Part One

1.3K 72 1
                                    

Seorang laki-laki terbangun dari tidur lelapnya ketika cahaya matahari pagi menyilaukan matanya yang masuk melalui celah tirai jendela. Laki-laki itu bernama Kanan Wijaya. Dia adalah anak dari Tanu Wijaya dan Iriana. Kanan adalah seorang mahasiswa semester akhir berusia 22 tahun. Kanan saat ini kuliah di salah satu universitas negeri terkemuka dan mengambil jurusan akuntansi.

Nama Kanan sering dikatakan unik karena sama seperti penyebutan arah atau suatu bagian. Tapi, itulah nama yang diberikan oleh orang tua Kanan kepada anak tunggalnya. Filosofi pemilihan nama Kanan sesederhana bahwa kanan dianggap identik dengan kebaikan bagi masyarakat umum. Makan dengan tangan kanan dianggap lebih sopan atau lebih baik dibanding makan dengan tangan kiri, seperti itu gambaran sederhananya.

Secara fisik, Kanan tidak jauh berbeda dengan laki-laki seusianya, badannya cukup dengan otot tipis yang menghiasi tubuhnya. Bola mata berwarna coklat terang membuatnya seringkali mencuri perhatian orang-orang disekitarnya. Wajar, tidak banyak orang dengan warna bola mata coklat terang.

"Kanan!!" Alarm alami setiap pagi yang dikeluarkan dari seorang ibu.

Kanan menggeliat di atas kasur empuknya. "Iya, ini sudah bangun."

"Ini sudah siang jangan sampai telat masuk kantor."

"Hmm, iya Bu."

Sesaat kemudian, Kanan pengelihatannya beralih menatap jam di kamarnya yang masih menunjukkan pukul 06.00. Ini masih terlalu pagi, bahkan alarm pun belum berdering.

"Kanan!!"

Dia pun segera beranjak dari tempat tidur karena dia tidak mau terus diteriaki ibunya. Dia segera menuju kamar mandi untuk buang air dan mandi tentunya.

Selesai mandi dan berpakaian rapi, Kanan segera menuju ruang makan untuk sarapan bersama keluarganya. Di sana sudah ada ayahnya yang duduk sembari membaca koran harian favoritnya dan dilihatnya sang ibu yang masih sibuk menyiapkan sarapan.

"Pagi ayah, pagi ibu." Sapa Kanan sembari melilitkan dasi di lehernya.

"Pagi sayang." Balas orangtuanya bergantian.

"Udah keren aja anak ibu, wangi lagi."

"Anak siapa dulu?" Ucap Kanan dengan sedikit nada sombong.

Ayah Kanan hanya duduk diam menyaksikan anak semata wayangnya bermanja-manja kepada ibunya. "Sudah, ayo cepat sarapan, nanti terlambat."

Kanan dan ibunya pun kompak melirik ke arah sang ayah. Tampak raut kecemburuan di wajah ayahnya.

Kanan mendekati ayahnya dan memeluknya erat. "Ada yang iri nih."

"Enggak kok, ayah biasa aja." Ayahnya mengelak.

*
*
*

Jam tangan yang dikenakan Kanan sudah menunjukan pukul 07.30, Kanan sudah ada di halte yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Dia sedang menunggu bus yang biasa dia tumpangi untuk menuju kantor. Sudah hampir 15 menit menunggu tapi bus belum juga datang. Orang yang ada di halte mulai panik karena takut terlambat ke tempat tujuan mereka masing-masing.

Kanan hanya bisa berdiri bersandar di sebuah pohon sambil menghentakkan kakinya pelan. Dia sudah berpikir pasti akan telat ke kantor hari ini. Pandangan hanya tertuju ke arah dimana bus biasanya datang. Namun sesaat kemudian pandangan Kanan teralihkan oleh datangnya mobil yang berhenti tepat di depannya.

"Kanan." Panggil seorang pria dari dalam mobil dengan kaca yang sudah terbuka.

Kanan sedikit terkejut mendengar seseorang memanggilnya dan dia sedikit mendekati mobil untuk memastikan siapa yang ada di dalam mobil. "Pak Adam?"

"Ayo berangkat sama saya!"

"Em, terima kasih pak, tapi saya pakai bus saja ke kantornya." Kanan berusaha menolak dengan sesopan mungkin. Dia merasa tidak nyaman jika harus ke kantor bersama Adam.

"Ini sudah jam berapa? Nanti telat, mau dapat hukuman dari kantor? Ayo naik!" Pinta Adam sembari membuka kunci pintu mobilnya.

Kanan pun berpikir sejenak. Dia lebih memilih telat atau harus ke kantor bersama manajernya itu. "Baiklah kalau begitu, saya ikut bapak." Kanan pun membuka pintu mobil dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam mobil.

Kanan merasa canggung karena ini baru pertama kali dia duduk sedekat ini dengan Adam. Dia hanya diam di kursi samping Adam dengan tangan yang dia sembunyikan di antara kedua kakinya.

"Biasa naik bus ke kantor?" Ucap Adam memecah kesunyian.

"Ee, iya pak."

Adam mengangguk. "Ngomong-ngomong gimana rasanya setelah seminggu lebih magang di kantor?"

"Sangat menyenangkan pak, orang-orang kantor baik semua dan mau membimbing saya dengan baik." Jawab Kanan dengan sedikit gugup.

"Baguslah kalau begitu, semoga masih betah sampai nanti selesai magang."

Kanan pun hanya menjawab dengan sebuah senyuman manis yang tercetak di wajahnya. Dia tidak tahu harus berkata apa. Lidahnya seakan-akan kaku dalam sekejap. Saat diperjalanan tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya suara suara kendaraan yang memenuhi telinga mereka.

Setelah hampir setengah jam perjalanan, akhirnya Kanan sampai di basement kantor. "Terima kasih pak sudah mau kasih tumpangan."

"Iya sama-sama, kalau ada apa-apa nggak usah segan buat minta tolong ke saya."

"Iya pak, saya usahakan."

Kanan pun turun dari mobil, dia langsung berjalan dengan cepat memasuki gedung karena jam masuk kantor semakin dekat.

"Menarik." Gumam Adam ketika melihat Kanan mulai menjauh dari mobilnya.

*
*
*

Bersambung...
================================

Terima kasih sudah mampir

Hug Me, Please Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang