat berhadapan dengan wajahnya. Keinginan untuk memeluk lelaki itu tiba-tiba muncul di benak Eryana.

Hilman memegang kedua sisi kepala Eryana. Lalu mengecup singkat keningnya yang bahkan tidak sampai dua detik, membuat gadis cantik itu mendengus sebal. Ia menatap Hilman yang masih berdiri menatapnya. Diusapnya bekas kecupan hangat bibir Hilman di keningnya. Ia tersenyum puas sekarang.

"Cepat berangkat!" Hilman mengetuk pelan kening Eryana dengan telunjuknya. Gadis itu menyengir, menampilkan deretan gigi putihnya.

"Ya udah aku berangkat dulu, Mas. Good bye" Ucap Eryana masih menatap Hilman.

Sebelum berlalu, ia menyisipkan ciuman di pipi kanan suaminya seperti biasa. Tapi kali ini berbeda karena lip tint Eryana berhasil membentuk sebuah cap bibir di pipi lelaki itu. Membuat Hilman lagi-lagi menggeram atas kelakuan aneh istrinya.

♡♡♡

Suasana Antha's Waroeng, rumah makan milik Hilman, sangat ramai. Acara pembukaan cabang baru telah usai setengah jam yang lalu. Kini saatnya para tamu menikmati berbagai menu dengan potongan harga hingga 50%.

Eryana begitu antusias menyambut para tamu dan pelanggan Antha's Waroeng. Ia tidak menyangka jika beberapa di antaranya adalah teman SMA nya dulu yang merupakan pelanggan setia rumah makan suaminya itu.

Satu Centang Abu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang