Bab 12 | Damai

9.3K 638 30
                                    

Matahari sudah menampakkan sinarnya sedari tadi, namun Hilman masih ingin menikmati tidurnya yang sempat terganggu semalam, mengabaikan Eryana yang tengah merengek kepadanya.

"Maaasss...." Rengek Eryana untuk kesekian kalinya.

"Hmm.. mau hukuman yang gemes-gemes lagi?" Goda Hilman sambil menjepit tubuh Eryana.

Wanita itu terbelalak, ia mencubit perut suaminya cukup keras. Membuat yang dicubit hanya terkekeh. "Ish, apaan. Yang kemarin belum cukup?"

"Belum." Celetuk lelaki itu sambil memejamkan mata.

Eryana hanya bisa mendengus dalam diam. Ia masih menikmati pelukan hangat dari Hilman, aroma melon sepertinya sudah menjadi candu bagi wanita itu.

Sambil menempelkan kepala di dada Hilman, Eryana berujar pelan. "Hm, Mas. Aku mau izin ketemu Sandy, boleh?" Tanyanya sangat hati-hati. Ia paham jika Hilman masih sensitif dengan pembahasan yang menjurus ke arah teman kecilnya itu.

Benar saja, suaminya langsung membuka mata, lelaki itu menatap tajam Eryana yang tengah mengusap lengannya. "Na, saya kan sudah bilang--"

"Ketemunya cuma bentar, kok. Lagipula ini juga bahas masalah resto." Potong Eryana. "Boleh ya, ya." Rayunya sambil menatap Hilman.

Lelaki itu menimbang-nimbang ucapan istrinya. Sebenarnya, ia tidak keberatan mengizinkan Eryana untuk bertemu Sandy. Toh untuk kepentingan resto juga kan. Namun status mereka di masa lalu yang membuat hatinya tidak tenang. Entah kenapa, Hilman merasa aneh saat Eryana menemui laki-laki lain.

Ia menghembuskan napas pelan, memaksakan senyum ke arah Eryana yang masih menatapnya penuh harap. "Ya udah boleh."

Eryana berteriak senang di dalam hati. Rangkulan tangannya semakin erat di pinggang Hilman. Ia tidak tahu apa laki-laki ini benar mengizinkannya, atau hanya--

"Tapi saya ikut." Ujarnya lagi saat Eryana masih sibuk dengan pikirannya.

"Hah, Mas yakin mau ikut?" Sontak wanita itu terkejut dengan pernyataan Hilman. Beberapa hari yang lalu, ia baru mengetahui fakta kalau Hilman mengidap kelainan Agoraphobia. Lalu sekarang, kenapa lelaki ini tiba-tiba meminta ikut dengannya? Padahal Eryana sendiri paham betul kalau Hilman masih mencoba beradaptasi dengan tempat-tempat ramai. Seperti kata Ibu kemarin.

"He em." Jawab lelaki itu santai.

"Tapi kan, Mas--"

"Kenapa?"

Eryana menghela napas. Kalau memang itu permintaan Hilman, ia bisa apa selain mengiyakannya. Biarlah lelaki itu ikut, Eryana akan berusaha membantu Hilman jika nanti ketakutannya kembali datang."Ya udah, ponselku mana? Aku mau telpon Sandy dulu."

Hilman menggeleng, "Nggak. Ponsel kamu masih saya sita. Pakai ponsel saya aja." Sergahnya sambil memberikan benda pipih miliknya ke Eryana.

"Password nya apa?"

"Tanggal pernikahan kita." Blush. Pipi Eryana langsung memerah. Lagi-lagi ia dibuat terkejut dengan ucapan Hilman. Ternyata, lelaki ini masih ingat dengan peristiwa penting mereka. Huft, memang tidak bisa diprediksi!

22072025.
Eryana mengetikkan jemarinya dengan lincah di atas keyboard. Kunci terbuka. Menampilkan foto Faiz, Hilman, Rima, dan Ibu mertuanya yang saling berpelukan. Eryana jadi tersenyum melihatnya. Nampak sekali kalau lelaki di sampingnya ini sangat menyayangi keluargannya.

"Udah?" Tanya Hilman yang tengah mengucek sebelah matanya.

Eryana mengangguk, jemarinya menggeser-geser menu. "Mas Hilman mandi duluan sana. Nanti aku siapin bajunya." Wanita itu melepaskan tangannya di pinggang Hilman, sedikit mendorong lelaki itu agar segera bangkit dari posisinya.

Satu Centang Abu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang