Part Eight

652 43 1
                                    

Hampir sepekan setelah Kanan meninggalkan masa magangnya, dia mulai kembali ke lingkungan kampus tempat dia menimba ilmu. Dia kembali berkumpul dengan Jeni dan Nick, mereka adalah teman akrab Kanan sejak awal masuk kuliah.

Jeni adalah gadis cantik yang pintar dalam bidang akademik, bahkan lebih pintar dari Kanan dan Nick. Dia sering mendapat pujian dari dosen mata kuliah yang dia ikuti. Selain itu, dia juga salah satu gadis incaran di kampus.

Sedangkan teman Kanan yang bernama Nick, dia adalah anak yang sedikit berantakan dalam segala hal. Meskipun begitu wajah Nick cukup rupawan sehingga banyak gadis di kampus yang mengidolakannya. Bermain basket adalah hal yang paling dia kuasai bahkan dia menjadi salah satu anggota tim basket kampus.

"Laporan lo udah beres, Nan?" Tanya Nick kepada Kanan.

"Dikit lagi, tinggal finishing aja."

Nick memajukan wajahnya tepat di depan wajah Kanan. "Lo bayar orang ya? Gua aja belum sama sekali?"

"Mulut ya tolong dijaga." Suara Kanan sedikit naik. Kanan pun mendorong wajah Nick menjauh.

"Sorry becanda, kalo lo Jen?" Tanya Nick beralih ke Jeni yang sibuk dengan novel di tangannya.

"Gua mah udah beres begitu magang selesai." Ucap Jeni dengan sombong.

"Gila." Ucap Kanan dan Nick dengan kompak.

Ketika asik ngobrol dengan teman-temannya, handphone Kanan bergetar tanda panggilan masuk dengan nama Adam ada di layar. Kanan pun sedikit menjuh dari teman-temannya karean dia merasa tidak nyaman dan takut teman-temannya mendengar pembicaraannya dengan Adam.

"Halo, lama banget angkatnya. Lagi ngapain kamu?" Ucap Adam dengan kecurigaan.

"Jangan marah dong, tadi aku masih kumpul sama teman-teman, nggak enak kalau angkat telepon di sana."

"Temen laki apa perempuan?"

Kanan mengerutkan keningnya. "Dua-duanya, kenapa sih? Curigaan banget jadi orang."

"Kan cuma tanya."

"Hmm, iya deh."

Mereka menghabiskan waktu cukup lama karena ada banyak hal yang Kanan ceritakan kepada Adam. Namun di tengah obrolan mereka, Kanan teringat kalau dia pergi meninggalkan teman-temannya tanpa berpamitan.

"Pak, udah dulu ya. Kayaknya udah lama ninggalin temen-temen."

"Oke, nanti kita sambung lagi."

Sesaat telepon dimatikan, Kanan dibuat terkejut dengan seseorang yang sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Seru banget ngobrolnya." Ucap orang itu.

"Raka?"

Raka merupakan teman seangkatan Kanan namun berbeda jurusan. Dia adalah orang yang pernah mengutarakan perasaannya kepada Kanan beberapa hari sebelum magang. Kala itu Raka tidak mendapat respon baik karena memang Kanan tidak memiliki ketertarikan kepada Raka. Sejak itulah hubungan Kanan dan Raka tidak baik-baik saja.

Kanan mencoba membuka pembicaraan dan bersikap biasa saja. "Lo udah dari kapan berdiri di situ?"

"Ya lumayan lama buat dengar percakapan lo sama orang yang di telepon."

"Oh gitu, ya udah gua pergi dulu, mau ketemu Nick sama Jeni."

Baru beberapa langkah Kanan berjalan, tangannya langsung diraih oleh Raka dengan erat. Kanan pun kesakitan meski tangan milik Kanan sebenarnya cukup kokoh menahan cengkeramannya.

"Sudah lama nggak ketemu tapi lo masih menghindar terus dari gua, Kanan." Ucap Raka dengan nada mengintimidasi.

"Sorry, bukan maksud menghindar dari lo, tapi gua cuman mau ketemu Nick sama Jeni aja, mereka udah nungguin gua."

Ucapan Kanan tidak digubris oleh Raka dan tangannya pun masih mencekam tangan Kanan.

"Kalau ada yang perlu lo omongin, sebaiknya cepet lo omongin ke gua sekarang atau gua pergi." Imbuh Kanan.

Raka menatap tajam mata Kanan. "Oke, sepertinya lo masih belum berubah dengan pandangan lo tentang gua. Asal lo tau perasaan gua ke lo masih tetap sama."

Kanan menepis cengkraman Raka sekuat tenaganya. "Gua menghargai perasaan lo, tapi maaf pendirian gua juga masih sama seperti sebelumnya."

Mendengar ucapan Kanan, Raka tampak marah dengan tangan yang sudah mengepal. Dia tidak terima dengan perlakuan Kanan selama ini kepadanya yang semakin menjauh.

*
*
*

Sepulang dari kampus, Kanan ada janji dengan Adam untuk makan bersama. Kali ini bukan di restoran olahan laut seperti pertama kali Adam mengajak Kanan makan bersama yang berujung penyesalan Adam yang begitu dalam. Mereka makan di sebuah restoran Korea.

"Nih, udah aku potongin dagingnya." Ucap Adam sembari memberikan piring berisi daging panggang yang sudah dia potong rapi.

"Saya bisa sendiri pak." Kanan berusaha menolak namun berbuah sia-sia karena Adam lebih dulu mengambil piring Kanan dan menggantinya dengan piring miliknya.

"Nggak usah bawel, makan aja." Jawab Adam dengan ketus.

Kanan hanya bisa tersenyum dengan perlakuan Adam yang kadang dingin tapi romantis itu.

"Nan."

"Iya."

"Bisa nggak kalau kamu jangan panggil aku 'pak' lagi?" Pinta Adam dengan muka serius.

"Kenapa? Bukannya sudah biasa dipanggil 'pak'?" Jawab Kanan dengan polosnya.

"Tapikan kita itu pacaran, masak kamu panggil pacarnya pakai kata 'pak'?" Adam sedikit kecewa.

"Terus maunya dipanggil apa?" Tanya Kanan dengan bodohnya.

"Ya terserah kamu, mau panggil sayang, kak, mas, atau abang gitu juga nggak masalah." Ucap Adam sedikit berharap.

Kanan memainkan dagunya. "Emm, coba aku berpikir dulu ya."

Adam nampak gusar. "Jangan kelamaan."

"Kalau 'abang' aja gimana?" Jawab Kanan dengan tatapan manis ke arah Adam.

"Oke." Ucap Adam dengan senyuman puas atas panggilan yang diberikan oleh Kanan. "Jadi mulai detik ini juga, kamu panggil aku 'abang' oke?"

"Oke."

*
*
*

Malam sudah sangat larut, Adam pun mengantar pulang Kanan ke rumahnya. Tentu dengan menyerahkan langsung ke orang tua Kanan. Adam berprinsip ketika dia bersama Kanan dalam keadaan baik, dia juga harus mengembalikan ke orangtuanya dalam keadaan baik.

"Saya pulang dulu om dan tante." Ucap Adam ke orang tua Kanan dengan sopan.

"Iya hati-hati di jalan." Balas orang tua Kanan.

Adam pun keluar rumah dengan diantar Kanan sampai di mobil. "Hati-hati di jalan, bang."

"Emm, jangan lupa mimpikan abang ya." ucap Adam dengan senyum manisnya.

"Apa sih, lebay." Balasan Kanan dengan ketus.

"Ya sudah, masuk sana, dingin di luar".

"Iya."

Kanan pun masuk ke dalam rumah bersamaan dengan hilangnya Adam dari pandangannya.

*
*
*

Bersambung...

================================

Terima kasih sudah mampir

Hug Me, Please Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang