Cerita

1.2K 195 5
                                    

Lisa masih ngambek sama Rosie, gara-gara dia pergi gak bilang-bilang Lisa harus merelakan dadanya nempel di punggungnya Jeka. Pulang dari makan semalam Lisa minta tukeran pake mobilnya Jeka. Rosie hanya bisa pasrah padahal dia lagi pake rok, gimana coba duduknya.

Giliran Rosie yang uring-uringan gak nemuin Lisa dimana-mana. Abis pulang dari kampus, Lisa menghilang entah kemana. Daripada bingung mau ngapain dia akhirnya pergi ke rooftop mau nongkrong-nongkrong aja sekalian selfi-selfi cantik di atas. Baru nyampe tangga paling atas samar-samar dia denger dua orang yang udah duluan ada di rooftop.

"Lo bener-bener gak mau nemuin bokap lo disini?" itu suara Jimy yang lagi ngobrol santai sama Jeka.

"Males gue...mau ngapain juga..."

"Gue ngerti perasaan elo, tapi dia bokap lo Jek...Mungkin mau ada yang diomongin sama elo."

Jeka berdiri, ngambil jaketnya yang tergeletak di kursi.

"Gue pinjam motor lo..."

Jimy hanya menghela napas, selalu seperti ini kalau dia ngebahas tentang bokapnya Jeka. Selalu tidak tertarik dengan topik pembicaraan yang akhirnya Jeka selalu pergi sebelum selesai.

Rosie terkesiap mendengar langkah kaki yang mendekat, dia meneruskan langkahnya ke rooftop pura-pura baru muncul dari bawah.

"Eh Jeka, lo liat Lisa gak?"

"Tadi gue liat sama mba Julia keluar." Jawab Jeka melewati Rosie dengan terburu-buru.

"Oh, oke..."

Rosie berjalan menghampiri Jimy, liatin muka cowok yang sepertinya lagi bad mood itu.

"Gue gak sengaja dengerin pembicaraan lo sama Jeka tadi..."

Jimy baru menyadari ada Rosie yang sekarang duduk di sebelahnya, ikut memandangi langit sore. 

Jimy membuang napas, lalu mulai cerita tentang sahabatnya itu.

"Gue sama Jeka tetanggaan dari smp, ketika dia jadi anak baru di komplek perumahan gue dia orangnya pendiem gitu." Sepertinya tidak apa-apa cerita tentang Jeka sama Rosie, mungkin bisa membuat Jimy sedikit membuang rasa khawatirnya sama sahabatnya itu.

Rosie liatin muka Jimy dari samping, siap-siap jadi pendengar yang baik.

"Pertama kali gue main ke rumahnya, dia lagi sembunyi di balik lemari kamarnya dengan wajah nahan amarah. Tapi gue bisa ngajak dia buat main di lapangan komplek, wajahnya berubah jadi ceria begitu dia mulai maen bola sama anak-anak yang lain kayak lupa dengan perasaannya yang tadi dia pendam."

Jimy menutup matanya, mengambil napas lagi untuk mulai cerita lagi.

"Akhirnya gue tahu, kedua orangtuanya sering berantem di depan dia. Sampai mecahin barang-barang segala...itu yang membuat Jeka merasa tidak dicintai orangtuanya. Kadang gue liat dia lagi nangis di pojok ruangan, dan gue selalu bawa dia ke rumah buat nginep karena orangtuanya jarang ada di rumah, selalu sibuk dengan kerjaannya."

Rosie mengangguk-angguk.

"Sampai sekarang Jeka belum bisa nerima kenyataan kalau orangtuanya gak bisa lagi bersatu. Beberapa kali orangtuanya minta Jeka buat nyetujuin perceraian tapi Jeka selalu nolak. Karena takut Jeka berbuat macam-macam, orangtuanya sampai sekarang belum bercerai di mata hukum, padahal mereka udah gak bahagia dengan pernikahan mereka. "

"Mungkin Jeka takut, setelah cerai orangtuanya bakal gak merhatiin dia lagi." Kali ini Rosie memberikan tanggapannya.

"Iya, dia pernah bilang gitu sama gue..."

"Tapi dia gak keliatan anak broken home ya..."

"Karena gue selalu sama dia, ngingetin kalau dia mau macam-macam. Gue gak mau dia rusak gara-gara orangtuanya..."

"0327"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang