Nyerah

1.2K 161 0
                                    

Irina menatap cowok di depannya yang lagi tersenyum padanya. Kenapa wajah mempesona itu selalu membuatnya tidak bisa berpaling kemana-mana. Dengan senyum kotaknya yang selalu membius Irina seolah-olah dialah alasan satu-satunya senyum itu dibuat.

Tangan Tae narik pinggang Irina untuk memperat pelukannya.

"Kita harus berterimakasih sama mereka, kalau mereka gak lakuin kayak gitu. Kita pasti udah pisah sekarang."

Irina menikmati pelukan hangat pacarnya itu.

"Iya, aku tadinya sempet kesel sama Julia karena kirim video itu ke mama karena takut mama marah. Sekarang aku malah senang akhirnya mama sama papa tahu yang sebenarnya."

Irina menjauhkan wajahnya.

"Tapi aku belum cerita ke mama soal kita..."

Tae natap wajah Irina yang sendu.

"Gak apa-apa, yang penting kamu harus siap dulu untuk menceritakan hubungan kita. Pelan-pelan aja..."

Irina tersenyum, deketin bibirnya buat ngecup bibir pacarnya. Tae menahan tautan itu lebih lama, ngelumatnya sebentar lalu melepasnya.

"Makasih udah mau tetap bersamaku. Laki-laki bodoh yang beraninya mencintai bidadari dari tujuh langit..."

"Lebay..."

Irina melepas pelukannya, lalu berjalan ke arah kamar mandi. Tae hanya tersenyum lalu menyalakan tivi untuk nonton film kartun kesayangannya di pagi ini.

Mungkin perjalanan cintanya sama Irina masih sangat panjang, tapi Tae akan menikmatinya. Sesuatu harus diperjuangkan dulu sebelum akhirnya mendapatkan hasilnya.

...

Lisa ngeliat Joya lagi bikin sarapan di dapur, dia menghampiri ngambil roti di atas meja.

"Mba, yang kemarin itu cowok mba ya?" 

Joya ngelirik Lisa.

"Iya, namanya Tendra. Sori gak sempet ngenalin soalnya dia juga baru dateng ke Yogya. Jadi gue nemenin dulu dia ke kosan barunya."

"Dia kuliah disini?"

"Iya, tapi beda kampus sama gue."

Lisa ngangguk-ngangguk, sebenarnya dia pingin banget nanya gimana bisa ketemu sama cowok brengsek kayak Tendra. Tapi dia gak mau memperpanjang rasa penasarannya lagi. Lagipula itu bukan urusan dia lagi, Tendra udah dia tendang jauh-jauh dari hidupnya. Dia hanya berharap, Joya bukan korban seperti dirinya.

Julia muncul, lalu duduk di depan Lisa.

"Nanti siang, mba Irina mau traktir kita makan."

"Asikk..." Yera tiba-tiba datang sambil senyum-senyum denger ucapan Julia. Dia duduk di sebelah Lisa, ngambil dua roti lalu diolesi selai kacang.

Mata mereka menangkap dua orang yang sedang berjalan berdua ke arah dapur, Svarga sama Wenda.

"Minta kopi dong." Svarga deketin Joya yang lagi ngaduk kopi di gelasnya.

"Stock kopinya udah abis mas, belum pada belanja ini yang terakhir." Sahut Joya sambil nyengir.

Svarga duduk di meja dengan wajah datarnya, ngambi roti lalu di kunyahnya pelan-pelan.

Wenda ngeliat muka Lisa, Julia sama Yera yang masih merhatiin Svarga. Tiga cewek ini udah jadi bucin baru Svarga apa ya, sampe gak sadar kalau udah liatin cowok satu-satunya di meja makan itu sampe bengong. Bukan, mereka cuma liatin muka papan strikaannya Svarga, kok ada ya cowok kayak gitu padahal mukanya ganteng. Kalau nanti punya cewek apa gak kasihan tuh pacarnya.

Svarga baik kok, cuma dia emang malas nunjukin raut muka aslinya, takut banyak yang suka katanya. Nanti dia repot sendiri, terserah mas Svarga aja lah.

Svarga pergi tanpa ngucapin sesuatu abis ngabisin selembar roti. Julia nyenggol lengannya Wenda.

"Lo kok diem aja? Biasanya ribut sok perhatian kalau ada mas Svarga."

Wenda berhenti mengunyah rotinya.

"Lagi malas gue mba, tadi sih dia ngajakin jalan lagi. Tapi gue tolak..."

"Lah, Lo pensium jadi bucinnya mas Svarga?" Tanya Joya heran.

"Gak tahu, kayaknya gue nyerah."

Wenda menarik napas inget kalau dia sering mergokin Svarga liatin Jenata. Masa saingannya Jenata sih, cewek yang dengan sekali senyum bikin meleleh hati cowok-cowok yang ngeliatnya. Dia merasa kecil banget dibandingin sama Jenata. Kayaknya dia memang harus mulai buka hati buat cowok lain deh. Dia udah terlalu lama ngejar-ngejar cowok yang balas natap wajahnya aja gak pernah kalau ngobrol.

"Coba lo jual mahal aja dulu?" Ucap Julia.

"Jual mahal gimana mba?" Tanya Yera gak ngerti.

"Cowok tuh perlu kita kasih sedikit sesuatu buat dia sadar kalau dia tuh ternyata butuhin kita. Coba lo cuekin dulu mas Svarga, kita liat seberapa perhatiannya dia sama lo dengan lo yang berhenti ngejer-ngejar dia." Julia natap wajahnya Wenda yang lagi mikir.

"Bener juga kata mba Jul, Mas Svarga tuh perlu disentil dulu kayak gitu, biar tahu rasanya dicuekin." Ujar Lisa nambahin.

Wenda ngangguk-ngangguk.

"Gak ada salahnya dicoba, kalau misalkan dia tetap gak peduliin mba Wenda. Berarti mba Wenda harus sadar diri untuk mengundurkan diri dan cari cowok lain..." Joya menepuk bahunya Wenda.

Wenda diam, dia emang harus ambil sikap atas perasaan gak berbalasnya sama Svarga. Masa dia gini terus, mau sampe kapan di menutup hatinya untuk orang lain gara-gara ngebucinin Svarga terus.

"Kayaknya gue harus coba deh, nyuekin mas Svarga."

Julia, Lisa, Joya dan Yera tersenyum.

"Tenang kalau ada apa-apa kita siap jadi sanderan nangis mba Wenda kok." Sahut Lisa.

"Lo mah kayak doain gue biar patah hati."

Lisa tertawa.

"Becanda mba Wenda sayang, semangat yaa." Lisa nunjukin gummy smilenya.

Wenda hanya tersenyum, lalu ngambil selembar roti lagi untuk sarapannya.

...

💜 Mohon Maaf Lahir Bathin 💜
Minal Aidzin Walfaidzin 🙏❤
Maaf bila tulisan aku ada yg bikin kalian sakit hati atau tersinggung 😊
Salam buat keluarga, sehat-sehat ya, semoga pandemi ini cepat berakhir dan segalanya kembali baik, amin

Sayang kalian semua 😘

"0327"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang