12

5.5K 426 32
                                    

Awal paginya sebagai seorang istri, Prilly merasa tak enak pada selangkangannya. Malam tadi, Prilly tak kuasa menolak keinginan Ali. Namun, rasanya ingin sekali menolaknya. Rasanya bercinta tanpa dilandasi bumbu cinta itu rasanya hambar, Prilly menangis mengingat kejadian tadi. Begitu kasar, tak ada kelembutan yang Ali terima. Jeritan-jeritan kecil seringkali terdengar dari mulutnya.

"Kak Ali?"

Ali tertidur memunggunginya, Prilly menghela nafasnya. Sebenarnya siapa disini yang menginginkan pernikahan ini? Kenapa sifat Ali seakan-akan menolak pernikahan ini, harusnya dirinya yang bersikap seperti itu. Dasar Pria aneh! Prilly berangsur dari ranjang, kemudian mengambil pakaiannya yang tergeletak dibawah.

Prilly melihat bercak darah yang sangat jelas berada disprei berwarna putih, kamar Ali memang dominan dengan warna putih. Prilly menghapus air matanya, dirinya harus kuat menahan rasa tak kuat ini. Dirinya bukan wanita yang lemah, Prilly akan buktikan pada mereka. Jika dirinya kuat.

Prilly keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil yang melilit rambutnya, karena habis mandi besar. Ternyata Ali masih belum bangun-bangun, ingin rasanya membangunkannya. Namun, Prilly masih malu akibat kejadian malam. Kejadian yang merenggut kehormatannya dengan paksa, walau itu adalah kewajibannya.

"Kak Ali, bangun?"

Ali tak bergeming, membuat Prilly terdiam. Prilly memerhatikan suasana kamar Ali, sangat elegan serta luas. Kamar ini terbagi dengan ruangan kerja milik Ali, daripada tak tau harus berbuat apa. Lebih baik Prilly mempersiapkan kebutuhan Ali yang akan bekerja. Tak ada cuti, karena itu akan mengundang banyak kecurigaan.

Tangannya membuka lemari, kemudian mencari kemeja serta jas yang cocok untuk Ali. Prilly harus belajar menerima semua ini, takdir yang membawanya kesini. Dan Prilly harus ikhlas jika hidupnya seperti ini, pilihannya jatuh pada kemeja berwarna putih serta jas berwarna hitam. Mungkin jika Ali yang memakainya, akan sangat gagah.

Tekk

Tanpa sengaja Prilly menjatuhkan barang yang berada didalam lemari milik Ali, Prilly melirik Ali yang masih terlelap dalam tidurnya. Prilly berjongkok kemudian mengambil barang itu yang ternyata kalung, keningnya mengkerut. Kalung siapa ini? Dan kelihatannya belum dipakai. Melihat Ali akan membuka matanya, Prilly mengembalikan kembali kotak kalung itu pada tempatnya dan menutup pintu lemari. Kemudian meletakkan jas, celana, serta kemeja Ali ditempat tidur.

"Bangun, Kak."

Ali mengucekkan matanya, kemudian mengangguk. Ali mengambil celana yang kemarin malam ia pakai, kemudian berjalan kearah kamar mandi. Prilly hanya bisa menghela nafasnya, rasanya sepi. Prilly berjalan kearah balkon kamar Ali. Hati dan pikirannya masih bertanya-tanya siapa istri pertama Ali sebenarnya?

Apa salahnya jika dirinya ingin tau, kenapa Ali seakan-akan menutupi jati diri istrinya darinya. Prilly merasa tak dihargai oleh Ali, bersikap dingin padanya. Sangat acuh akan keberadaannya, mau apa dia sebenarnya? Sudah memaksanya dan kini mengacuhkannya, Prilly heran dengan Ali.

"Prilly?"

Prilly menoleh kemudian berjalan kearah Ali yang menatapnya datar, lagi-lagi datar. Prilly tau, Ali pasti membutuhkan dasinya. Prilly mengambil dasi berwarna hitam dan memasangkannya pada Ali, Ali hanya diam sambil memerhatikan Prilly yang sedang memakaikannya dasi.

"Jangan kemana-mana tanpa ijinku, dan ingat satu hal. Jangan pernah mengijakkan kakimu kelantai paling atas!" Titah Ali, Prilly mengangguk.

Prilly melihat rambut Ali yang berantakkan pun mengambil sisir kemudian berjinjit untuk menyisir rambut Ali, Ali hanya diam menikmati semua ini. Prilly menggigit bibir bawahnya, Prilly tidak akan jatuh pada pesona Ali. Tidak akan pernah.

"Apa salahnya Kak, aku tau istri pertama Kak Ali? Aku istri Kak Ali juga, aku berhak tau!" Prilly berkata lirih tepat didepan Ali.

Ali terdiam, kemudian mendekatkan wajahnya pada Prilly. Tanpa berkata apapun, Ali mencium Prilly sambil menekan tekuk Prilly. Prilly memejamkan matanya, Ali tau. Prilly menangis, ketika air mata Prilly juga jatuh bibirnya. Terasa asin, Prilly mengalungkan tangannya dileher Ali. Prilly tak membalas ciuman ini, Prilly tidak tau harus berbuat apa. Yang dirinya lakukan hanyalah diam tak berkutit.

"Hffft.. aku berangkat!"

Ali melepaskan ciuman itu, jempolnya mengusap bibir Prilly yang bengkak akibat dirinya menggigit bibir Prilly. Prilly menunduk sambil mengangguk, Prilly merasakan kepalanya ditarik serta ciuman dikening yang sangat hangat.

Blam

Pintu kamar terbanting dengan keras, seketika itupun. Prilly luruh kelantai yang dingin, sekuat tenaga dirinya membiasakan menjadi istri yang baik untuk Ali. Namun, nyatanya Ali masih saja tak ingin memberitahu semua ini padanya. Hatinya terasa tercabik-cabik, tak tau harus berbuat apa sekarang.

"Lantai atas?"

Ada apa dilantai atas? Rumah Ali memang terdiri dari 5 lantai, serta akses menaikinya harus memakai Lift. Tangga pun ada, namun tangga itu sangatlah membuatnya pusing saking begitu banyaknya dan berliku. Prilly bangkit kemudian berjalan keluar, rasanya perutnya sudah ingin makan.

"Silahkan Nyonya!"

Prilly tersenyum kemudian menatap banyaknya makanan dihadapannya, Ali tidak sarapan. Membuat Prilly kesepian, dirinya makan hanya seorang diri tak ada yang menemani. Prilly merasa tinggal dirumah mewah ini terasa sangatlah sepi, Prilly meneguk air putih. Prilly mendongakkan kepalanya keatas, melihat dengan jelas lantai atas.

Ada apa disana? Kenapa Ali sangat melarangnya kesana, apakah disana terdapat istri pertama Ali? Lalu jika ia, mengapa tidak turun. Hal itu membuatnya bertanya-tanya.

Karena Ali sudah berangkat bekerja, Prilly memilih melanggar semua itu. Prilly memakai akses tangga saja, Prilly terus menatap lantai atas. Jiwa penasarannya ingin sekali menampakkan kakinya disana, mungkin disana Prilly akan mendapat jawaban dari semua pertanyaannya.

"Sudah ku bilang, jangan pernah menginjakkan kakimu kelantai atas!!"

Deg

Prilly menoleh pada Ali yang berada dibawah, dirinya berada dianak tangga urutan lima. Karena tidak berpegangan, serta Prilly tidak seimbang. Prilly limbung kebawah.

Bruk

Ali menangkap tubuh mungil Prilly, Prilly terpejam. Tubuhnya bergetar, hampir saja dirinya terjatuh kebawah. Jika tidak ada Ali, mungkin Prilly sudah dilarikan kerumah sakit. Ali menegakkan tubuh Prilly kemudian menatapnya tajam, Prilly hanya bisa menunduk dan merasakan pundaknya dicengkram kuat oleh Ali. Rasanya sakit, Prilly menitikkan air matanya. Prilly benar-benar tak sengaja hampir saja melanggar perintah Ali.

"Apa kau tidak dengar? Jangan pernah kesana! Jika kau ingin tau semuanya, cukup diam! Tak usah melanggar semuanya, kau akan tau dengan sendirinya."

"Bagaimana aku tau Kak? Kalo Kakak sendiri tidak memberitahu aku! Kakak itu egois! Beritahu aku Kak! Kenapa Kakak menjadikan aku istri kedua Kakak? Dan siapa Nadya yang Kakak maksud? Terus, untuk siapa kalung yang berada dilemari Kakak!"

Ali terdiam, namun pandangannya tetap tajam menusuk. Nafas Prilly tersengal-sengal, emosinya memang mudah sekali meledak. Prilly berusaha menahan semua ini.

"Jawab Kak! Kenapa Kakak diam, hiks.. aku istri Kakak juga, aku berhak tau siapa Nadya yang Kakak maksud. Aku ingin tau Kak!"

"Suatu saat kau akan tau alasan dari semua ini, alasanku menikahimu!!"

Ali benar-benar egois?

Ada yang emosi?

Gereget lagi gak?

Sabtu, 2 mei 2020



TAKDIR [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang