Part Fifteen

462 31 0
                                        

Keberangkatan Kanan ke Inggris tinggal menyisakan waktu kurang dari 24 jam. Dia sudah mempersiapkan semuanya mulai dari dokumen perjalanan, beberapa kebutuhan selama di Inggris hingga tiket pesawat keberangkatan. Persiapan yang sudah dilakukan Kanan bukti bahwa dia benar-benar akan pergi meninggalkan Adam untuk sementara waktu.

Adam yang akan ditinggal kekasihnya pun mulai mempersiapkan diri ketika dia ditinggalkan oleh Kanan. Menjalin hubungan jarak jauh memang tak mudah dengan berbagai situasi ke depan yang tidak dapat diprediksi. Sebagai usaha memanfaatkan sisa waktu yang ada bersama Kanan, Adam pun mengajak kekasihnya itu pergi ke berbagai tempat yang mereka suka.

Pagi ini Kanan terbangun dari tidurnya dalam pelukan Adam. Mereka masih menikmati pelukan yang tidak akan bisa mereka rasakan saat berjauhan.

"Kita seharian mau begini terus bang?"

"Kalau iya kenapa?"

"Udah ah, abang harus kerja." Ucap Kanan sembari berusaha melepaskan pelukan Adam. "Aku mau siapin sarapan, nanti aku masuk harus udah siap."

Adam menahan Kanan dengan mengeratkan pelukannya lagi. "Bentar lagi, belum mau lepas."

Kanan mengambil napas panjang. "Satu, dua, ti.... " Kanan menghitung sampai 3 untuk mengintimidasi Adam.

Adam pun melepas pelukannya. "Iya-iya, gitu aja marah."

Kanan pun langsung beranjak dari ranjang dengan muka sangar dan pergi mencuci muka. "Abang bangun." Teriak Kanan ketika melihat Adam tak kunjung bangun dan justru asik berguling-guling di kasur.

Mendengar teriakan Kanan, seketika Adam bangun dari tempat tidur dan mempersiapkan diri untuk pergi ke kantor. Meski sering diteriaki dan dimarahi oleh Kanan, itu tidak membuatnya jengkel atau marah juga. Dia menganggap itu adalah bentuk kepedulian Kanan kepadanya.

Setelah Adam siap dengan setelan jas warna navy dan menu sarapan pun sudah habis disantap, dia pun berangkat ke kantor dengan perasaan yang cemas. Dia mulai terpikirkan lagi bahwa saat ini adalah saat-saat terakhirnya bersama Kanan.

"Mikirin apa?" Ucap Kanan yang duduk di samping kemudi.

"Nggak kok, cuma lagi cari jalan aja biar nggak kena macet." Elak Adam.

Kanan bisa melihat raut kesedihan di wajah Adam. Dia menyadari semua ini memang sulit tapi harus tetap dijalani.

*
*
*

Hari sudah siang, di kantor Adam tidak seperti biasanya. Dia banyak melamun hingga uring-uringan tidak jelas kepada bawahannya. Semua itu Adam lakukan untuk menutupi kesedihannya.

Saat pikiran Adam tidak karuan, tiba-tiba Adam menerima pesan dari Kanan.

Abang nanti pulang jam berapa?

Tanpa menunggu lama, Adam pun langsung membalas pesan Kanan.

Seperti biasanya, kenapa?

Nanti temenin ke mall ya, bisa nggak bang? Mau ada yang dibeli.

Siap, dengan senang hati nanti abang temenin. Nanti abang langsung ke rumah kalau sudah pulang.

Terima kasih abang, semangat kerjanya, jangan cemberut.

Iya. Ini nggak cemberut kok cuman lagi marahin karyawan aja.

Adapun dibuat terus tersenyum sepanjang berkirim pesan dengan Kanan.

Jam demi jam berlalu dan Kanan sudah bersama Adam di sebuah mall untuk mencari pakaian yang akan dia bawa ke Inggris. Pakaian yang Kanan akan beli memang belum tentu di jual di Inggris karena pakaian itu produk lokal yang terasa nyaman setiap Kanan mengenakannya.

Setibanya di toko yang Kanan tuju, dia langsung memilih beberapa pakaian untuk di coba yang menurutnya akan cocok untuknya. Sebagai bahan pertimbangan, Kanan juga minta pendapat dari Adam yang setia menunggunya di sebuah kursi.

"Gimana bang?" Tanya Kanan kepada Adam saat mencoba pakaian.

"Kamu mau pakai apa aja juga cocok." Ucap Adam dengan melipat tangannya di dada.

"Serius ini."

"Iya, serius '

"Ck, nggak membantu sama sekali." Kanan yang tidak puas dengan pendapat Adam pun segera masuk ke ruang ganti untuk mencoba pakaian yang lain. Dia menilai pendapat Adam sangatlah subjektif.

Urusan Kanan untuk membeli pakaian akhirnya selesai. Ada beberapa helai pakaian yang akhirnya dia beli. Dia langsung pulang ke rumahnya dan mempersiapkan serta memastikan tidak ada barang yang akan tertinggal untuk keberangkatannya esok hari.

Adam yang akan ditingkatkan Kanan, akhirnya menghabiskan waktunya hingga malam hari di rumah Kanan. Dia terus menempel di tubuh Kanan yang tak jarang membatasi gerak Kanan yang sedang membereskan barang-barangnya.

"Abang mending duduk di kursi aja. Kalau nempel begini terus kapan bisa selesai beres-beresnya." Ucap Kanan jengah.

"Nggak mau. Aku mau deket-deket sama kamu terus." Ucap Adam manja.

Melihat tingkah kekasihnya itu, Kanan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia paham apa yang dirasakan Adam karena dia pun merasakannya. Dia selalu meyakinkan Adam bahwa semua akan baik-baik saja dan dia akan kembali kepada Adam.

"Kamu belum pergi saja aku udah kangen. Apalagi nanti kalau udah pergi." Ucap Adam saat memeluk Kanan.

"Besok kan masih ketemu. Kalau jauh juga masih bisa nelpon."

"Bedalah rasanya dibanding ketemu langsung."

Kanan membelai lembut rambut Adam. "Iya-iya."

*
*
*

Bersambung...

================================

Terima kasih sudah mampir

Hug Me, Please Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang