Bab 14

142 38 59
                                    

Fikri masih diam membisu ditempat ia berdiri. Menilik kearah Arkana dengan tatapan penuh curiga. Sedang Arkana juga ikut diam, jarak mereka berhadapan sekitar 5cm. Arkana masih kebingungan harus mengeluarkan pakai kalimat apa agar fikri tidak curiga bahwa yang menyelamatkan Alea ialah dirinya. Akhirnya, Arkana berjalan untuk masuk kedalam rumah. Saat melewati tempat Fikri berdiri, tangan Arkana ditarik oleh Adenya.

     "Gue butuh penjelasan lo, Apa bener semua ucapan John tadi??"
Arkana menelan ludahnya, "Iya bener"
    "Brengsek!" Lalu Mencengkram baju Arkana.
    "ADA HUBUNGAN APA LO SAMA GADIS ITU?! Ucapnya emosi.
Arkana memberontak menatap Fikri Tajam.
    "Dan lo lebih percaya sama john tanpa mau denger penjelasan gue?"

     "Ban gue emang kempes, John telat dateng ke lokasi. Dan gue udah di tolong sama Akbar. Saat gue ke lokasi pake mobil Akbar, Disana gaada siapapun. Bisa lo tanya sama Akbar!" Ucapnya santai. Meskipun dirinya berbohong, ada perasaan takut bila Fikri akan menanyakan hal ini ke Akbar. Untung nya, Fikri tidak membahasnya lagi. Ia pun mengatur emosinya.

     "Sialan, john yang keparat! Gue percaya karna gue yakin lo gaakan mengkhianati rencana kita!" Sahut Fikri menepuk pundak Arkana, kemudian masuk kedalam Rumah kemudian disusul oleh Arkana.

Mereka duduk diruang tengah sambil menonton Film ditemani Rokok dan kopi. Fikri sudah menghabiskan 3 bungkus rokok dalam sekejab, dirinya memang sudah kecanduan. Berbeda dengan Arkana, merokok ketika sedang dilanda masalah saja.

     "Ayah kemana?" tanya Arkana.
     "Seperti biasa"
     "Club?"
     "Iyaa," ucapnya sambil terus mengisap seputung rokok yang tinggal setengah lagi.

Mendengar jawaban itu, Arkana langsung bangkit dari tempat duduknya untuk menyusul Ayahnya di club malam.

Arkana menyetir mobil dengan pikiran kacau, merasa kesal dengan tingkah Ayahnya yang tidak pernah berubah. Bersenang-senang bersama para wanita jalang. Tidak habis pikir! Itu sebabnya yang membuat Arkana tidak ingin menyakiti Alea, sedikitpun menyentuhnya tidak akan pernah bisa ia lakukan, tidak.

Sesampainya di sana Arkana sudah melihat Ayahnya dalam keadaan mabuk sambil tertawa ditemani wanita-wanita dengan pakaian yang amat seksi. Arkana berdiri ditempat Ayahnya duduk. Meja bundar itu penuh dengan kanan-kiri wanita berlagak merayunya.

    "Eeh ganteng, sini-sini duduk ikutan sama kita. Mau minum apa nanti aku pesenin"
    "Bisa aja lu sama yang ganteng. Anaknya bobi ya? Tamvan juga. Sini duduk manis"
    "Nanti dikasih goyangan yang mantep! Tenang ajaaa ya, sini duduk" Ucap perempuan penggoda, memegang lengan Arkana lalu ditepisnya halus.

Arkana jalan menuju tempat Ayahnya duduk, lalu membawanya pergi dari tempat jahanam ini. Seperti biasa bobi dalam keadaan mabuk berat. Masih dalam keadaan tertawa, entah apa yang ada di pikiran nya saat ini.

    "Heran, masih aja rajin kesini demi bawa pulang Ayahnya" Ucap seseorang dibalik meja bar yang melihat sosok Arkana lagi.

Di masukannya ke mobil dengan susah payah, karna tubuh bobi sangat besar. Tidak disangka saat mobil Arkana melaju meninggalkan club malam itu, belum jauh. Beberapa mobil polisi pun datang--sepertinya ingin melakukan penggerebekan. Bau alkohol yang menyengat dari mulut Bobi membuat kepala Arkana pusing. Ia jadi ingat saat masa kecilnya selalu melihat Ayahnya pulang dalam keadaan mabuk membawa beberapa wanita.

Keesokan paginya Arkana dan fikri dikagetkan oleh pecahan barang dari kamar Ayahnya. Mereka langsung mengetuk pintu kamar Bobi namun tanpa respon apapun, hanya terdengar suara pecahan barang ini dan itu.

Tok-tok-tok...

    "Ayahhh?"
    "Buka pintunya Ayah, Bukaaaa!"
Fikri menarik lengan kakanya, membiarkan Bobi meluapkan emosinya. Sudah tidak asing lagi bila marah atau dalam keadaan emosi pasti selalu memecahkan barang apapun.

Misteri Sembilan Bulan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang