Bab 19

77 21 4
                                    

Sebelum berangkat ketempat camping ada hal yang harus dicari dan dibawa kesana, ya akte kelahiran beserta kartu tanda mahasiswa. Entah untuk apa akte itu dibawa lalu di fotocoppy. Gue baru inget kalau akte kelahiran itu entah dimana, selama hidup ngga pernah sekalipun nyentuh kertas itu. Gue langsung menuju kamar untuk mencari berkas, mungkin didalam itu ada.

Huh, Tidak ada kertas penting itu. Hanya ada Bingkai foto Ibu yang kusam, andai gue bisa mendekap detik seharusnya gue gapergi  atas dasar keegoisan diri, dan gue harus kehilangan Ibu, disaat gue belum memberikan banyak hal.

"Buu, Arkana rindu" Tetesan air mata itu, jatuh secara sukarela membasahi foto dalam bingkai penuh debu. Gue langsung membersihkannya dan membawa masuk kedalam koper.

"Arrr, nih akte kelahirannya"
"Lho?nemuin dimana?"
"Bawah kolong kasur Ayah"

Kenapa Ayah menaruhnya dibawah kolong? Rasa penasaran tiba-tiba muncul, gue langsug mencari tau ada apa dibalik kolong kasur itu, pasti ada hal lain. Benar saja, gue dan fikri kaget melihat surat pengangkatan anak dari panti asuhan dan obat-obatan anti-depresed. Surat itu perjanjian atas nama Arkana Bryadam.

     "Gausah dipikirin bro, nanti kita cari tau langsung ke lokasinya. Simpen baik-baik kertasnya. Besok kita udah langsung ke hutan wanagama. Dan inget rencana awal kita" tegas Fikri.

Katanya bahagia itu diciptakan sendirian, begitupun dengan kesedihan. Tapi nyatanya, sulit sekali untuk menjangkaunya. Semenjak tragedi maut yang menimpa Ibu, dan gue gatau kenapa Ayah bisa membunuhnya dengan sadis, gue gatau menahu soal itu. Kenapa harus gadis itu yang jadi tumbalnnya untuk membalas kesakitan Ibu? Gue gasanggup untuk menyakiti atau sekali menyentuhnya.

    "Bu, arkana tau. Ibu pasti tidak ingin Arkana melakukan ini kan? Arkana tau, Ibu ingin di keabadian dengan tenang. Bu, Arkana tau semua rencana gila ini salah langkah. Bu, tolong kasih tau Fikri, kalau ini semua gaakan bisa menyembuhkan luka dalam hati Ibu, Arkana bukan pecundang yang mau menyakiti perempuan, Arkana menghargai Ibu"

Andai rasa kesedihan bisa disembuhkan dengan sekali senyum, pasti banyak manusia tersenyum tanpa beban atau sekedar menutupi kepura-puraan tanpa rasa sakit. Nyatanya,  mereka selalu lihat dari yang keliatan, dari yang kedengarkannya enak aja, padahal mereka gatau gimana prosesnya untuk terlihat 'senang' terus. Mau gunain jatah sebagai manusia, sekali caper sama dunia. Kalau sedih, ya manuawi.

    Tenangkan hati, semua ini bukan salah mu.
   
      Kurang lebih begitu lagu yang gue dengerin dari layar hp. Menenangkan bagi yang mendengarkan. Apapun yang menjadi masalah, tidak semata-mata kesalahan dari dalam diri mungkin sudah takdirnya begitu.

***
Author POV..

      Semua mahasiswa-mahasiwi berbaris sesuai kelompok yang sudah ditetapkan oleh Bem dari tiap falkutas. Tiap kelompok terdiri dari 30 anggota, dalam satu bis untuk menuju perjalanan masuk dua kelompok. Alea berjalan gusar memasuki bis, dirinya merasa sedang tidak baik moodnya ketika melihat reaksi Arkana tidak membalas senyumnya. 

Alea mencari posisi duduk ditengah, namun duduk di paling ujung agar bisa menyenderkan badannya kekaca. Tidak perduli siapa yang akan duduk bersamanya, tidak disangka kini makhluk  yang duduk bersamanya ialah Ajay, namun Alea tetap berusaha biasa saja.

      "Kadang hidup itu lucu, berharap sama yang nggak mengharapkan"
        "Kalau aja ada bintang jatuh, gue pengen gadis disebelah gue bisa punya  rasa sayang sama gue, hehe tapi mustahil ya?" Lirihnya, ucapannya sedikit gemetar. Alea ingin membalasnya namun Ajay mengucapkan kalimat akhirnya, yang begitu membuatnya ambigu.
      "Tapi kali ini gue gaakan memaksa untuk lo jatuh hati sama gue, tapi gue gaakan  jauh sama lo, lea. Justru, gue pengen tau orang yang lo sayang itu beneran jadi malaikat pelindung atau justru ngasih malapetaka, hehe" sambungnya lagi, melirik sebentar kemudian beranjak pergi pindah kebelakang.

          Alea kebingungan menangkap suara yang baru saja memasuki telinga kirinya. Rasanya seperti ada yang aneh namun berbeda, tidak lagi menyebalkan seperti biasanya. Seperti  ada makna dibalik kata kalimat Akhirnya. Kini gadis itu sendirian sambil menatap kaca jendela menikmati perjalanan yang sudah jauh arahnya.

     "Eeehemm, uhuk-uhukk" suara batuk itu membuyarkan lamunan nya,  Alea tersentak kaget  melihat asal sumber suara disebelahnya.
       "Arkana? ngapain disini" Tanyanya, Alea nengok kanan kiri sekitarnya, tidak ada manusia lain. Hanya dirinya,Arkana dan pak sopir yang tertidur pulas.

Keasyikan melamun sambil memikirkan ucapan Ajay, membuatku tak sadar bis ini sudah kosong karena berhenti dulu di Res-area. Arkana menatap gadis itu, tidak seperti biasanya berbicara dengan nada yang sangat halus.

      "Gasemua hal harus ada alasan dan jawaban"
      "Tapi kan tempat kamu bukan disini tadi, dan kamu juga..." Terpotong, Arkana pertama kalinya mengeluarkan sabda.
     "Kamu terlalu fokus menatap kedepan, padahal aku dibelakang kursi yang kamu duduki. Kamu juga terlalu banyak bertanya kenapa, aku mau duduk disini, disebelahmu. Kamu jangan menatap kaca yang tak bisa menjawab isi kepalamu. Lihat, sekarang disebelah ada aku, siap jadi sandaran kepalamu."

Tuhannnnn!!! Dia benar bukan manusia. Arkana, Seperti dewa kejutan!!!!
       Uummm.. nada suaranya, ucapannya, tatapan nya, tampilan gingsulnya dan apalagi ya? Hmm senyumnya mungkin,  terasa 'menyenangkan' , dan aku menyukai semua tentang dirinya.

      "Nih makan, kamu belum makan. Tadi aku ambilin nasi kotaknya"
       "Jangan tanya aku, melihat kamu kenyang saja, sudah cukup buatku"

Arkana tersenyum, melihat binar mata bahagia yang ada dalam kelopak mata Alea. Arkana, ingin selalu didekat perempuan itu tanpa sepatah hari dan jeda waktu. Lalu Alea menikmati makanan itu dengan kunyah ternyamannya, berharap dalam hatinya moment ini bisa ia rasakan sampai sekarang.... Dan nanti.

        "Sekarang kita semua sudah sampai di lokasi tujuan, hutan wanagama. Baik, saya selaku presma mengucapkan terima kasih untuk yang sudah menyediakan waktunya mengikuti acara ini. Semoga serangakain acara bisa berjalan sampai akhir. Sesuai ketentuan, jaga tata Krama dan berlaku sopan santun. Siapkan tenda untuk masing masing kelompok. Dan jangan lupa siapkan kayu karna malam ini akan ada api unggun beserta pengarahan agenda acara, terima kasih. Salam hangat."

     "Ark, gue tunggu disana ya" Laki-laki itu menepuk pundak Arkana. Lea memperhatikannya, ia ingat siapa dia. Rupanya yang waktu itu menyiram dirinya dengan jus strawberyy. 
    "Tau ga yang tadi siapa lea?"
    "Gatau, emang siapa den?"
Dena berbisik pelan, "Namanya fikri. Adeknya Arkana"
      "Adenya?serius?"
       "Jangan terlalu serius, nanti ditinggalin hahaha"
      "Apasi Andrean nyambung aja kaya kabel depan rumah"

Kali ini, Genanta berdiri disebelahnya, menunjuk kearah Sosok laki-laki yang memegang slayer Lentera.
     "Lea, tumben ya si ajay ngga deketin lo lagi semenjak kejadian dia dipukul sama Arkana"
     "Baguslah, biar dia mikir" ucapku santai, langsung kembali membantu yang lain memasang dan menyiapkan kayu bakar.

Sebetulnya, Alea sangat kepikiran dengan ucapan Ajay sewaktu dibis. Bertanya tanya dalam pikirannya, apa sikapku membuat nya terluka?apa dia merasa sakit hati? Rasanya tidak enak sekali, lalu apa yang harus aku lakukan saat ini. Meminta maaf mungkin ya? Ah tapi nanti saja.

 

Misteri Sembilan Bulan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang