LUAR BARISAN

2 0 0
                                    

"Yah tapi Kak aku nggak bisa mundurin diri gitu aja karena emang nggak gampang yang jadi pasukan pengibar itu dan aku udah berjalan udah lewatin berbagai tantangan yang harus dilewati nggak mungkin aku aku nyerah gitu aja"

" Fada kamu kan tadi denger dokter ngomong apa luka di tumit kamu itu butuh waktu lama untuk nyembuhin apalagi sampai benar-benar sembuh,"

"Tapi Kak aku nggak bisa mundurin diri dari pasukan itu aku udah seneng banget bisa dipercaya untuk menjadi pasukan pengibar bendera nanti"

"Fada dengar ya ya jadi pasukan pengibar bendera itu itu kaki adalah elemen utama yang harus siap. Coba sekarang kamu jalan sakit gak?"

Saat itu juga aku langsung berdiri dan mencoba untuk berjalan dan ternyata untuk berjalan aja aku harus jinjit.

"Tuh kan Kakak bilang juga apa kamu itu buat berjalan aja susah, gimana harus langkah tegap maju?"

"Kak tapi jangan bikin surat pengunduran diri dulu aku mau coba, aku mau berlatih buat berjalan terus supaya kaki aku itu siap dan aku nggak mau keluar dari pasukan itu, ya memang waktunya udah mepet banget tapi dalam waktu beberapa hari Fada mau istirahat latihan dulu sembari kaki pada pulih"

" Oke kalau itu mau kamu tapi ingat ya dalam beberapa hari kalau kaki kamu belum pulih kakak langsung balik lagi ke rumah sakit buat minta surat pengunduran diri yang ditandatangani langsung oleh dokter dan cap resmi rumah sakit,"

" Iya Kak"

Tanpa berpikir panjang yang aku langsung merubah pola pikir ku aku harus janji pada diriku sendiri bahwa aku harus sembuh dalam waktu dekat Kat tetap bisa menjadi pasukan pengibar bendera di hari kemerdekaan nanti.

Masih di rumah sakit aku dan kak Danu peserta Ibu langsung menuju ke ruang tunggu untuk mengambil obat-obatan. Padahal yang sakit luka luar tapi ternyata obatnya obat tablet yang harus ditelan. Saat namaku sudah terpanggil dan obat sudah ada di tangan Ibuku, aku melihat ukuran  obatnya besar-besar sekali.

Aku adalah remaja yang nggak bisa nelen obat tablet yang ukurannya itu bisa dibilang cukup besar aku tidak terbiasa minum obat seperti itu karena kompetensi aku minum itu berbentuk cair bahkan kalau ada obat tablet pun aku biasanya menggerus obat itu sampai halus dan dicampur dengan air supaya obat itu menjadi cair kemudian aku telan dan merasakan semua kepahitan yang ada dalam obat itu secara langsung nggak bertahap seperti minum obat tablet.

Setelah itu kami langsung pulang ke rumah. Aku langsung masuk ke kamarku dan kak Danu pun ikut masuk membawa segelas air putih ih sendok dan juga obat. Sambil membaca aturan minum obat yang tertera di bungkus obat itu, aku meminta ponsel ku yang tadi di bawa oleh kak Danu.

"Kak HP Fada mana?"

" Oh iya ada di tas Kakak tadi ada yang telepon kamu tuh namanya siapa ya Lupa dari M gitu lah pokoknya.  Dia dari tadi nelpon kamu terus enggak kakak angkat langsung Kakak silent hp nya,"

" Oh gitu ya udahlah biarin aja,"

"Kok biarin? ambil dulu sana siapa tahu penting"

" Enggak ah males biarin aja, enggak ada yang penting,"

"Nih kamu minum dulu nih udah digerus obatnya Kak Danu mau ngambil HP kamu,"

Aku langsung mengambil sendok yang diberinya tadi dan langsung minum obat yang udah ia gerus barusan.

"Nih hp nya, 7 missed call tuh,"

"Makasih kak,"

Setelah itu karena langsung keluar dari kamarku dan menutup pintu ku. Aku langsung mengecek cek pesan darinya yang cukup banyak. Ada 56 pesan belum terbaca dari Malik. Ya laki-laki itu itu pasti cemas entah dia bisa tahu dari mana. Saat pesannya sudah ku baca,ia langsung menelpon ku.

" Halo ya Malik ada apa?"

" Ya ampun pada akhirnya direspon juga aku udah mikir jauh banget. Aku kira kamu nggak bakal respon pesan dari Malik aku telepon nggak diangkat juga,"

" Fada nanya Malik, ada apa?"

" Malik yang seharusnya nanya ke Fada,  Fada kenapa?"

" Kenapa harus nanya? Bukannya Malik pasti udah tahu Fada kenapa?"

" Kamu kenapa sih Fada sampai ke rumah sakit malam-malam?"

" cuman nginjek ubin yang pecah aja kok nggak apa-apa semua udah di obatin udah aman,"

" Fada Malik minta maaf maling nggak bermaksud buat-"

" Udah lah Malik, Fada mau istirahat. Pada mau tidur besok harus sekolah dan udah ngantuk juga,"

" besok Malik mau ke sekolah Fada,"

"Terserah"

"Yaudah kalau begitu, selamat istirahat manis,"

Tanpa menjawab apapun darinya aku langsung memutus telepon darinya. "Manis  adalah sebuah ungkapan yang sudah cukup lama Malik gunakan untuk memujiku. Ia seringkali menuliskan di blog nya, puisi-puisi yang terdapat kata "manis" dan Malik bilang " kalau ada puisi yang ada kata manisnya berarti puisi itu untuk kamu Fada"

-

Dari pagi sampai sore ini aku terus memikirkan ucapan Malik yang ia bilang kalau ia akan datang ke sekolah. Apapun tujuannya, sejujurnya aku sudah malas bertemu dan melihat wajahnya.

Di jadwal latihan kali ini, aku tidak mengenakan kostum latihan, aku berkumpul dilapangan mengenakan seragam serta memakai sendal, karena kaki ku yang masih belum pulih.

Biasanya tidak ada pembina jika latihan, hanya ada kakak-kakak yang melatih. Tapi entah mengapa hari ini berbeda. Ternyata ia menyeleksi lagi menjadi ke dalam dua pasukan. Pasukaan pertama yaitu Pasukan Arjuna mendapat keunggulan lebih, yaitu mengenakan pakaian yang biasanya dipakai untuk lomba. Sangatlah apik seragam nya.

Kami semua berdiri di lapangan dan menghadap ke pembina. Satu persatu nama disebut dan di lihat postur dan penampilan,kemudian di giring ke pasukan yang ia tentukan. Beliau menatap ku dan melihat aku tidak memakai baju latihan.

"Kamu ke pasukan arjuna," aku tercengang saat ia menyuruhku untuk pindah ke barisan arjuna. Masih di selimuti perasaan tidak percaya,aku segera pindah barisan.

"Siap pak,"

Saat sudah di satu barisan dan di atur posisi sesuai dengan tinggi badan, aku berada di barisan ketiga dari depan. Depan ku laki-laki,belakang ku laki-laki. Kebayang kan seberapa tinggi badan ku? Tidak bermaksud menyombongkan, teman. Ok lanjut.

Saat itu sang piembina meminta untuk latihan langkah tegap maju. Semua teman-teman di barisan ku dan kakak kakak pelatih melihat ke arahku. Hal itu membuat sang pembina turut melihat ke arahku. Beliau sadar kalau aku tidak memakai sepatu dan kaki ku terbalut oleh perban.

"Itu kaki kamu kenapa,ya ampun," tanya nya yang bernada tinggi dan raut wajah yang sedikit kecewa.

"Maaf pak," aku tidak bisa mengungkapkan apapun. Aku hanya diam melihat ke
langit yang sedikit mendung dan awan putih yang seakan mengisyaratkan kepada ku untuk menahan air mataku.

"Aduh kalau kaya begini, gimana? Kamu sanggup nggak? kalau gak sanggup biar digantiin aja,"
Rasanya ingin sekali meluapkan amarah ku saat mendengar ucapan nya itu. Rasanya ingin protes ke Tuhan,kenapa aku diberi ini dan dihadapi kalimat yang menyayat hati.

"Dek, keluar barisan dulu yuk," Salah satu kakak pelatih merangkul ku dan mengajak ku untuk duduk di podium hitam. Ia memberiku sebotol air mineral dan menyuruh ku untuk minum.

Sedari tadi mulutku tidak bisa berbicara. Mataku tak kunjung melarang air nya untuk keluar.

"Udah,jangan nangis yaa. Kamu nggak akan digantikan kok, aku yakin kamu pasti sembuh dalam waktu dekat," ia berlutut di hadapan ku sambil menatap dan mengelap air mata ku di pipi yang semakin deras ketika ia berbicara.

"Aku paham betul perasaan mu Fada. Jangan berkecil hati, aku tau kamu tekad mu begitu besar. Aku tau itu,tanpa mulut mu mengeluarkan kata,aku sudah mencerna kalimat yang keluar dari mata mu,"

"Fada, aku berjanji akan usaha untuk mempertimbangkan posisi kamu di pasukan itu, asalkan kamu memenuhi persyaratan ku," Aku masih tidak menjawab apapun perkataan nya. Lantas aku justru mengerutkan alisku.



-
bersambung

FADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang