Dijodohin

1.4K 164 6
                                    

Lisa mainin jari-jarinya sambil melirik Sehan yang berada di sampingnya. Mereka lagi di rooftop, Lisa merasa dia harus secepatnya ngasih jawaban ke Sehan biar gak ngagantung gitu.

Sehan tersenyum manis, tangannya ngacak-ngacak pucuk rambut Lisa.

"Makasih ya..."

Lisa mengangkat alisnya.

"Buat apa?"

"Masih mau jadi temen gue..."

"Kenapa juga harus gak mau." Lisa tersenyum kecil, malah bikin Sehan gereget.

Sehan mengangguk-angguk, perasaannya sih sedikit lega tapi tetap nyisain sakit yang lumayan menggores dadanya. Dia ingat, ketika melihat Lisa keluar kamar Jeka pagi tadi dengan wajah yang baru bangun. Sebenarnya itu sudah menjelaskan alasan Lisa nolak dia. Mungkin pikirnya Lisa suka sama Jeka karena sering melihat mereka berduaan juga.

"Mas Sehan tuh ganteng, baik, gue yakin banyak banget yang suka sama mas diluar sana kok." hibur Lisa.

"Gue tahu kok..." Sahut Sehan nyengir.

"Dih pede..."

Lisa dan Sehan tertawa.

"Gak apa-apa kan gue tinggal, gue mau pergi sama Rosie soalnya." tanya Lisa.

"Ya udah pergi aja, gue mau disini dulu..."

"Ya udah kalau gitu, dah mas Sehan..."

Sehan mengangguk, sambil memperhatikan cewek tomboy itu menghilang kemudian senyum-senyum sendiri. Menyadari kebodohannya yang bertepuk sebelah tangan.

...


Sebenarnya Lisa ngerasa bersalah banget udah nolak perasaan Sehan, tapi dia juga gak mau maksain perasaannya yang memang gak punya sesuatu yang spesial sama seniornya itu. Tapi dia yakin Sehan orangnya dewasa, pasti cepat move on darinya. 

Di lantai bawah dia melihat Julia, Wenda, Joya, Yera, Sella, Jenata dan Rosie lagi ngendap-ngendap di pintu depan. Kepalanya pada menengok ke arah teras sambil dengerin dua orang yang lagi ngobrol di depan. Dia pun nyempil di barisan terakhir, nyolek tangannya Rosie seolah nanya lagi pada ngapain. Rosie cuma nempelin telunjuk di bibirnya.

Irina nunduk sambil mainin jarinya, gak berani liat laki-laki di depannya. Mata laki-laki yang kepalanya plontos dan perutnya agak maju secenti ini sibuk meneliti tiap jengkal tubuh Irina. 

"Kamu beneran gak mau makan malam sama aku?" Tanyanya.

Irina menggeleng.

"Saya lagi gak enak badan, kalau boleh saya mau istirahat di kamar."

Laki-laki di depan Irina itu menarik napas, lalu melihat jam mahalnya.

"Baiklah, lain waktu aja kita keluarnya ya. Mau diantar ke kamar gak?"

"Gak usah, bisa sendiri kok." Jawab Irina cepat.

Laki-laki itu berdiri lalu meninggalkan teras dengan Irina yang masih belum beranjak dari tempat duduknya.

Mendengar suara mobil yang keluar kosan, Irina meremas roknya. Ada getaran yang ditahannya, sampai sebuah tangan menggenggam tangannya dengan erat. Irina mengangkat kepalanya, mendapati pacarnya yang terlihat khawatir dengan menatapnya sayu.

"Ayo ke kamarmu..."

Taenandra menarik tangan Irina hingga gadis cantik ini berdiri lalu mengikuti langkah cowok di depannya. 

Yang tadi nguping udah pada bubar sebelum Tae sama Irina masuk rumah, pura-pura lagi ngobrol di dapur sambil matanya liatin dua orang yang masuk kamar. Mereka saling ngelirik, Jisoo yang merasa di liatin semua mata disitu langsung ngalihin pandangannya ke arah lain.

"Ngapain liatin gue?"

"Mba Jul pasti tahu apa yang sedang terjadi sama mereka?" ucap Sella sambil natap tajam padanya.

Julia garuk-garuk kepalanya, dia tuh yang paling dekat dengan Irina jadi yang lain pasti curiga kalau dia tahu sesuatu.

"Kita ngobrolnya di kamar Lisa aja ya..." Sahutnya diikuti anggukan yang lain lalu beramai-ramai pergi ke lantai atas.

Untung kamar di kosan sini gede-gede jadi cukup nih buat nampung beberapa orang buat ngadain rapat ngedadak kayak gini. Julia kayak lagi jadi pembicara di satu acara, dia duduk di tengah dengan wajah-wajah yang penasaran nungguin penjelasannya. Julia sebenarnya bingung, dia takut Irina marah kalau dia cerita ke anak-anak kosan. Tapi mungkin mereka bisa menghibur Irina dengan tahu masalahnya.

"Mba Jul, tuh om-om botak siapa sih? kok liatin mba irinanya kayak gitu. Pingin gue colok tuh mata kurang ajarnya." Jenata ngegas.

"Ho oh, gemes banget tadi. mba Irina malah diem aja..." ujar Joya.

Julia menghela napas.

"Sebenarnya...cowok itu...cowok yang dijodohin sama mba Irina..."

Beberapa pasang mata melotot ke arah Julia, buat dia takut sendiri.

"Yang bener mba?" Yera langsung deketin Julia.

Julia mengangguk pelan.

"Cowok kayak gitu cowok pilihan orangtuanya mba Irina?" sahut Wenda gak percaya.

"Mata bokap nyokapnya mba irina burem kali ya." tambah Rosie.

"Lah terus hubungannya sama mas Tae gimana?" Tanya Lisa.

"Sebenarnya mereka backstreet dari orangtuanya Irina, kalian ngerti lah kenapa?" jawab Jisoo.

"Mbak irina belum berani bilang sama orangtuanya tentang Tae, dia takut orangtuanya gak ngerestuin hubungan mereka." lanjut Julia.

"Kasian mas Tae?" ucap Yera.

"Tapi kok dijodohinnya sama cowok kayak gitu sih?" Jenata masih belum terima. Siapapun pasti gak bakal terima dengan cowok yang lebih kayak om-om lagi nyari mangsa anak-anak kuliahan itu. Eh ini malah mau dijodohin sama Irina yang kayak bidadari turun dari langit.

"Cowok itu horang kaya, katanya punya beberapa perusahaan besar di berbagai kota di Indonesia." Julia merhatiin satu-satu muka-muka prihatin yang di depannya.

"Tapi kok kayak mesum gitu ya, gak nunjukin pengusaha yang gimana gitu." ujar Joya.

"Pengusaha apaan kayak gitu?" sewot Lisa.

"Setiap orangtua pasti ingin anaknya tuh punya masa depan yang baik, kayak yang dilakukan ortunya mba Irina. Mungkin mereka pikir ngejodohin Irina adalah jalan terbaik karena Irina sendiri belum juga ngenalin calonnya sendiri. Sementara umur juga jalan terus, mereka gak mau Irina jadi perawan tua kali." ucap Jisoo yang membuat mereka diam.

"Padahal mbak Irina sama mas Tae tuh serasi banget." ucap Wenda sedih.

"Jodoh sapa yang tahu." Jisoo ngasih kata-kata terakhirnya, sebelum keheningan menyapa kamar itu.

Semuanya sibuk dengan pikirannya masing-masing, gimana kalau mereka berada di posisi Irina. Kalau mereka mah pasti udah kabur sama pacarnya. Irina tuh orangnya penurut, dia gak mau jadi anak durhaka dan rela mengorbankan sumber kebahagian yang sebenarnya dia inginkan. Orangtuanya terlalu keras dalam mengatur hidupnya, atau memang Irina nya sendiri yang tidak mempunyai keberanian untuk hanya sekedar bilang Tidak pada orangtuanya.

...




maaf baru update lagi ya ^_^

isi kepalanya harus bagi-bagi dulu sama kerjaan kantor

moment lizkook masih banyak kok hihi

tenang aja masih banyak kejutan di tiap chapternya

luv u

btw, wattpad ikutan social distancing juga ya? kok sepi...

"0327"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang