Bab 25 | Bersalah

13.1K 667 34
                                    

"Nggak usah natap gue kayak gitu deh." Celetuk Eryana kepada Rima dan Asa yang sedari tadi menatapnya intens. Selepas Hilman pamit ke kantin, suasana menjadi sangat hening, aura intimidasi dari keduanya pun menguar di sekitar Eryana. Ia jadi merasa terhakimi.

Mencoba bodo amat, Eryana menyandarkan tubuhnya ke sofa. Punggungnya tiba-tiba terasa sakit.

"Kamu gimana sih, Na. Bang Hilman kesakitan tuh. Samperin gih di kantin rumah sakit. Nanti kena adzab gara-gara durhaka sama suami, baru tahu rasa!" Ujar Rima.

Eryana hanya menghela napas. Ia memutar bola matanya malas. Dugaannya benar dan tidak meleset sama sekali jika kedua sahabatnya akan membicarakan ini.

"Iya nih. Kasihan tahu! Dia kayak gitu kan gara-gara kamu juga." Tak mau kalah, Asa ikut menimpali.

Mendengar namanya disebut-sebut, Eryana menjadi senewen. "Kok jadi gue?" Sewotnya sambil menatap tajam Asa dan Rima bergantian.

"Sini deh, Na. Aku kasih tahu sesuatu."

Eryana terduduk di kursi yang ditempati Hilman tadi. Dengan penuh tanda tanya, ia menyilangkan kedua tangan di depan dada. Matanya menyipit, menatap Rima yang masih sibuk mengotak-atik ponsel. Rasa penasarannya semakin bertambah ketika Rima menyuruhnya untuk menyaksikan sebuah video berdurasi singkat dengan seorang perempuan yang terlihat sedang bersembunyi. Eryana merasa familiar dengan wajahnya, pun dengan tempat rekaman video itu.

"Tenang, Kak. Semua udah berjalan lancar. Eryana baru aja pergi dari rumahnya Kak Hilman."

"..."

"Nggak sia-sia juga, Kak Tama nukar buku itu sama salinanku."

"..."

"Iya, aku tadi udah ngaku Ana kok. Kayaknya Eryana kaget terus langsung lari keluar rumah."

"..."

"Hahaha... iya dong. Siapa dulu ini, Rasi. Adiknya Kak Tama yang paling cantik."

"..."

"Ya udah aku matiin dulu. Kak Tama di sana aja. Jangan sampai polisi tahu keberadaan Kak Tama sekarang."

"..."

"Ya udah, bye!"

Klik

"Shit! Jadi, dia bukan Kak Ana yang ada di buku Mas Hilman?"

Rima menggeleng.

"Berarti buku abu-abu yang aku baca kemarin itu--palsu?"

Rima mengangguk.

"Hais, Bodoh! Bodoh banget gue bisa percaya sama perempuan ini. Ck, tau gini gue nggak akan marah-marah ke Mas Hilman. Pakai maki-maki dia lagi. Gue udah durhaka banget. Nggak percaya sama suami sendiri." Eryana hanya bisa mengumpati dirinya sendiri. Ia menatap kedua sahabatnya frustasi, "Terus gue harus gimana?"

"Ya udah sekarang kamu samperin Bang Hilman gih. Bicara baik-baik, minta maaf ke dia." Asa menepuk bahu Eryana. "Asal kamu tahu aja, Na. Seminggu kemarin, Bang Hilman rutin ngirim uang buat kamu. Dia juga selalu nanyain kabar kamu lewat aku. Hampir setiap jam."

Jantung Eryana berdegup cepat. "Jadi--"

"Iya. Semua itu pakai uang Bang Hilman." Sela Asa.

Eryana menggigit bibir bawahnya. Ternyata Hilman masih memikirkan keadaannya di saat mereka sedang bertengkar seperti ini.

"Ck, ya udah tunggu apalagi. Susul dong!" Desak Rima ketika menatap Eryana yang malah bergeming di tempatnya.

Wanita hamil itu mengangguk semangat. "Terima kasih, Rim. Terima kasih, Sa. Gue pergi dulu." Ia mencium pipi kedua sahabatnya, lalu melengang pergi meninggalkan ruang rawat Rima. Menuju kantin untuk mencari lelaki yang paling ia rindukan saat ini.

Satu Centang Abu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang