Lembar Baru

17 4 0
                                    

Jam pelajaran memang telah selesai, tapi tugas belum selesai. Misi Malik merupakan tugas yang mesti ku selesaikan, tentah mengapa aku tak henti merasa tertantang untuk mencoba tantangan-tantangan selanjutnya. Aku sudah menyiapkan diri bersama Dinda dengan berdiri di depan kelas ku sambil menunggu kelas sebelah ada yang keluar kelas. Berhubung cukup lama, aku dan Dinda pindah ke balkon depan tangga supaya semakin dekat memantau keberadaan Maik.

"Fa, itu Malik,"

"Kayanya dia ngerasa kalau kita nungguin deh,"

"Dia turun Fa,"

"Ayo Din kita turun juga, perlahan aja,"

"Lah ngapain dia di depan kelas itu?"

"Ngapain Malik sama si siapa tuh duh gak keliatan,"

"Eh dia jalan tapi kok lewat arah sana?"

"Din kita harus lari dan lewat arah sini terus terobos koridor biar nanti kita pergokin dia disana,"

Aku sama Dinda berlari mengejar supaya tiba ku dan tiba nya di waktu yang bersamaan. Ternyata dugaanku benar. Dia turun bersaman dengan aku yang berlari menyusuri panjang gedung sekolah ini. Tanpa perlu berlama-lama lagi, aku mencoba memanggilnya.

"Malik!"

"Iya kenapa?"

"Gue mau ngobrol sama lu, ini bukan waktu solat jumat, dan I thinik ini juga tepat waktunya,gue harap lu gak menghindar lagi,"

"Mau ngobrol soal apa nih?"

"Gue chat di line lu kok lu gak bales?"

"Oh ya? Belum kenalan, gue Malik," sambil menjulurkan tangan untuk bersalaman.

"Eh.. gue Fada,"

"Duh sorry banget ya, line gue tuh eror jadinya gue gak buka line, males aja,"

"Tapi lo bisa ganti wallpaper line lo?"

"Line gue di login di temen-temen gue, mungkin itu temen gue yang ganti,"

'aneh sekali dia kenapa segugup ini berbincang dengan ku? Aku perhatikan sedari ia bersuara, tangannya tak henti menempelkan handuk kecil ke keningny yang dibanjiri oleh air,' gumam ku.

"Emangnya bisa ya line login di banyak user, terus di waktu yang bersamaan ?"

"Ya bisa, itu buktinya line gue. Gue gak pakai line di handphone Fada, line gue di PC,"

"Oh gitu, terus kenapa lo bilang ke temen- temen lo kalau gue chat lo? Itu lo tau kalau gue chat lo,"

"Gini ya Fada, semalem tuh temen gue yang bilang kalau lu ngechat gue, ya karena itu tadi line gue login di banyak user,"

"Terus lo bisa ngobrol sama temen lo lewat mana? Ih aneh banget deh,"

"Fada, sosial media gue gak cuman line, okey,"

"Ya tapi aneh aja,"

"Yaudah ada lagi yang mau dibicarain?"

"Ada, gue mau kasih tau ke lo kalau gue gak nyaman sama keadaan ini, dan gue terganggu kalau kalian bicarain gue entah kebaikan atau keburukan atau suatu hal mengenai gue lainnya, gue terganggu,"

"Iya okey,"

Selepas itu, aku langsung pergi meninggalkannya. Entah mengapa aku justru terpancing emosi ketika berbicara dengannya. Aneh, sangat aneh.

Karena perbincangan siang tadi, aku segera mengurung pesan ku sebelum ia membuka roomchat ku. Memang gak pernah kapok sama tendangan, aku pikir aku sudah terbiasa dengan sikap Oza dulu yang seakan menendang ku keluar dari hidupnya.

Aku mencoba tuk memfollow akun instagram nya, padahal username nya sangat tak terbaca kalau itu adalah akun dirinya, tapi perempuan itu canggih ya dalam urusan mencari tahu. Aku merasakannya.

Padahal awalnya aku kira dia tak bergairah tuk menerima permintaan mengikuti di instagram. Ternyata dia mengikuti ku balik. Aneh bukan?

Aku melihat-lihat insta-story nya. Itu berisikan sebuah rangkaian kat ayang dikemas sangat halus dan lembut, dengan diksi yang sangat berat. Ia penyair? Itu masih jawaban sementara ku.

~

Sudah beberapa hari, aku mengamati tentang Malik, dari sosial media nya yang semakin sering memposting sajak-sajak, dan keseharian nya di sekolah. Masih seperti biasanya, ketika ada aku disekitarnya, dia masih bertingkah sama seperti beberapa waktu lalu. Tapi bedanya, tidak ada lagi misi-misi yang ku buat dan ku jalankan dan aku semakin penasaran dengannya. Kata Dinda, aku yang jatuh bukan Malik, tapi aku tidak percaya itu, bahkan tidak mau meyakini itu.

Baru saja Malik membuat insta-story yang isinya tentang sajak. Aku membalas ceritanya dengan membalikan kata-katanya. Selepas itu balasan ku hanya di baca olehnya, tanpa ada isyarat jika ingin merespon balasanku. Memang sedingin itu ya laki-laki? atau memang laki-laki penyair memang tidak banyak bicara dengan orang lain? Ia bicara banyak dengan kertas?

*notifikasi berbunyi*

'Malik merespon ternyata,' gumam ku

" Fada, kalau mau berbincang, di sini aja," isi pesan dari Malik melalui Dirrect Message Instagram. Aku tidak mau tergesa-gesa membalas pesannya, biarkan ia menunggu. Apa ia menunggu?

Sudah hampir satu jam aku hanya memandangi notifikasi pesan singkat darinya, tanpa berniat untuk membalas pesan tersebut. Entah mesti balas apa. Ingin berbincang tapi tak ingin. Susah menjelaskan perasaan ku sekarang ini.

Aku berpikir. Apa ini semua? Apakah ia adalah jalan untuk ku berpaling dari belenggu masa lalu yang masih hangat di benakku? Untuk apa aku lakukan ini? Bagaimana kalau ternyata benar, ia memiliki perasaan kepadaku, yang memang entah bagaimana datangnya. Apakah aku siap? Apakah aku bersedia membalas perasaannya? Apakah aku siap menjatuhkan perasaanku kepadanya? Apakah aku bisa lepas dari kenangan yang tak juga dibilang indah, tapi sangat membekas? Atau sebaliknya, bagaimana jika ternyata ia tidak memliki perasaan kepadaku? Bagaimana kalau ini hanya akal-akalan mereka untuk mempermainkan? Bagaimana kalau ini hanya sebuah gurau yang dirancang dengan penuh niat? Bagaimana kalau ia hanya ingin menguji? lalu, sudah sejauh ini, aku baru memikirkan hal itu?

Setiap peristiwa memang sudah di garis kan oleh sang pembuat naskah kehidupan. Tapi terkadang manusia lupa, makanya orang banyak yang terkejut akan satu peristiwa yang terjadi karena ia memilih jalan yang bukan menjadi jalannya.

Andai watu itu aku tidak jujur kepada Oza soal perasaan ku, apa mungkin akan jadi seperti ini? Apa mungkin aku akan menjalankan misi yang masih abu-abu? Tapi berpikir dan mengambil hal positif adalah cara manusia bangkit. Mungkin kala itu kejujuran ku memang salah, tapi akan menjadi salah lagi kalau aku tidak jujur, perasaan ku yang semakin tertimbun, dan aku akan bahagia di dalam balutan ketidakjujuran.

*notifikasi berbunyi*

"Jadi bagaimana? Fada ingin berbincang?" pesan kedua dari Malik melalui Dirrect Message Instagram.

"Udah malam, mungkin tidak malam ini,"

"Tapi kalau di Line,bisa sampai larut malam?"

"Sok tau,"

"Memang tau, Fada"

Lihat bagaimana caranya berbincang. Darimana ia tau? Tuhan, sebenarnya ia siapa?

"Tau dari mana emangnya?"

"Kita akan kenal lebih dalam,"

"Kapan?"

"Maunya kapan?"

"Se-siapnya gue,"

"Kalau malam ini sudah siap?"

FADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang