DUA

22.3K 2.8K 183
                                    

Haechan hanya diam melihat Jaemin yang sejak tadi mengaduk makan siangnya. Ia mengerti laki-laki itu pasti syok dengan apa yang terjadi. Terlintas dipikirannya, Jeno pasti dalam kondisi yang sama seperti Jaemin.

Saat ini tidak boleh mikirin Jeno. Fokus Jaemin!

Haechan melihat sekilas pada bekal makan siangnya. Dan tanpa berpikir panjang lagi ia menyodorkan bekal makan siangnya dan mengambil paksa makan siang milik Jaemin.

"Kau makan saja bekal makan siangku. Sejak tadi kau seperti tidak selera dengan makananmu."

"Yak! Itu makan siangku, Donghyuck!" kata Jaemin kesal yang hanya mendapat pandangan tidak peduli melanjutkan makan siangnya.

"Kau makan saja bekal makan siangku. Rasanya lebih enak dibandingkan bimbimbab pesananmu ini."

Jaemin hanya mendengus kesal dan mulai mengambil satu potong gimbab. Mulutnya bergerak pelan dan tidak lama matanya melihat ke arah Haechan.

"Bagaimana? Enak, bukan?" tanya Haechan dengan senyumnya.

Jaemin mengangguk dan melanjutkan makan siangnya.

"Aku selalu membuat banyak. Tapi berakhir tidak habis," kata Haechan mulai bercerita dan membuat Jaemin mengalihkan perhatiannya.

"Jeno tidak pernah mau makan bekal siangku. Katanya aku tidak perlu repot-repot membuat makan siang untuknya dan menghabiskan persediaan makanan di rumahku." Haechan diam sesaat. Tangannya kembali menyendok satu suapan untuk dirinya.

"Menghabiskan apanya? Apa dia pikir keluargaku itu susah? Hanya karena Ayahku bekerja sebagai wakil direktur di tempat Ayahnya?"

Jaemin meletakkan sumpitnya. "Mungkin ada alasan lain?"

"Alasan lain? Dia lebih memilih membeli makan siang di kantin dibandingkan makanan buatan kekasihnya sendiri."

"Bukankah ada alasan yang tidak perlu diceritakan?"

Haechan mendengus. "Aku tidak tahu."

"Jaemin," panggil Haechan.

"Ada apa, Donghyuck?"

"Terima kasih."

"Untuk?"

"Mau mendengarkan ceritaku."

"Hah?"

"Jeno tidak pernah menanggapi semua ceritaku. Setiap kali aku mulai bercerita, dia akan segera menyuruhku bercertia. Aku tidak mengerti. Kau tahu aku seperti berpacaran dengan sebuah patung." Haechan menangkup kedua pipinya.

Mendengar perkataan Haechan, Jaemin meletakkan sumpit miliknya kembali. "Kupikir hanya aku saja. Renjun juga seperti itu. Bahkan dia dengan mudahnya berteriak dan menyuruhku berhenti."

Jaemin memandang Haechan. "Apa salah kalau kita bercerita mengenai keseharian kita? Apa salah kalau kita ingin mendengar kekasih kita berbicara?"

Haechan menggeleng menanggapi pertanyaan Jaemin. "Terkadang aku ingin tahu apa saja yang Jeno lakukan di rumah. Aku selalu memancingnya dengan mengatakan kegiatanku di rumah melalui pesan dan juga telepon. Tetapi, dia hanya bergumam dan tidak bercerita balik."

Jaemin mengangguk. "Aku juga seperti itu. Katanya aku terlalu berisik. Ngomong tidak pernah berhenti."

"Setelah kupikir lagi. Sepertinya tidak masalah kalau aku mengikuti permintaan kalian. Aku ingin tahu rasanya memiliki kekasih yang saling bercertia seperti ini," lanjut Jaemin yang memandang lurus ke arah Haechan.

"Jadi, Lee Donghyuck kita resmi menjadi sepasang kekasih karena pertukaran bodoh yang kalian lakukan ini?"

Haechan mengangguk. "Kalau kau tidak keberatan, Jaemin."

Jaemin terkikik geli. "Aku sudah mengatakan kalau aku akan mengikuti permintaan kalian, bukan?"

Haechan mengangguk.

"Aku melakukan ini karena tidak ingin putus dengan Renjun. Tapi mendengar ceritamu, aku ingin merasakan pacaran yang saling bercerita. Seperti yang kukatan tadi."

Haechan tersenyum. "Jadi, apa rencana kencan pertama kita Tuan Na?"

"Bercerita di taman kota dengan memakan es krim?" usul Jaemin.

"Setuju."

***

Renjun terlihat tenang memakan makan siang miliknya. Ia melirik sekilas ke arah Jeno yang sama seperti dirinya. Senyum di wajahnya mengembang.

Tenang sekali. Memang kalau makan itu harus tenang seperti ini.

Sementara itu, Jeno sesekali melihat ke arah meja yang berada tidak terlalu jauh dengan mejanya. Terlihat Haechan yang tampak senang bersama Jaemin.

Sepertinya dia bahagia karena bisa menemukan orang yang seperti dirinya.

Jeno melirik sekilas ke arah Renjun yang terlihat menikmati makan siangnya. "Renjun," panggilnya. Namun, hanya sebuah suara deheman yang didapatkan sebagai responnya.

"Sebenarnya apa yang kau dan Haechan rencanakan?" tanya Jeno.

"Rencana apa?" Renjun bertanya balik, alih-alih menjawab pertanyaan dari Jeno.

"Bertukar pacar seperti ini. Pasti kalian merencanakan sesuatu bukan?"

Renjun meletakan sumpit miliknya. Menatap Jeno dalam diam. "Kau kan pintar. Seharusnya paham dengan kondisi di antara kita berdua dengan meja di sebelah sana," Kata Renjun menunjuk di mana meja Haechan dan Jaemin berada.

"Mereka terlihat senang bukan? Saling bercerita satu sama lain. Sedangkan kita? Kita hanya diam menikmati ketenangan. Apakah kau paham maksudnya?" lanjut Renjun.

Jeno mengangguk mengerti. "Sepertinya aku sudah paham."

Renjun mengalikan perhatiannya ke arah meja Jaemin. "Aku selalu memarahi Jaemin setiap kali dia bercerita. Kurasa Jaemin harus mendapatkan teman yang sama sepertinya."

Jeno tersenyum. "Ternyata kau sama denganku. Haechan juga selalu kusuruh diam. Tapi kuyakin, Jaemin tidak akan bisa diam hanya karena kau memarahinya. Berbeda dengan Haechan yang akan menurut.

"Kau tahu itu." Renjun membenarkan perkataan Jeno.

"Setidaknya kita memiliki waktu lebih untuk ketenangan ini, bukan?"

"Ya. Kau benar." Kali ini Jeno membenarkan perkataan Renjun.

"Jadi, apa yang biasa Jaemin lakukan?"

"Tidak ada. Selain bercerita sepanjang hari, dia hanya akan mangantar-jemputku. Dan akan berakhir meneleponku terus-menerus."

Jeno menangguk. "Mudah. Tapi jangan harap aku akan meneleponmu. Karena Haechan pun selalu menunggu panggilan dariku walau dia tahu itu mustahil."

"Tidak masalah."

***

May 2nd, 2020

AYO KITA BERTUKAR (00LINE NCT DREAM) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang