Bab 18 | Drama

8.7K 634 31
                                    

Eryana berdecak, menatap Hilman yang sibuk memporak-porandakan seisi lemari. Entah apa yang dicari oleh lelaki itu, padahal hampir semua warna dan model bajunya sama. Dengan tubuh yang hanya berbalut handuk sebatas pinggangnya, Hilman terus mengendus baju itu satu persatu, lalu membuangnya asal ke belakang tubuhnya.

"Mas. Cari apa sih? Udah aku lipat rapi-rapi juga."

Eryana mencekal lengan kekar Hilman yang hendak menarik salah satu baju berwarna abu-abu. Sontak lelaki itu mendengus, menatap istrinya yang sudah cemberut.

"Mau cari baju."

"Ya iya, baju. Apa ini semua bukan baju?" Eryana semakin dongkol dibuatnya saat Hilman kembali menarik baju itu tanpa menjawab ucapannya. Alhasil tumpukan yang di atasnya pun ikut terjatuh juga.

Sungguh menjengkelkan. Susah payah ia menata, melipat, dan menyetrika baju-baju Hilman. Karena memang sudah lama mereka tidak menggunakan jasa cleaning service setelah peristiwa Tama yang berkhianat. Semua mereka kerjakan sendiri termasuk urusan mencuci baju dan yang lainnya.

Eryana terduduk sambil menopang dagunya. Ia ingin memarahi suaminya habis-habisan. Tapi tidak bisa, semua makiannya tertahan di benak. Membuatnya sesak hingga ia hampir menumpahkan tangisnya. Benar-benar drama bukan? Ini masih pagi, dan suami tampannya sudah membuat ulah.

Tes...

Setetes air mata jatuh dari pelupuknya. Eryana menghapusnya kasar sembari terus mengumpat kecil di dalam hati. Matanya tidak sanggup menatap Hilman yang masih sibuk dengan kegiatannya tadi. Dadanya terasa sesak karena emosi yang tidak bisa keluar dari dirinya.

"Hiks.."

Eryana tak sengaja mengeluarkan suara isaknya. Ia menutup wajahnya menggunakan tangannya sendiri.

"Ya ampun, Sayang. Kamu kenapa?" Hilman terduduk di samping Eryana.

'Sayang-sayang!... seenaknya bilang Sayang, setelah merusak seisi lemari. Nggak mikir apa kalau aku juga capek urus ini itu sendirian!' Gerutunya dalam hati.

Eryana membuka kedua tangannya. Mata dan hidungnya sudah memerah. Isakan kecil senantiasa keluar dari bibirnya. Ia menatap Hilman dengan geram.

"Kenapa? Cerita dong."

"Kamu yang kenapa!" Eryana memukul dada bidang Hilman, mencubit perut dan lengan kekarnya dengan keras. Membuat sang empunya meringis kesakitan.

"Kamu ganas banget sih. Aww.. Kan saya tanya kamu kenapa, kok malah dicubit?"

"Iiihhhh.. pokoknya sebel, sebel, sseeeebeeelllll sama Mas Hilman!" Ia kembali mencubit perut dan lengan suaminya. "Aku udah rapi-rapi nata lemari, kenapa kamu hancurin?!" Geramnya sambil terus memberikan cubitan kecil di tempat yang sama. "Kamu itu nggak peka apa gimana sih?!"

"Ah iya, Sayang. Iya. Maaf-maaf."

"Hiks.." Eryana kembali menangis. "Pokoknya kamu harus rapiin itu semua. Kalau nggak-- kamu tidur di luar!" Ancamnya sambil terisak menatap Hilman.

Takut dengan ancaman istrinya, Hilman pun langsung menggenggam tangan wanita itu. "Eryana, sumpah deh. Saya nggak ada niatan buat ngerusak seisi lemari. Saya cuma mau cari baju yang aroma parfumnya beda, bukan yang bau melon. Nggak tahu kenapa, saya benar-benar ingin muntah kalau bau parfum itu. Ini aja saya beli kaos baru, semalam baru diantar Rama. Masa saya harus pakai kaos bekas semalam?"

Eryana mengernyit. Aneh. Bukannya Hilman penyuka melon akut, ya? Apa seleranya sudah berubah? Ck, lelaki ini menyusahkan saja. Jelas-jelas seisi lemari juga menggunakan parfum yang sama. Lihat saja, koleksi parfum melon Hilman yang memenuhi meja riasnya. Mulai dari melon madu, melon segar, melon mentah, sampai melon busuk pun ada. Eh..

Satu Centang Abu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang